Minggu, 13 Juli 2025

Belajar Setia !

Andi Arief (Ist)

Demokrasi liberal memberikan kebebasan: untuk tetap setia atau menjadi opurtunis sejati. Sehingga, opurtunisme menjadi keniscayaan dan menjadi wajar. Karena demokrasi liberal memberikan berbagai peluang dan kenikmatannya. Maruly Hendra Utama, Maruly Hendra Utama dosen FISIP di Universitas Lampung (Unila) menuliskan tentang “Kesetiaan” buat pembaca Bergelora.com. (Redaksi)

Oleh: Maruly Hendra Utama

KESETIAAN tidak jatuh dari langit. Ia hanya bisa diperoleh melalui perjuangan. Kesetiaan bisa diperdebatkan dalam beragam perspektif. Tapi yang tulus cuma bisa didapatkan dari pasangan. Setia itu hanya dengan satu pasangan. Dalam perspektif ini,– pada merpati kita bisa belajar. Diluar itu, kesetiaan selalu berkelindan dengan  kepentingan.

Dalam politik, kesetiaan hampir tidak bisa ditemukan. Ganti kepemimpinan artinya mengalihkan kesetiaan. Hampir semua politisi tidak setia,— hampir! Karena saya punya kawan yang tidak seperti itu.

Andi Arief! Loyalitasnya betul-betul teruji sampai hari ini. Apapun yang terjadi,– dia tetap bersama SBY. Pernah salah satu ketua Partai Golkar mengutarakan niatnya untuk merekrut Andi,– saya menangkapnya mengajak konspirasi agar Andi Arief jadi salah satu pimpinan partai Golkar. Saya mengenal Andi Arief cukup baik. Andi bukan  tipe  politisi anak kos yang ketika sudah tidak nyaman pindah tempat. Sampai saya menulis ini, tidak pernah saya ceritakan hal itu. Banyak yang sinis dengan Andi Arief,– tapi soal kesetiaan nampaknya harus belajar dari dia.

Begitu pula di kampus, semua aktivitas dalam kendali Rektor. Wakil Rektor, Dekan hingga Jurusan dan Program Studi berikut seluruh dosen dan pegawai dituntut loyal pada pimpinan. Menjaga personifikasi lembaga adalah bentuk kesetiaan terendah.

Ketika Rektor tidak mendapatkan kesetiaan dari jabatannya artinya hanya ada 2 kemungkinan. Rektornya bego atau profesi dosen memang tidak membutuhkan kesetiaan dan loyalitas pada pimpinan.

Saat Rektor Unila dihabisi dengan disebut pecel lele, preman cacing cawuk hingga kontol monyet, tidak ada satupun pejabat dibawahnya yang membela. Apalagi berupaya untuk menghentikan saya menulis.

Kemana loyalitas dan kesetiaan  dipindahkan? Mengakui Rektornya memang salah atau kampus memang diisi orang-orang oportunis? Tragis! Saat berkuasa Rektor tidak bisa mendapatkan kesetiaan, apalagi saat pensiun nanti yang waktunya sebentar lagi.

Kesetiaan memang harus dipelajari, tapi jika gengsi belajar dengan orang karena merasa pintar sudah jadi profesor preman kelas cacing cawuk,–saran saya belajarlah dari anjing! Hewan paling setia di dunia. Haram? najis? Mungkin cerita di bawah bisa memberikan perspektif baru

Abu Yazid Al-Busthami, seorang Syekh Pemimpin Kaum Sufi saat berjalan sendiri di malam hari melihat seekor anjing berjalan ke arahnya. Ketika sudah dekat, Al-Busthami mengangkat jubahnya khawatir tersentuh anjing.

Anjing itu berhenti dan terus memandangnya. Abu Yazid seakan mendengar anjing itu berkata: tubuhku kering dan tidak akan menyebabkan najis padamu. Kalaupun engkau merasa terkena najis tinggal basuh 7 Kali menggunakan air dan tanah maka najismu hilang. Jika kamu mengangkat jubah karena menganggap dirimu yang berbaju dan berbentuk manusia itu merasa lebih mulia dan menganggap diriku yang berbentuk anjing ini hina dan najis maka najis yang menempel dihatimu tidak akan bersih walau dibasuh 7 samudera.

Abu Yazid tersentak dan minta maaf pada anjing itu.  Lalu dia mengajak anjing itu untuk berteman dan berjalan bersama. Anjing itu menolaknya dan  berkata : engkau tidak pantas berjalan denganku, karena mereka yang memuliakanmu akan mencemoh dan melempari aku dengan batu. Aku tidak tahu mengapa mereka menganggapku begitu hina, padahal aku berserah diri pada sang Pencipta atas wujudku yg seperti ini. Lihatlah! aku juga tidak menyimpan dan membawa sebuah tulangpun, sedangkan engkau masih menyimpan sekarung gandum, lalu anjing itu pergi.

Abu Yazid terdiam dan berkata dalam  hati  Ya Allah, untuk berjalan dengan seekor anjing ciptaan Mu saja aku tidak layak. Bagaimana aku bisa berjalan bersama Mu, ampunilah aku dan sucikan hatiku dari najis ini.

Sejak peristiwa itu, Abu Yazid memuliakan dan mengasihi semua makhluk Tuhan tanpa syarat. “Janganlah menganggap dirimu lebih suci daripada yang lain. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang paling suci diantara hamba-hamba Nya”.   (Surah an-Najm).

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru