PURWOREJO – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi meluncurkan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gemapatas) 2025. Acara tersebut dipimpin langsung oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dikutip Bergelora.com.di Purworejo, Jumat (8/8/2025).
Dalam sambutannya, Nusron menekankan pentingnya masyarakat untuk memasang patok tanda batas tanah.
Langkah ini dianggap sebagai upaya awal untuk menghindari konflik agraria, tumpang tindih sertifikat, dan ketidakjelasan batas lahan.
Nusron juga menyoroti masalah sertifikat lama yang diterbitkan antara tahun 1960 hingga 1997, yang tidak dilengkapi peta kadastral yang jelas. Sertifikat tersebut, yang disebut internal BPN sebagai KW 456, berpotensi tinggi menimbulkan tumpang tindih dan konflik kepemilikan.
“Di Jawa Tengah saja masih ada 2,4 juta bidang tanah dengan sertifikat model ini. Tidak ada petanya, hanya garis-garis, lokasi tidak jelas. Kalau hanya mengandalkan riwayat, lalu saksinya sudah meninggal atau disuap, bagaimana?” ungkap Nusron.
Nusron mengimbau seluruh kepala desa untuk mensosialisasikan kepada warganya agar memutakhirkan sertifikat lama mereka ke kantor BPN setempat. Ia juga mengingatkan bahwa tidak semua tanah dapat disertifikatkan, terutama tanah yang berada di kawasan hutan, sempadan sungai, dan pantai, yang merupakan milik negara.
“Jangan sampai warung-warung di sempadan sungai dikasih sertifikat. Ini yang menyebabkan banjir di mana-mana,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nusron menjelaskan bahwa hingga saat ini, dari total 190 juta hektar luas tanah Indonesia, sekitar 70 juta hektar merupakan Area Penggunaan Lain (APL) atau non-hutan.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 55,9 juta hektar sudah memiliki sertifikat, sementara 14,4 juta hektar belum disertifikatkan.
“Lha tugas kita ini menyelesaikan yang belum disertifikatkan dengan Gemapatas,” kata Nusron Wahid. (Prijo Wasono)
