JAKARTA- Ternyata, jarak usia anak yang terlalu dekat dan konstitusi tubuh wanita yang baru melahirkan akan menentukan pertumbuhan anak. Untuk bisa hamil lagi idealnya membutuhkan 24 bulan atau dua tahun. Pesan penting ini disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) dari Ledalero, Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur ketika dihubungi Bergelora.com di Jakarta, Jumat (26/9).
“Kondisi yang tidak ideal cenderung melahirkan anak yang juga tidak ideal dengan berbagai gangguan termasuk autisme,” ujarnya.
Hasto Wardoyo menjelaskan bahwa jika hamil lagi, padahal anak belum berusia 2 tahun maka akan memberatkan sang ibu karena masih dalam masa menyusui.
“Makanya ada alat kontrasepsi, agar dapat mengatur kehamilan dan anak terhindar dari resiko gangguan pertumbuhan menjadi austis,” ujarnya.
Hasto Wardoyo juga menjelaskan bahwa Keluarga Berencana merupakan suatu upaya untuk mengatur jumlah anak dan jarak kelahiran. Dengan jumlah anak yang ideal, masyarakat bisa mengelola kehidupan keluarganya dengan baik.
“Sehingga kontrasepsi tidak bisa dimaknai dengan membatasi jumlah kelahiran tetapi lebih jauh lagi dimaknai secara positif untuk mengatur dan menata kependudukan serta untuk merencanakan keluarga melalui pendekatan siklus kehidupan manusia,” ujarnya.
Penggunaan kontrasepsi juga menurutnya dalam rangka melindungi kesehatan ibu dan anak, mulai dari kehamilan yang sehat, kelahiran yang sehat, kecukupan ASI (air susu ibu) dan gizi serta kecukupan pengasuhan dengan menggunakan kontrasepsi modern.
Ia menjelaskan, Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) adalah upaya preventif dalam mencegah terjadinya stunting melalui peran pengasuhan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bagi keluarga yang memiliki anak usia dibawah 2 tahun.
“Sekaligus dimaknai sebagai upaya untuk memenuhi hak anak untuk hidup layak dan berpendidikan setinggi-tingginya sebagai bagian dari hak asasi manusia.” Pungkas Hasto.
Hari Kontrasepsi Sedunia
Sebelumnya, Hasto Wardoyo mengingatkan bahwa Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia tidak boleh dijadikan perayaan seremonial saja, tetapi juga harus jadi momen menggalakkan kembali Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Hal ini disampaikannya dalam sambutannya pada peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia Tahun 2019 yang dipusatkan di STFK Ledalero, Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis (26/9).
“Penyediaan layanan kontrasepsi dan integrasi konsep pelayanan yang berbasis komunitas, telah berhasil menurunkan angka kelahiran, angka kematian ibu dan berkontribusi pada peningkatan partisipasi perempuan di bidang ekonomi. Kampanye yang sangat kuat melembagakan dua anak cukup, telah pula membentuk norma sosial sebagai ukuran keluarga yang ideal,” ujarnya.
Setiap tanggal 26 September menurutnya harus menjadi pendidikan bagi masyarakat akan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi.
“Terutama generasi muda perlu mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual,” jelasnya.
Kampanye Hari Kontrasepsi Sedunia atau World Contraception Day (WCD) pertama diluncurkan di seluruh dunia pada 26 September 2007. Peringatan tahun 2019 di Indonesia sendiri mengambil tema Meningkatkan Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi Mencapai Indonesia Sehat.
Program Prioritas Pemerintah
Program KKBPK adalah salah satu program prioritas pemerintah. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) angka kelahiran total/Total Fertility Rate (TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,6 (SDKI 2012) menjadi sekitar 2,4 anak per perempuan usia reproduksi, (SDKI 2017).
Walaupun TFR masih belum sepenuhnya mencapai sasaran pembangunan bidang kependudukan dan KB yaitu 2,33 (RPJMN 2015- 2019), namun hal tersebut menunjukkan pencapaian yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung stagnan sejak tahun 2007. Demikian pula dengan angka penggunaan kontrasepsi yang telah mengalami peningkatan dari 61,9% (SDKI 2012) menjadi 63,6% (SDKI 2017) akan tetapi masih didominasi oleh penggunaan metode kontrasepsi jangka pendek.
Pada peringatan Hari Kontrasepsi tahun 2019 di Maumere Provinsi Nusa Tenggara Timur dilaksanakan pula penandatangan komitmen pencegahan stunting. Pemilihan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai tempat peringatan Hari Kontrasepsi bukanlah tanpa alasan. Menurut data berdasarkan hasil SUPAS yang dilakukan oleh BPS, jumlah penduduk Provinsi NTT mengalami peningkatan dari 4.683.827 (Supas 2010) menjadi 5.112.760 (Supas 2015).
Pada 2018 jumlah penduduk NTT telah mencapai 5,4 juta jiwa dengan dependency ratio 72,5 per 100 (BPS NTT). Angka ketergantungan NTT masih tinggi jika dibandingkan dengan angka ketergantungan nasional.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Provinsi NTT, muncul beberapa permasalahan kependudukan diantaranya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTT baru mencapai 64,39 (2018) masih dibawah angka IPM nasional (71,39), Umur Harapan Hidup NTT baru mencapai 66,38 tahun (2018), dan kualitas penduduk NTT yang masih rendah (lama rata-rata sekolah 7,30 tahun pada tahun 2018). Terkait dengan capaian dalam program Keluarga Berencana di Provinsi NTT, angka TFR di provinsi ini masih tinggi yakni 3,4 (SDKI 2017), CPR yang masih rendah (38,3%), dan angka stunting yang masih tinggi (40,3%).
Rangkaian peringatan Hari Kontrasepsi sendiri sudah dilaksanakan sejak awal Agustus 2019, diantaranya kegiatan Bulan Pelayanan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang dilaksanakan di Perwakilan BKKBN Provinsi seluruh Indonesia; Penyuluhan dan pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi; pemeriksaan kesehatan gratis; donor darah; Simposium dan Workshop: Gynecoloygy Practice for General Practitioner (GP4GP); senam bersama Gemu fa mire (Maumere); Peresmian Klinik Geriatri RSUD TC Hillers dan pelaksanaan MOW; Talkshow dan Penandatangan Komitmen Pencegahan Stunting, Kontrasepsi dan Kesehatan Reproduksi dan peresmian Sekolah Siaga Kependudukan.
Hadir dalam kesempatan tersebut, Josef Nae Soi Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama BKKBN, Erna Mulati Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi NTT, Bupati/walikota se-Provinsi NTT, Vikaris Jenderal Keuskupan Maumere, Rektor STKF Ledalero. (Web Warouw)