Jumat, 4 Oktober 2024

Batalkan Kenaikan BBM, Nasionalisasi Tambang Asing

PALU- Kenaikan harga BBM yang lakukan oleh Pemerintahan Jokowi-JK dan dibenarkan oleh para intelektualnya adalah kesalahan terbesar dalam menjalankan Konstitusi Negara. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dibangun dari logika berfikir Intelektual Kolonial, sehingga, Kemerdekaan bangsa Indonesia masih jauh jika logika kenaikan BBM terus berlanjut. Demikian Direktur Jaringan Advokasi Tambang, Etal Douw kepada Bergelora.com di Palu, Sabtu (29/11).

 

Jokowi menyatakan, alokasi anggaran untuk subsidi BBM mencapai Rp. 300 Triliun dan hal tersebut membebani APBN dengan dalih bahwa 70% penikmat subsidi tidak tepat sasaran. Padahal ditempat lain, perusahaan-perusahaan berskala Transnasional terus mencetak keuntungan yang besar. Seperti halnya PT. Vale di Indonesia, tidak tanggung-tanggung jumlah laba per 9 bulan mencapai AS$ 171,7 Juta. Sedangkan negara hanya mendapat 2% dari keuntungan yang di dapat oleh PT. Vale di Sulawesi Tengah.

“Perusahaan Migas  seperti chevron, caltex, total, british petroleum, texaco, gulf oil,  dan shell. Juga terus mencetak keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Penerimaan negara dari sektor Migas hanya Rp. 211 Milyar sedangkan mineral Rp. 241 Milyar,” paparnya.

Menurutnya, jumlah keuntungan perusahaan Trans Nasional baik migas dan Sumber Daya Alam, tidak sebanding dengan sedikitnya pendapatan negara melalui proses pajak.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintahan Jokowi-JK seharusnya tidak mengikuti cara-cara lama dalam mengambil keputusan mengurangi beban APBN, tetapi seharusnya dengan melakukan terobosan mencabut akar masalahnya dengan menasionalisasi semua perusahaan tambang yang ada di Indonesia, agar kekayaan kita tidak hanya dinikmati oleh segelintir kelas kapitalis.

“Laksanakan Pasal 33 UUD 1945. Nasionalisasi PT. Vale Indonesia dan semua perusahaan tambang baik migas maupun mineral untuk kesejahteraan Rakyat Indonesia,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Umar Rasyid, mengatakan, pemerintah daerah sudah sering kali melakukan pertemuan dengan pihak manajemen PT Vale Indonesia Tbk. Pertemuan-pertemuan itu dilakukan sejak 2009. Membahas kewajiban PT Vale membangun smelter maupun komitmen PT Vale lainnya terhadap masyarakat di lingkar tambang dan Morowali umumnya.

“Sampai 2009 tidak ada aktivitas, diadakan lagi pertemuan, membicarakan pembangunan smelter maupun pembangunan jalan 80 kilometer dari Bahomotefe (Bungku Timur) sampai batas Luwu Timur (Sulawesi Selatan). Tidak ada aktivitas, kita pertemuan dan sosialisasi lagi dengan manajer PT Vale. Setiap tahun dijanjikan akan melakukan aktivitas, tapi kan sampai sekarang tidak pernah terwujud,” kata Umar kepada pers.

Umar menjelaskan, pada 2010 silam, ada surat yang dikeluarkan dan ditandatangani dua kepala pemerintahan, yakni Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dan Bupati Morowali Anwar Hafid. Inti surat tersebut adalah kalau PT Vale tidak segera merealisasikan pembangunan smelter, maka PT Vale harus mencari pihak ketiga atau pemerintah daerah yang memfasilitasi untuk mencarikan pihak ketiga.

Selain itu, kata Umar, PT Vale diminta untuk mengurangi luas areal yang dikuasainya dalam Kontrak Karya. Artinya, sebagian areal itu diserahkan kepada pemerintah. Sehingga, pemerintah bisa menerbitkan izin baru agar ada aktivitas yang dapat mengobati keresahan masyarakat. Inilah, menurut dia, yang harus dilihat kembali oleh PT Vale untuk segera melakukan aktivitas membangun smelter. Sesuai amanat Kontrak Karya saat itu selambat-lambatnya 2010. (Lia Somba)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru