JAKARTA – Perdagangan di antara negara-negara anggota BRICS saat ini dilaporkan didominasi oleh mata uang lokal.
Dikutip Bergelora.com dari Watcher Guru, Rabu (30/7/2025), 50 persen dari perdagangan BRICS dilakukan lewat mata uang Yuan (China) dan tidak lagi memakai dollar AS.
Berdasarkan laporan dari Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF), BRICS saat ini menggunakan beberapa mata uang nasional untuk menghindari dollar AS dalam penyelesaian perdagangan lintas batas.
Hal ini membuat dollar AS semakin jarang digunakan di pasar global seiring dengan kemajuan agenda dedolarisasi blok ekonomi negara-negara berkembang tersebut.
China sendiri sudah mendorong penggunaan Yuan daripada dollar AS untuk perdagangan dengan negara-negara anggota BRICS. Sementara itu, 80 persen dari semua transaksi perdagangan dengan Rusia dilakukan dalam mata uang nasional seperti Yuan dan Rubel (Rusia).
Bahkan, Rusia dan India menggunakan Rupee dan Rubel untuk transaksi minyak mentah sebelum Presiden AS Donald Trump menjabat kembali pada pertengahan Januari 2025.
Atas langkah tersebut, India dilaporkan menghemat lebih dari 7 miliar dollar AS untuk perdagangan minyak dengan Rusia.
Namun, meskipun perdagangan ini terdengar besar dalam lingkup ekonomi mikro, gambaran yang lebih besar sangat berbeda dalam perspektif ekonomi makro.
Meskipun Yuan digunakan untuk 50 persen dari seluruh transaksi intra-BRICS, mata uang China itu hanya menyumbang 2 persen dalam pembayaran global.
Di sisi lain, dollar AS menguasai 88 persen dari seluruh transaksi dan penyelesaian valuta asing.
Ada perbedaan yang sangat besar antara keduanya, dan Yuan saat ini sama sekali tidak mampu menandingi dollar AS.
Sehingga masih ada pandangan bahwa China hanya menggunakan organisasi BRICS sebagai instrumen untuk menggoyahkan dominasi dollar AS di pasar global.
Sementara itu, Rusia dan Iran mengikuti jejak China untuk melindungi ekonomi mereka dari sanksi Gedung Putih. Di sisi lain, negara-negara anggota BRICS lainnya telah mulai menggunakan dollar AS untuk transaksi karena khawatir akan tarif dan perang dagang Trump.
India khususnya telah mengeluarkan beberapa pernyataan yang menentang dedolarisasi dan secara terbuka mendukung penggunaan dollar AS untuk perdagangan dan penyelesaian pembayaran. (Web Warouw)