JAKARTA – digelar Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Terpadu Konflik Sosial di Hotel Bidakara, Jakarta. Rapat dibuka Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto. Hadir juga memberi arahan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Dalam arahannya, Menteri Tjahjo sempat menyinggung soal fitnah, hoax dan ujaran kebencian yang marak akhir-akhir ini. Isu kebangkitan PKI juga sempat disinggung Mantan Ketua Fraksi PDIP tersebut.
Menurut Tjahjo, maraknya fitnah, ujaran kebencian dan berita hoax harus dicermati oleh para pemangku kebijakan terutama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda). Hoax, fitnah, dan ujaran kebencian bisa memicu konflik. Apalagi sekarang menjelang pemilihan kepala daerah. Jangan sampai, keinginan mewujudkan Pilkada bermartabat, rusak gara-gara itu.
“Ini bahaya fitnah, Forkompimda harus mencermati,” kata Tjahjo.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Tjahjo pun, mengajak yang hadir dalam rapat meneguhkan keberanian, berani melawan fitnah, ujaran kebencian dan hoax. Jangan sampai republik ini terus dibanjiri fitnah. Karena faktanya di media sosial, serbuan fitnah makin merajalela. Salah satu yang kerap didengungkan, isu tentang kebangkitan PKI. Bahkan kepala negara pun tak luput dari fitnah.
“Bayangkan dalam medsos menuduh seseorang ada PKI-lah,” katanya
Partai komunis, partai yang sudah dilarang hidup di Indonesia. Tak mungkin pula, pemerintah atau negara memberi peluang bagi PKI untuk bangkit. Kalau pun ada, pasti pemerintah akan memberangus.
“PKI organisasi yang sudah dilarang di Indonesia. Ajaran yang lain itu sudah ditentukan dalam UU Ormas. Marxisme juga dilarang. Kok masih mengembangkan ini PKI tumbuh,” kata Tjahjo.
Tjahjo pun dengan tegas mengatakan, jika memang ada bisa menunjukan bukti PKI akan bangkit, tunjukan buktinya. Jangan hanya menuding-nuding. Ungkapkan dan laporkan. Pemerintah pastinya tak akan tinggal diam, jika memang PKI benar akan bangkit lagi.
“Tunjukkan laporkan kalau ada indikasi PKI,” ujarnya.
Pemerintah, kata dia, tidak anti kritik. Partai atau tokoh oposisi, silahkan melontar kritik. Karena tugasnya memang mengkritik. Contohnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, yang tidak pernah henti mengkritik pemerintah. Apapun dikritik Fadli Zon.
“Tapi buktikan kritik itu. Beda loh mengkritik dengan menghina, itu beda,” katanya.
Kalau ada yang sudah menghina dan memfitnah Presiden, ujarnya, sama saja itu menghina negara. Karena presiden adalah lambang negara. Maka, harus dilawan.
“Menghina, memfitnah ya kita lawan laporkan kepada polisi. Kepolisian sudah profesional. Kejaksaan jangan ragu-ragu kalau memang ada yang harus ditindak ya tindak. Ini yang saya kira komitmen kita ini yang harus dibangun,” ujarnya.
Sementara itu, saat membuka acara rapat koordinasi, Menkopolhukkam Wiranto, musuh makin banyak. Musuh bersama. Karena itu semua elemen bangsa harus waspada. Terlebih ancaman dan potensi konflik kian komplek.
“Ancaman baru kita sekarang multidimensi, masuk dalam bentuk proxy war, narkotika, terorisme, radikalisme, mencekoki bangsa dengan ide-ide baru,” kata Wiranto.
Tapi kata Wiranto, kadang konflik yang terjadi, pemicunya bukan berasal dari luar. Namun kadang dipicu dari dalam negeri sendiri. Misal, ia contohkan, konflik karena politik identitas. Dan ini cukup mencemaskan menjelang digelarnya pesta akbar politik di tahun ini, Pilkada serentak dan pemilu nasional serentak 2019.
“Sekarang kita masuk pilkada serentak dan pemilu 2019. Dulu, bupati di Aceh enggak apa-apa, dulu bupati di Irian orang Jawa enggak apa-apa. Tetapi, kita sekarang ini masuk politik identitas, harus putra daerah dan lainnya,” katanya.
Maka sekarang yang dibutuhkan, kata dia, kesadaran kebangsaan. Identitas sebagai bangsa Indonesia yang mesti ditonjolkan. Bukan identitas primordial yang sempat, hanya menonjolkan asal usul daerah dan lain-lain.
“Siapa kita? Indonesia. Bukan siapa kita? Aceh atau Papua, Solo dan lainnya. Siapa kita? Indonesia. Karena itu, kalau bicara apa sih, dalam rangka Pilkada dan Pilpres nanti yang timbulkan konflik sosial itu apa,” ujarnya. (ZKA Warouw)