JAKARTA – Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Muhammad Akbar Djohan, menyebut industri baja nasional tertinggal jauh dengan China. Ia menjelaskan, produksi baja nasional kurang dari 18 juta ton per tahun.
Sementara China mampu memasok 60% kebutuhan baja dunia dengan rata-rata produksi sebesar 1,3 miliar ton per tahun. Adapun kebutuhan baja global saat ini mencapai 1,7 miliar ton per tahun.
“Sering kita ditanya, kenapa competitiveness daripada Krakatau Steel tidak bisa sama atau bahkan lebih murah daripada baja dari China? Karena memang situasinya tidak Apple to Apple. Produksi baja nasional hanya kurang daripada 18 juta ton per tahun, sedangkan tadi saya sebutkan China sudah sampai 1,3 miliar ton setahun,” ungkap Akbar Djohan dalam acara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Berdikari Bersama Danantara Indonesia, di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Akbar menyebut persaingan industri baja nasional dan China sangat pincang. Hal tersebut diperburuk dengan kapasitas pabrik baja nasional tidak lebih dari 60%.
“Ini sangat pincang dan sayangnya utilisasi pada pabrik baja nasional kita tidak lebih daripada 60%. Ini menjadi kenyataan yang harus kita hadapi,” ungkapnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Akbar menambahkan, baja merupakan mother of industry lantaran perannya hampir menopang seluruh sektor, utamanya infrastruktur dan konstruksi. Ke depan, ia mengaku akan melakukan transformasi industri baja.
Pasalnya, peluang investasi di industri baja masih sangat terbuka. Dalam paparannya, Akbar bahkan menyebut potensi nilai investasi di industri baja masih sangat besar.
“Dari Oxford Institute, dampak daripada industri baja. investasi US$ 1 di rantai pasok itu memberikan dampak US$ 2,5. Namun di industri terkaitnya jauh lebih besar, yaitu menghasilkan kurang lebih US$ 13,” ungkapnya.
“Lalu kalau ditanya pekerjaannya, satu orang yang bekerja di industri baja, dampak di rantai pasoknya itu melahirkan 6,5 potensi pekerjaan. lalu di industri terkaitnya sangat besar, yaitu 35 pekerjaannya. sehingga ini yang menjadi driver yang harus kita dorong, sehingga kenapa baja itu selalu kita sebut sebagai mother of industry,” beber Akbar Djohan. (Enrico N. Abdielli)