JAKARTA- Sudah saatnya audit independen dilakukan pada organisasi-organisasi profesi kesehatan yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Audit harus dilakukan agar pengumpulan dan penggunaan dana dari anggota profesi menjadi transparan. Hal ini disampaikan oleh Apoteker Merry Patrilinilla Chresna, S.Farm, M.Kes, Kordinator Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Kuat (KAMPAK) saat pertemuan Koalisi 17 organisasi pendukung UU Omnibus Law Kesehatan dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kementerian Kesehatan, Senin (18/4) dilaporkan Bergelora.com
Pada kesempatan ini KAMPAK sekaligus menyerahkan bukti-bukti dugaan penyalahgunaan kewenangan IAI kepada Menteri Kesehatan, Bydi Gunadi Sadikin.
“Semoga bisa menjadi bahan tambahan untuk memperkuat dasar bagi Menkes melangkah maju memperbaiki tatanan agar organisasi profesi kesehatan tidaklah tunggal,” ujarnya
KAMPAK menyatakan diri sangat mendukung menkes melakukan transformasi dibudang kesehatan.
“KAMPAK siap dibelakang menkes untuk mengawal inisiasi menkes untuk mendegradasi kekuasaan organisasi profesi, bahwa tidak boleh ada ormas (termasuk organisasi profesi) yang memiliki kekuasaan melebihi kekuasaan negara,” ujarnya.
KAMPAK berharap kedepan organisasi profesi kesehatan itu tidak tunggal sehingga para profesional kesehatan dapat memilih organisasi yang terbaik bagi dirinya
“Selayaknya ormas organisasi profesi mengurus kesejahteraan anggota dan memberikan bantuan advokasi apabila diperlukan,”.
Menurutnya registrasi dan ijin praktek adalah kewenangan pemerintah karena pemerintah yang membutuhkan untuk melayani masyarakat.
“Organisasi profesi kesehatan tidak punya hak untuk menentukan registrasi dan perijinan yang selama ini disalahgunakan untuk menekan para profesional kesehatan di Indonesia,” ujarnya.
Kesulitan Mengurus STR
Rumitnya mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) tak hanya dihadapi para dokter, apoteker juga mengalaminya. Bahkan ada yang sampai harus bayar calo untuk bisa praktik.
Apoteker Merry Patrilinilla Chresna, SFarm, MKes menceritakan bahwa para apoteker dipaksa untuk bergabung ke IAI demi mendapatkan STR. Selain dipaksa untuk bergabung, anggota juga dipungut biaya pada masa pengenalan.
“Setelah masuk maka kami harus mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan di situ, terlebih banyak unsur-unsur yang berbiaya dan kami tidak punya pilihan lain,” ujarnya,
Merry juga menilai izin praktik apoteker ‘ribet’ dan mahal. Akibatnya, banyak apoteker yang terpaksa memilih tidak menjalankan praktik.
Menurutnya, sebagian apoteker yang tidak praktik banyak yang beralih profesi seperti membuka usaha. Namun, kondisi tersebut hanya bisa dilakoni oleh orang-orang tertentu misalnya memiliki potensi atau modal lebih.
Sementara yang lainnya, tetap harus mengurus STR sebagai syarat untuk praktik. Hal tersebut lantaran mereka tidak memiliki mata pencaharian lain. Segala cara dilakukan untuk mempermudah, termasuk lewat jalur-jalur ‘ilegal’.
“Dalam prosesnya mereka meminta tolong kepada yang lain, apakah itu sesama sejawatnya atau semacam calo gitu,” ungkap Merry.
“Udah deh, ‘berani duit berapa? yang penting aku bisa praktik’. Ini kan ujung-ujungnya duit semua,” lanjutnya.
Terkait hal ini, KAMPAK menyatakan dukungan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law yang salah satu poinnya mengatur STR yang berlaku seumur hidup. (Web Warouw)
Sekolah kedokteran dan farmasi mahal setelah selesai di palak organisasi lagi ….. Piye Iki Menkes….. Apa ada target setoran ….???
Hehehe, sebagai sopir , ikutan IDI lah. Usul , SIM sopir yang ngatur calo terminal. Masa ijin praktek dokter, yang kSi ijin juga dokter. MBO CENG LIE, ga aturan ,
Siapa takut???!!!
Sbg anggota IDI Sleman saya tidak pernah sedikitpun merasa dipersulit dalam mengurus STR maupun SIP.
Tidak ada biaya yg berjuta-juta..
Yg ada hanya iuran tahunan 250rb..
Administrasi Surat Rekomendasi ga nyampe 100rb.. Itupun ga sampai 1 mgg sudah jadi..
Yg seharusnya diaudit pihak pemerintah, yg dulu ngurus SIP cukup di Dinkes, kurang 1 mgg sudah jadi. Sekarang setelah dari Dinkes harus ke OSS , jadi birokrasinya tambah panjaaaaaaang..
Sangat setuju…sebagai negara demokrasi, seharusnya pemerintah memberikan kebebasan masyarakat memilih organisasi Profesi, bila hanya satu organisasi ujung2 monopoli…profesional baru merasa dilemahkan dengan sajian regulasi yang harus dipenuhi….jo angel angel Mbah…?