Jumat, 14 November 2025

Awalnya Di Pers Mahasiswa (Mengenang Kawan Yamin – 1)

Ketua Umum SekNas Jokowi, Muhammad Yamin, SH. (Ist)

Perjalanan politik M. Yamin sejak masa-masa perlawanan Orde Baru hingga terakhir memperjuangkan Presiden Joko Widodo untuk kembali memimpin Indonesia 2019-2024, adalah bagian sejarah dari beberapa orang yang pernah ikut serta dalam perubahan sistim politik dari kediktaktoran Orde baru menuju demokrasi seperti hari ini.

“Terlalu berat melepas kepergian Yamin,” kata Wahyu Susilo yang sama terpukul seperti yang lain ditinggal Yamin. Tapi ini kesempatan menuliskan kembali Yamin dan sejarah perlawanan terhadap Orde Baru dan Soeharto, karena jarang ada pelaku sejarah dimasa itu yang mau menulisnya.

Menulis tentang Yamin adalah menulis sejarah awal perlawanan terhadap Orde Baru diera 1980-an yang membuka pintu perlawanan generasi 1990-an yang menggulingkan Orde Baru. Dibawah ini tulisan pertama dari lima tulisan Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migran Care untuk mengenang Kawan Yamin,–dimuat Bergelora.com, agar generasi berikut mengetahui siapa dan bagaimana seroang Yamin.

Wahyu Susilo, adik penyair WJ Thukul,–yang masih hilang,–adalah dua aktivis 1980-an yang sangat dekat dengan M. Yamin dan melewati masa-masa awal pembangunan konsolidasi pers mahasiswa, setelah kebangkrutan kelompok-kelompok studi (1987),–memasuki era gerakan aksi massa (1988). Babakan sejarah ini yang selalu ditekankan oleh Yamin dalam setiap waktu dimasa itu (Redaksi)

 

Oleh: Wahyu Susilo

HINGGA bangun pagi ini, rasanya aku tidak percaya kawan Yamin telah pergi, ketika dia dalam kerja politik memenangkan kembali Presiden Joko Widodo. Ada banyak kenangan tak terlupakan bersamanya. Tawanya khas, dan jika bicara terstruktur, runtut dan propagandis. Aku akan menulis kenangan panjang tentang kawan baik, kawan juang yang juga suami dari aktivis perempuan Yuni Satia Rahayu, yang juga kawan baik dan kawan juangku.

Pertama kali mengenal Muhammad Yamin dalam kancah pergerakan pers mahasiswa. Sebagai mahasiswa Solo, kota dengan perguruan tinggi negeri dibawah asuhan Orde Baru, Universitas Sebelas Maret, tentu menyandang beban berat dan stigma sebagai kampus yang tenang tanpa perlawanan.

Dalam catatan sejarah perlawanan mahasiswa 1977-1978, dimana saat itu ada gelombang perlawanan mahasiswa anti Soeharto di Yogyakarta, Jakarta dan Bandung, kampus-kampus Solo tampak adem-ayem. Baru pada awal tahun 1980-an baru muncul gelombang gerakan mahasiswa Solo, namun lebih pada gerakan anti-etnis Tionghoa.

Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant CARE. (Ist)

Geliat perlawanan mahasiswa Solo kembali nampak ketika menyeruak kasus Kedung Ombo. Itupun distimulasi/diprovokasi oleh gerakan mahasiswa kota sebelah Yogya dan Salatiga yang sudah berani masuk ke desa-desa yang akan tenggelam oleh air bendungan Kedung Ombo, mengorganisir perlawanan rakyat. Benih gerakan mahasiswa Solo muncul dari aktivitas pers mahasiswa. Di masa itu, jejaring pers mahasiswa antar kota menjadi embrio gerakan mahasiswa. Pada setiap aktivitas jaringan pers mahasiswa, entah dalam bentuk pelatihan jurnalistik ataupun temu pers mahasiswa, diselipkan (sengaja atau tidak) agenda-agenda perlawanan melawan Soeharto, salah satunya advokasi penggusuran Kedung Ombo.

Di forum inilah, perjumpaan perdana dengan Yamin, seorang aktivis pers mahasiswa dengan tiga media: LPM FH UII Keadilan (disini juga ada Priyambudi Sulistiyanto, Hendra Budiman, AE Priyono), LPM UII HIMMAH (bersama Atha Mahmud, Mawardi Dedy, Abdul Haris Semendawai) dan Majalah Mahasiswa Solusi (penerbitan HMI MPO Yogyakarta). Dalam temu aktivis pers mahasiswa yang diselenggarakan LPM UII HIMMAH di Sanggar Kegiatan Belajar Banguntapan, Yamin memberiku sekaligus 3 majalah itu: Keadilan, Himmah dan Solusi. Yang paling menarik bagiku (saat itu) adalah Solusi. Thema yang diangkat adalah Militer dan Politik, ada ulasan-ulasan kritis dari Harold Crouch dan Richard Robison tentang negara birokrasi-patrimonial-militer. Dugaanku, bahan terbesar majalah ini adalah terjemahan dari jurnal-jurnal luar negeri. Bagiku, itu bacaan yang dahsyat. Seingatku Majalah Solusi ini tak berumur panjang, dibreidel penguasa.

Di sela-sela acara temu pers mahasiswa, ada pertemuan rahasia beberapa aktivis pers mahasiswa antar kota yang ternyata juga aktivis pro-demokrasi. Saya berjumpa Stanley Adi Prasetyo (LPM IMBAS UKSW), alm. Amir Husin Daulay (LPM Politika UNAS), Okky Satrio Djati (LPM Univ Moestopo), Ayi Vivananda (LPM Vonis UNPAD) dan Tri Agus Susanto Siswowiharjo (Didaktika IKIP Jakarta). Yamin merekomendasi namaku untuk ikut serta dalam pertemuan terbatas itu, waktu itu aku mewakili LPM Fak. Sastra UNS KALPADRUMA. Baru tahu bahwa Yamin terlebih dahulu telah mengenal kakakku, Wiji Thukul. Ada dua agenda yang dibahas dalam pertemuan terbatas itu, yaitu advokasi Kedung Ombo dan advokasi pengadilan subversif 3 B (Bambang Isti Nugroho, Bambang Subono dan Bonar Coki Naipospos). Aku mendapat penugasan untuk mulai melakukan pengorganisasian di Kedung Ombo dan menggalang solidaritas untuk 3 B.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru