JAKARTA- Pemerintah pusat selama ini tidak memperhatikan kawasan perbatasan yang sudah lama dipinggirkan. Maka, sudah saatnya negara hadir menjadi pendorong bagi daerah perbatasan agar dikelola dengan baik keseimbangan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan. Hal ini disampaikan oleh Anggota Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Benny Rhamdani kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (16/6)
“Presiden Joko Widodo harus bisa menunjukan perbedaan dengan pemerintahan sebelumnya dengan memberikan perhatian khusus dan prioritas pada darah perbatasan. Kehadiran dan eksistensi negara adalah dengan membuka akses kesejahteraan daerah perbatasan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa, Komite I DPD RI serius memperhatikan wilayah perbatasan yang ‘terpinggirkan’ akibat besarnya ketimpangan antara kawasan non perbatasan dengan kawasan perbatasan. Untuk itu, Komite I DPD RI targetkan RUU tentang Pengelolaan Kawasan Perbatasan yang saat ini tengah digodok masuk menjadi salah satu usulan prolegnas prioritas tahun 2017.
“DPD RI Minta RUU Pengelolaan Kawasan Perbatasan Masuk Prolegnas 2017 Ini respon serius komite I terhadap masalah kawasan perbatasan yg sudah lama dipinggirkan, sudah saatnya negara hadir,” tegas Benny.
Sebelumnya, hal tersebut dibahas dalam Expert Meeting Komite I DPD RI yang dipimpin Wakil Ketua Komite I, Benny Rhamdani bersama sejumlah pakar yakni Prof. Dr. Idris Samego, Prof. Dr. Eddy Suratman, Prof Muchlis Hamdi, Ganewati Ph.D, Widodo MH, Bawono Kumoro M.Ikom, di Ruang Rapat Komite I, Senayan Jakarta, Senin (13/6).
Benny mengatakan pemerintah seakan tidak memperhatikan menganggap kawasan perbatasan yang sudah lama dipinggirkan. Maka, sudah saatnya negara hadir menjadi pendorong bagi daerah perbatasan agar dikelola dengan baik keseimbangan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan.
Komite I ingin segera RUU tentang Pengelolaan Kawasan Perbatasan yang di inisiasi oleh DPD agar segera rampung sehingga segera diparipurnakan di DPD.
“RUU ini di inisiasi oleh Komite I DPD untuk percepatan pembangunan wilayah perbatasan, oleh karena itu perlu aturan yg lebih komprehensif dan perlu adanya kepastian hukum, “lanjutnya.
Senator asal Sulawesi Selatan, Iqbal Parewangi menilai salah satu urgensi dari RUU ini adalah untuk meningkatkan status Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) menjadi Kementrian agar fungsinya lebih kuat dan tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan dalam mengelola perbatasan.
“Kawasan perbatasan meliputi 11 provinsi, itu sudah sepertiga dari jumlah provinsi di Indonesia, harusnya sudah bisa dibentuk kementrian khusus yang mengurus masalah perbatasan ini,” tutur Iqbal.
Senada dengan pernyataan tersebut, Senator Syarief dari Lampung juga setuju jika pemerintah menaikan status BNPP dari Badan menjadi Kementrian Khusus yang menangani masalah wilayah perbatasan. “Masih minimnya perhatian pusat ke wilayah perbatasan saya setuju untuk ditingkatkan Badan Nasional Pengelola Perbatasan menjadi Kementrian terkait,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof. Eddy Suratman yang hadir sebagai narasumber juga mengatakan pentingnya RUU Pengelolaan Kawasan Perbatasan segera dimasukan menjadi RUU dari DPD, mengingat urgensi pemerataan pembangunan di wilayah perbatasan yang mempunyai banyak sekali konflik kepentingan disana segera diselesaikan.
“Tujuan RUU Pengelolaan Wilayah Perbatasan ini untuk meningkatkan kesejahteraan kawasan perbatasan. Dengan adanya UU ini nantinya akan menjamin kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, keamanan kawasan, mengelola sumberdaya di kawasan perbatasan itu sendiri,”tutupnya. (Enrico N. Abdielli)