Jumat, 24 Oktober 2025

BENER GAK NIH..? IMF Naikkan Ramalan Pertumbuhan Ekonomi RI, Tapi Ada PR Besar

JAKARTA – Ramalan terbaru dari lembaga global, International Monetary Fund (IMF) untuk pertumbuhan ekonomi tahun ini, cenderung lebih optimistis.

Akan tetapi, secara keseluruhan, prospek pertumbuhan ekonomi baik level global maupun domestik masih akan dibayangi oleh ketidakpastian yang besar akibat terjadinya ‘reset’ perdagangan menyusul kebijakan dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Sebagai dampak dari tata ulang perdagangan global, perekonomian akan menghadapi risiko pertumbuhan yang lebih lemah akibat peningkatan tingkat tarif dagang efektif. Ditambah lagi, peningkatan ketidakpastian bisa mulai membebani aktivitas akibat batas waktu untuk tarif tambahan berakhir tanpa kemajuan perjanjian yang substansial dan permanen, menurut outlook terbaru IMF yang dilansir kemarin.

Di sisi lain, ketegangan geopolitik juga potensial mengganggu rantai pasokan global hingga mendorong kenaikan harga komoditas. Defisit fiskal bisa lebih besar dan bisa memicu risk aversion yang bisa berdampak pada prospek suku bunga jangka panjang.

IMF menilai, para pemegang kebijakan di berbagai negara, tak terkecuali di Indonesia, perlu untuk menghadirkan kebijakan yang bisa meningkatkan kepercayaan, prediktabilitas dan keberlanjutan demi meredakan ketegangan, menjaga stabilitas harga dan keuangan, memulihkan penyangga fiskal dan menerapkan reformasi struktural yang dibutuhkan.

Peta pertumbuhan ekonomi global. (Sumber: Bloomberg)

Ekonomi global diprediksi akan tumbuh 3% pada tahun ini, melambat dibanding capaian 2024 sebesar 3,3%. Namun, perkiraan terbaru itu lebih tinggi 0,2 poin persentase dibanding prediksi pada April.

Begitu juga untuk perkiraan tahun 2026, ekonomi global diprediksi tumbuh 3,1%, naik 0,1 poin persentase dibanding prakiraan sebelumnya.

Sementara pertumbuhan di negara-negara ASEAN, ASEAN-5, diperkirakan sebesar 4,1% pada tahun 2025 dan 2026, melambat dari capaian tahun lalu sebesar 4,6%.

Akan tetapi proyeksi terbaru itu lebih tinggi masing-masing 0,1 dan 0,2 poin persentase dibanding perkiraan dalam outlook April.

Revisi Naik

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, IMF memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya sebesar 4,8%. Prediksi itu lebih tinggi dibanding perkiraan semula yang dirilis dalam outlook April sebesar 4,7%.

Begitu juga untuk perkiraan pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun 2026, yang diprediksi stagnan di angka 4,8%. Juga naik 0,1 poin persentase dibanding angka perkiraan sebelumnya.

Hanya, penting dicatat, meski ada kenaikan proyeksi, apabila perkiraan terbaru IMF itu terealisasi, maka Indonesia akan mencatat pertumbuhan terendah sejak 2009 di luar periode pandemi Covid-19 yang memicu resesi pada 2020-2021.

Sebagai gambaran, pada tahun 2009 silam, PDB Indonesia terjungkal dengan pertumbuhan cuma 4,71%, salah satunya karena terdampak krisis finansial global pada 2008 yang berepisentrum di Amerika Serikat.

Pertumbuhan ekonomi global menurut IMF. (Sumber: Bloomberg)

Sementara pada periode pagebluk Covid-19, PDB RI terkontraksi 2% pada 2020 dan tumbuh 3,74% pada 2021, sebelum kembali ke kisaran 5% pada 2022-2024.

Meski dampak kebijakan tarif AS tidak bisa diremehkan terhadap prospek ekonomi Indonesia keseluruhan, sejatinya Indonesia sudah mengindikasikan pelemahan sejak sebelum tarif Trump diumumkan.

Dibanding negara-negara tetangga di mana sumbangan ekspor mereka lebih dominan terhadap PDB, perekonomian Indonesia lebih disokong oleh konsumsi domestik.

Kinerja konsumsi domestik beberapa tahun ini cenderung lesu dan masih tak mampu kembali ke level sebelum pandemi menggebuk. Data-data terakhir yang dirilis, seperti penjualan ritel, laju pertumbuhan kredit, perkembangan uang beredar, keyakinan konsumen, aktivitas manufaktur, kondisi keuangan konsumen, kesemuanya menunjukkan pelemahan.

Beberapa indikator bahkan ambles ke zona kontraksi atau pesimistis, seperti aktivitas manufaktur yang terkontraksi selama tiga bulan beruntun, juga indeks ketersediaan lapangan kerja yang terburuk sejak 2022.

Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson dalam kajian riset terbaru, memperkirakan, kondisi terburuk yang harus dihadapi oleh Indonesia belum sepenuhnya terjadi.

“Kami perkirakan efek tarif AS baru akan dirasakan oleh Indonesia pada separuh kedua tahun ini dan semester 1-2026,” katanya.

Pada kuartal 1-2025, PDB Indonesia melambat dengan pertumbuhan cuma 4,87% akibat kelesuan belanja modal yang hanya naik 2,12% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara mesin utama ekonomi yakni konsumsi, juga melambat dengan laju cuma 4,89%.

Indikator aktivitas ekonomi RI menunjukkan gejala pelemahan yang substansial (Bloomberg Economics)

Perlu Stimulus

Konsumsi rumah tangga akan terus terbebani dengan kondisi pasar kerja di Indonesia yang lesu. “Dalam jangka menengah dengan tarif AS yang meluas, akan semakin sulit [bagi Indonesia] menarik investasi asing langsung [berdampak] dan perluasan lapangan kerja,” kata Henderson.

Konsensus ekonom yang dihimpun oleh Bloomberg pada Juli, menghasilkan median 4,8% untuk capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Setelah itu pada 2026 dan 2027, survei Bloomberg memperkirakan PDB Indonesia akan lebih baik dengan pertumbuhan 5%.

Survei juga memuat potensi resesi terjadi di Indonesia dalam 12 bulan ke depan meningkat, mencapai 10%, berdasarkan perkiraan 7 responden.

“Meski sebagian biaya [efek dari tarif AS] mungkin diserap oleh importir AS melalui pengenaan harga yang lebih tinggi, para eksportir Indonesia diperkirakan menanggung sebagian beban berupa permintaan yang lebih lemah dan margin keuntungan yang lebih ketat. Di sektor moneter, dengan inflasi umum diproyeksikan tetap dalam kisaran target dan nilai tukar sedikit menguat, Bank Indonesia kemungkinan akan melanjutkan sikap dovish-nya untuk memacu pertumbuhan domestik,” komentar Ahmad Mobeen, Ekonom Senior dari S&P Global Market Intelligence, dilansir dari Bloomberg News.

Konsensus ekonom memperkirakan BI rate akan turun lagi hingga menyentuh 5% pada akhir kuartal IV-2025. Sementara sebagian ekonom memperkirakan masih akan ada lagi pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25-50 bps, yang akan mengantarkan BI rate ke level 4,5% akhir tahun ini.

Dalam pernyataan terakhir, Pemerintah RI mengisyaratkan akan menggeber stimulus lanjutan untuk merangsang roda perekonomian agar lebih melaju setelah pada separuh pertama tahun ini menggelontorkan beberapa insentif.

Untuk sisa tahun ini, beberapa stimulus lanjutan akan diberikan melalui program khusus dan event nasional, serta melanjutkan insentif fiskal seperti pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor transportasi dan wisata.

Di sektor investasi, dorongan akan difokuskan pada sektor perumahan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), serta program padat karya yang menyasar kelompok rentan dan menjaga lapangan kerja.

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian menilai, setelah tercapai kesepakatan dagang dengan AS, perbaikan ekonomi domestik akan menunggu langkah konkret pemerintah yang dibutuhkan.

Yaitu, percepatan belanja pemerintah serta penggelontoran insentif ekonomi. Lalu, penerbitan kangaroo bond, obligasi negara dalam denominasi dolar Australia, serta dimsum bond yaitu obligasi negara dalam denominasi yuan Tiongkok. “Untuk membantu likuiditas nasional dan keberlanjutan dari pemotongan suku bunga Bank Indonesia,” kata Fakhrul.

(Enrico N. Abdielli)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru