Indonesia perlu segera menambah kapal kapal rumah sakit untuk bersiap menghadapi keadaan darurat kapanpun dan dimanapun juga. Widitusha Winduhiswara, Head of Strategic and Academic Development of Indonesia-Russia Youth Association (IRYA), Master Student of People’s Friendship University of Russia (RUDN), Moscow,– menuliskan kepada pembaca. (Redaksi)
Oleh: Widitusha Winduhiswara
PADA 7 Januari 2021, perusahaan pembuat kapal milik pemerintah Indonesia, PT PAL, meluncurkan kapal rumah sakit (BRS-Bantu Rumah Sakit) untuk TNI AL. Kapal tersebut diberi nama Wahidin Soedirohoesodo, dokter sekaligus pahlawan nasional yang mereformasi pendidikan Indonesia.
KRI Wahidin Soedirohoesodo menjadi kapal ketiga dalam armada TNI, yang berfungsi sebagai rumah sakit dan bantuan kemanusiaan, serta bantuan bencana alam (HADR-Humanitarian Assistance and Disaster Relief), setelah KRI Semarang (594) dan KRI Dr. Soeharso (990).
Mengapa TNI AL memutuskan untuk menambah kapal bantu rumah sakit, meski sudah memiliki 2 kapal yang serupa dalam armadanya? Mengapa TNI AL tidak membuat atau membeli kapal perang baru demi memperkuat kekuatan TNI AL? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita akan mulai dengan melihat perkembangan penggunaan kapal tipe ini.
Goodwill adalah kapal rumah sakit pertama yang dioperasikan oleh Royal Navy Inggris pada tahun 1608. Kapal tersebut digunakan untuk menampung orang sakit yang dikirim dari kapal lain. Kapal rumah sakit juga digunakan oleh Royal Navy untuk mengobati tentara-tentara yang sedang bertempur di darat.
Pada perang dunia pertama dan kedua, kapal rumah sakit digunakan dalam skala yang masif. Banyak kapal angkut sipil yang kemudian dialih fungsikan menjadi kapal rumah sakit. Pada akhir perang dunia pertama, Royal Navy memiliki 77 kapal tipe ini dalam armadanya. Banyak dari kapal tersebut digunakan pada Gallipoli Campaign, ketika kapal rumah sakit digunakan untuk mengevakuasi lebih dari 100.000 tentara yang terluka ke Mesir.
Pada perang dunia kedua, U.S Navy dan U.S Army mengoperasikan kapal rumah sakit dengan tujuan yang berbeda. Kapal rumah sakit U.S Navy memliki perlengkapan rumah sakit yang didesain untuk menerima tentara yang terluka dari medan perang dan untuk memberikan bantuan logistik bagi tim medis yang berada di garis depan pertempuran. Kapal rumah sakit U.S Army digunakan dan dilengkapi peralatan untuk mengevakuasi korban dari garis depan.
Ide untuk mengoprasikan kapal rumah sakit dalam waktu perang telah berkembang mengikuti waktu, tapi dalam aplikasinya, sangat sulit untuk mempertahankan kapal rumah sakit ini dekat dengan garis depan. Banyak dari kapal rumah sakit ini menjadi target bagi oposisi dan membebani operator yang mengoperasikan kapal tersebut dengan kehilangan sumber daya manusia maupun material. Salah satu faktor terbesar adalah kesulitan dalam pengindentifikasian kapal tersebut pada waktu konflik. Walaupun tidak dipungkiri juga terjadi penyerangan secara tidak sengaja terhadap kapal tersebut.
Sejak 1868, komunitas internasional mencari cara untuk menyamarkan/penandaan kapal-kapal yang digunakan untuk menangani korban terluka, sakit, dan korban kapal karam dengan imunitas yang formal dari ancaman, seperti penangkapan dan penghancuran.
Pada perang dunia pertama, kapal-kapal tersebut diberi warna putih pada bagian hull dan garis hijau dan menggunakan bendera kapal khusus. Upaya penandaan tersebut hanya optimal pada pertempuran jarak dekat di siang hari, namun kurang efektif pada saat kapal tersebut menjadi target pesawat bom jarak jauh ataupun kapal selam. Kondisi cuaca dan waktu (siang dan malam) dalam pertempuran juga menjadi faktor besar dalam efektifitas penandaan kapal rumah sakit tersebut. Ini mengapa banyak kapal rumah sakit yang hancur dan rusak pada saat perang dunia, salah satu alasan utamanya adalah misidentifikasi.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pihak oposisi secara sengaja menargetkan kapal-kapal rumah sakit untuk mengurangi daya lawan musuh. Maka dari itu, identifikasi sendiri tidak menjadi jaminan untuk melindungi kapal rumah sakit tersebut.
Pada tahun 1949, diadakan konferensi di Jenewa yang merevisi dan mengembangkan rezim perlindungan international bagi korban perang, meliputi perjanjian komprehensif mengenai maritim. Perlindungan formal bagi kapal rumah sakit diformulasikan pada bab lll pasal 20.
Pada masa damai, kemunculan bantuan kemanusiaan mengunakan kapal rumah sakit yang proaktif dilakukan U.S Navy. Mereka merencanakan untuk lebih proaktif dalam aksi kemanusiaan setelah bencana tsunami di laut India, dengan area yang terpengaruh meliputi negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Keterlibatan U.S Navy dalam hal ini membuat impresi positif bagi militer Amerika Serikat, dan para diplomat Amerika Serikat menawarkan program yang unik dan berarti bagi negara yang dibantunya. Hal ini membuka peluang untuk memajukan tujuan keamanan, diplomasi, dan perkembangan bagi kedua negara. Strategi pendekatan melalui kesehatan dapat menjadi entry-point untuk kerjasama yang lebih luas.
Lalu mengapa TNI memutuskan untuk membuat kapal rumah sakit (BRS) dibandingkan kapal perang? Melihat perkembangan singkat yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa faktor yang menjadikan kapal rumah sakit ini menjadi tambahan yang sangat baik bagi Indonesia.
Pertama, Indonesia setiap tahunnya selalu tertimpa bencana alam seperti gempa besar, banjir, tsunami, dsb. Yang terbaru adalah gempa Sulawesa Barat pada awal 2021. TNI AL mengerahkan KRI dr Soeharso (990) untuk bantuan kemanusiaan. Tidak hanya itu, KRI dr Soeharso juga dikerahkan menjadi kapal logistik untuk mengangkut material pembuatan pos sementara bagi korban.
Kedua, kondisi infastruktur di Indonesia. Banyak warga Indonesia yang masih tinggal di daerah yang terpencil. Bagi mereka, akses kesehatan sulit untuk dijangkau melihat kurangnya infastruktur di daerah mereka. Warga tersebut memiliki life expectancy yang rendah dibandingkan warga yang tinggal di pulau-pulau besar. Banyak juga terdapat kasus orang yang membutuhkan bantuan medis harus menempuh perjalanan panjang menggunakan kapal boat tanpa dilengkapi peralatan medis.
Ketiga, Naval Diplomacy, merupakan salah satu misi TNI AL untuk melakukan bantuan kemanusiaan di luar perairan laut Indonesia, bermanfaat bagi Indonesia untuk lebih terlibat di arena International. Salah satu naval diplomacy yang terkenal dilakukan oleh TNI AL adalah ketika TNI AL mengirimkan kapal rumah sakitnya ke Timor Leste. Hal tersebut dianggap sukses, melihat tumbuhnya respect dan kepercayaan antara kedua negara.
Keempat, pada skenario ketika Indonesia terlibat perang dengan negara lain, TNI dapat menggunakan kapal rumah sakit tersebut untuk mengangkut korban perang dari garis depan ke tempat yang lebih aman. Dilihat dari geografinya, Indonesia memiliki banyak pulau yang tidak tersambung dengan pulau lainnya, di sinilah mobilitas Bantu Rumah Sakit akan dibutuhkan.
Singkatnya, KRI Wahidin Soediro Hoesodo merupakan tambahan yang sangat baik bagi TNI AL. Tidak hanya dapat digunakan pada saat perang, kapal BRS ini pun dapat digunakan pada saat damai. Penambahan kapal tipe ini pun akan sangat dibutuhkan apabila Indonesia memilih untuk lebih terlibat dan prestigious di mata domestik maupun international.