Selasa, 21 Oktober 2025

BACA NIH…! Menag Lukman: Tidak Ada Klausul Untuk Infrastruktur Dalam Akad Wakalah Pendaftaran Haji

Menag Lukman Hakim Saifuddin (Ist)

JAKARTA- Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin memastikan, tidak ada satu pun klausul dalam akad wakalah yang harus ditandatangani calon Jemaah haji yang akan mendaftar, bahwa mereka harus rela dana yang dikumpulkannya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

“Tidak benar. Tidak ada sama sekali klausul ‘infrastruktur’ dalam akad wakalah yang harus dibuat calon jemaah haji,” tulis Menag dalam akun twitternya @lukmansaifuddin, Kamis (18/10) pagi, menanggapi pertanyaan sejumlah netizen melalui akun twitter yang ditujukan kepadanya.

Sementara itu Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Ramadhan Harisman mengakui memang ada akad wakalah yang harus ditandatangani, tapi tidak ada klausul tentang infrastruktur.

Ramadhan yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Dana Haji menjelaskan, akad wakalah ini diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Di situ, disebutkan bahwa setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH Khusus dibayarkan ke rekening atas nama BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) dalam kedudukannya sebagai wakil yang sah dari Jemaah Haji pada Kas Haji melalui BPS (Bank Penerima Setoran) BPIH.

Secara lebih spesifik,  lanjut Ramadhan, pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2018 tentang pelaksanaan UU Nomor 34 Tahun 2018, mengatur bahwa pembayaran setoran awal BPIH dan/atau BPIH Khusus disertai dengan pengisian dan penandatanganan formulir akad wakalah oleh jemaah haji.

“BPKH sudah menyiapkan format akad wakalah sebagai salah satu syarat pembayaran setoran awal Jemaah haji di BPS-BPIH,” terang Ramadhan di Jakarta, Rabu (17/10).

Dalam format akad wakalah tersebut, memang ada klausul yang menyatakan bahwa jemaah yang akan membayar setoran awal BPIH/BPIH Khusus memberikan kuasa/wakalah kepada BPKH untuk mengelola seluruh dana yang dibayarkan sebagai setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus serta nilai manfaat dari pengelolaan tersebut sesuai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dari waktu ke waktu.

“Namun, tidak ada pernyataan dalam format akad wakalah tersebut yang secara eksplisit menyatakan bahwa dana setoran awal BPIH yang dibayar Jemaah digunakan untuk pembiayaan infrastruktur,” tandasnya.

Soal kewajiban menandatangani akad wakalah itu, Ramadhan menjelaskan, diperlukan untuk memastikan jemaah bersedia dananya dikelola oleh BPKH. Jika tidak ada akad wakalah, maka dana itu akan menjadi tabungan biasa yang tidak bisa dikelola BPKH.

“Sejak Januari 2018, dana haji tidak dikelola Kementerian Agama, tapi oleh BPKH. Sehingga, kewenangan pengelolaan keuangan haji, termasuk soal akad menjadi wewenang BPKH,” pungkas Ramadhan

Rp37,9 Triliun Diinvestasikan di SBSN

Kepada Bergelora.com dilaporkan sebelumnya, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) meyakinkan, bahwa pengelolaan dana haji dilakukan secara optimal, profesional, syariah, transparan, efisien, dan nirlaba.

“Apabila pada akhir tahun keuangan haji terdapat efisiensi dan nilai manfaat lebih akan dikembalikan ke kas haji milik jemaah haji,” kata Kepala Divisi Komunikasi dan Humas BPKH, Tanti Widia dalam siaran persnya Kamis (18/10), menanggapi pertanyaan sejumlah kalangan mengenai penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.

Tanti menjelaskan, sejak tahun 2009, Kementerian Agama dan sekarang BPKH telah menginvestasikan dana haji melalui instrumen SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) termasuk Suku Dana Haji Indonesia (SDHI) dengan outstanding per Juni 2018 sebesar Rp37,9 triliun.

“Menurut keterangan Kementerian Keuangan (30 November 2017) penerbitan SBSN seri SDHI digunakan untuk general financing (pembayaran APBN secara umum), dan tidak digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur  secara spesifik (earmarked),” ungkap Tanti.

Kepala Divisi Komunikasi dan Humas BPKH itu menegaskan, bahwa pengelolaan dana haji oleh BPKH dilakukan secara transparan, dipublikasikan, diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan diawasi oleh DPR.

Karena itu, Tanti menjamin, dana haji yang diinvestasikan di suku dana haji di Pemerintah tetap utuh, bahkan terus dikembangkan dan tidak ada yang berkurang.

“Pemerintah selalu mengembalikan pokok suku dana haji pada saat jatuh tempo dan memberikan imbal hasil tepat waktu dan tepat jumlah,” jelas Tanti.

Manfaat Untuk Jemaah Haji

Mengenai nilai manfaat bagi jemaah haji, Kepala Divisi Komunikasi dan Humas BPKH Tanti Widia menjelaskan, biaya haji bagi jemaah haji yang berangkat dibiayai dari setoran awal dan setoran lunas jemaah haji yang bersangkutan, dan nilai manfaat dan hasil penempatan dan investasi dana haji.

Penggunaan nilai manfaat untuk jemaah berangkat itu, menurut Tanti, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Adapun mulai tahun 2018 sesuai UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, lanjut Tanti, sebagian nilai manfaat juga dialokasikan kepada jemaah tunggu dalam bentuk virtual account.

“Pemerintah dan BPKH menjamin bahwa jemaah haji yang berangkat dipastikan mendapatkan pelayanan memadai, dan dipenuhi semua hak-hak keuangan. Sedangkan jemaah tunggu mendapat bagian nilai manfaat (virtual account), dan tidak ada penerapan sistem Ponzi,” tegas Tanti.

Tanti kembali menegaskan, pengelolaan keuangan haji oleh BPKH dilakukan secara hati-hati, aman, dan tidak berbahaya bagi jemaah haji berangkat maupun jemaah haji tunggu. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru