Rabu, 26 November 2025

BIAR MK PUTUSKAN NANTI..! KUHAP Baru, Pasal Pemblokiran Jadi Polemik Pihak DPR vs Koalisi Sipil

JAKARTA – KUHAP versi terbaru telah mengatur soal pemblokiran rekening hingga akun media sosial. DPR versus Koalisi Masyarakat Sipil berbeda pandangan soal pasal ini. KUHAP termutakhir telah disahkan oleh rapat paripurna DPR pada Selasa (18/11/2025).

KUHAP terbaru itu disahkan usai dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP di Komisi III DPR, dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.

Polemik mengemuka soal pasal-pasal di dalamnya, termasuk soal pemblokiran.

Bunyi pasal Dalam KUHAP versi lama (UU Nomor 8 Tahun 1981), tidak ada pasal yang mengatur mengenai pemblokiran.

Dalam KUHAP terbaru, pemblokiran didefinisikan sebagai tindakan untuk mencegah sementara waktu terhadap akses penggnaan bermacam-macam jenis hal, mulai dari pemindahan harta, bukti kepemilikan, transaksi perbankan, akun medsos, informasi elektronik, dokumen elektronik, hingga produk administratif.

Selanjutnya, ada bagian khusus soal pemblokiran dalam KUHAP terbaru, yakni pada bagian kesembilan, pasal 140.

Kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (22/11) dilaporkan berikut bunyinya Pasal 140:

(1) Pemblokiran dapat dilakukan oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim. 

(2) Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin ketua pengadilan negeri.

(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi lengkap mengenai alasan perlunya dilakukan pemblokiran minimal meliputi: a. uraian tindak pidana yang sedang diproses; b. dasar atau fakta yang menunjukkan objek yang akan diblokir memiliki relevansi dengan tindak pidana yang sedang diproses dan sumber perolehan dasar atau fakta tersebut; dan c. bentuk dan tujuan Pemblokiran yang akan dilakukan terhadap masing-masing objek yang akan diblokir.

(4) Ketua pengadilan negeri wajib meneliti secara cermat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak permohonan izin diajukan.

(5) Ketua pengadilan negeri dapat meminta informasi tambahan dari Penyidik mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(6) Pemblokiran hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali untuk jangka waktu 6 (enam) Bulan.

(7) Dalam keadaan mendesak, Pemblokiran dapat dilaksanakan tanpa izin ketua pengadilan negeri. 

(8) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat( 7) meliputi: a. potensi dialihkannya harta kekayaan; b. adanya tindak pidana terkait informasi dan transaksi elektronik; c. telah terjadi permufakatan dalam tindak pidana terorganisasi; dan/atau d. situasi berdasarkan penilaian Penyidik.

(9) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Penyidik dalam jangka waktu paling lama 2×24 (dua kali dua puluh empat) jam meminta persetujuan kepada ketua pengadilan negeri setelah dilakukan Pemblokiran.

(10) Ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 2×24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah Penyidik meminta persetujuan Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) mengeluarkan penetapan.

(11) Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), penolakan harus disertai dengan alasan.

(12) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) mengakibatkan Pemblokiran wajib dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.

(13) Dalam hal perkara dihentikan pada tahap Penyidikan, Penuntutan, atau berdasarkan putusan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan Tersangka, Pemblokiran harus dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.

Pihak DPR Jamin Blokir Diatur Ketat

Pihak DPR melalui Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjamin bahwa aturan soal pemblokiran dan bentuk upaya paksa lainnya diatur lebih ketat di KUHAP versi terbaru ini.

“Pemblokiran, Pasal 140, dilakukan harus dengan izin ketua pengadilan. Jadi enggak benar ya apa namanya kalau tanpa izin ya,” kata Habiburokhman saat jumpa pers di Gedung DPR, Rabu (19/11/2025).

Pemblokiran dan upaya paksa lainnya tidak dapat dilakukan hanya berdasar subjektivitas aparat.

“Jadi pengaturan soal penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran ini jauh lebih baik di KUHAP baru daripada di KUHAP Lama,” kata politikus Partai Gerindra ini.

Koalisi Sipil Soroti Kerentanan Penyalahgunaan

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai Pasal 140 itu mengandung celah penyalahgunaan subjektivitas aparat untuk melakukan pemblokiran, terlepas dari izin pengadilan.

“Perlu ditegaskan bahwa izin hakim tersebut dapat dikecualikan dan pengecualian tersebut bersifat sangat rentan untuk disalahgunakan secara subjektif,” kata Koalisi melalui siaran pers, Rabu (19/11/2025).

Celah itu ada pada ayat (7) dan (8) yang mengatur bahwa pemblokiran tanpa izin ketua pengadilan dapat dilakukan dalam keadaan mendesak.

“Yang paling rentan disalahgunakan adalah alasan pemblokiran tanpa izin pengadilan berdasarkan ‘situasi berdasarkan penilaian Penyidik’,” kata Koalisi.

Ada syarat-syarat ‘keadan mendesak’ sebagaimana diatur di ayat (8), namun menurut Koalisi, syarat itu bersifat pilihan dan tidak wajib dipenuhi seluruhnya.

“Syarat tersebut juga alternatif, yang artinya sesederhana bahwa tanpa perlu melihat alasan-alasan yang lain, cukup dengan alasan adanya ‘penilaian penyidik’ maka sudah bisa menjadi dasar untuk pemblokiran tanpa izin pengadilan,” kata Koalisi. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru