JAKARTA – Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) A Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menegaskan pemerintah akan melarang penggunaan barang impor dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan kegiatan Badan Gizi Nasional (BGN).
Cak Imin mengatakan, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menggerakkan ekonomi lokal serta memperkuat kemandirian nasional di tengah tekanan ekonomi global dan ketergantungan terhadap produk luar negeri.
“Di tengah berbagai tantangan yang tidak mudah, terutama pengaruh ekonomi global, persaingan antarnegara, ini persaingan yang nyata-nyata dihadapi kita. Kita sangat bergantung pada barang, produk-produk dari China,” ujar Cak Imin, Bandung dikutip Bergelora.com di Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Ia mengatakan, ketergantungan terhadap bahan baku impor menjadi salah satu hambatan utama dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional.
“Kita sangat bergantung pada berbagai bahan baku, tepung, dan berbagai proses ekonomi kita yang masih bergantung dari negara lain, di tengah upaya kita memenuhi kebutuhan sendiri, di tengah perintah dan harapan kita semua dari Pak Presiden agar kita mandiri di atas kaki sendiri,” kata dia.
Sebagai salah satu pengawas BGN yang baru saja ditunjuk Presiden, Cak Imin menyampaikan komitmen untuk memastikan seluruh kebutuhan program MBG bersumber dari produksi dalam negeri.
“Saya minta BGN tidak lagi ada satu item pun barang yang impor,” tegas dia.
Ia menekankan, seluruh kebutuhan dalam program MBG dan kegiatan BGN, baik bahan pangan maupun peralatan pendukung, harus mengandalkan produk dalam negeri.
“Semua kebutuhan BGN dan MBG hendaknya betul-betul mengandalkan produksi dalam negeri,” ujar dia.
Cak Imin menyebut, pada tahap selanjutnya, pemerintah akan memastikan seluruh pasokan kebutuhan MBG berasal dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Karena itu, terutama semua aspek baik peralatan maupun produksi pangan, nanti tahap yang kedua, seluruh kebutuhan dipasok dari UMKM,” tutur Cak Imin.
Dorong Geliat Ekonomi Lokal
Cak Imin menegaskan bahwa penguatan ekonomi nasional tidak hanya bergantung pada kebijakan fiskal dan industri besar, tetapi juga pada semangat gotong royong dan pemberdayaan pelaku usaha kecil di desa.
Menurut Cak Imin, semangat gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia merupakan fondasi utama dalam mendorong kebijakan ekonomi berbasis keadilan sosial.
“Salah satu yang mengokohkan adalah semangat gotong royong bahu-membahu yang tidak pernah surut di Tanah Air kita, alhamdulillah,” ujar Cak Imin.
“Semangat inilah yang senantiasa mendorong berbagai kebijakan yang benar-benar didasarkan kepada kebutuhan pokok yang paling dasar, yaitu lapisan bawah yang paling membutuhkan,” tambah dia.
Ia mencontohkan, program MBG yang tengah dijalankan pemerintah merupakan salah satu bentuk nyata kebijakan yang tidak hanya menyehatkan masyarakat, tetapi juga menumbuhkan ekonomi desa.
“MBG terus menerus akan diupayakan bagaimana ekonomi desa tumbuh. Tidak menjadi korban dari berbagai perkembangan ekonomi, tetapi justru menjadi aktor solusi, seperti nanti pada akhirnya koperasi desa juga menjadi harapan kita,” kata Cak Imin.
Ia menekankan pentingnya transformasi ekonomi yang menyeluruh untuk mengatasi kemiskinan dan memperkuat struktur ekonomi rakyat.
“Oleh karena itu, transformasi yang menjadi kebutuhan kita bersama-sama untuk mengatasi berbagai persoalan terutama kemiskinan harus terus kita dorong, baik melalui keputusan berbagai pelaksanaan anggaran negara maupun solidaritas dari berbagai pihak di dalam menanggulangi kemiskinan,” ujar dia.
Cak Imin juga mengingatkan bahwa seluruh alokasi APBN dan APBD harus benar-benar berpihak kepada rakyat kecil. Dia mengatakan, anggaran baik APBN maupun APBD, haruslah diprioritaskan untuk sebesar-besarnya kepentingan dan kemakmuran rakyat.
“Oleh karena itu evaluasi terus menerus kita lakukan, salah satunya segala bentuk gotong royong dan kerja sama serta bantuan harus benar-benar tepat sasaran sesuai dengan yang dibutuhkan,” ungkap dia.
“Tidak menggunakan pengusaha besar. Ini supaya ekosistem ekonomi tumbuh. Jadi tahap kedua nanti kalau sudah mulai stabil, jangan lagi menggunakan barang-barang di luar UMKM dan koperasi.
Pertama seluruh item kebutuhan BGN tidak boleh impor. Item yang kedua, optimalkan ekosistem UMKM dan koperasi,” tegas dia.
Bisa Lepas Dari Impor Tapi Butuh Waktu
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai, sangat sulit Indonesia untuk lepas dari impor. Hal ini lantaran infrastruktur yang masih belum tercukupi. Dia mencontohkan persoalan impor susu, di mana untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, pemerintah harus investasi pada sapi perah.Tentu hal ini bukan perkara mudah, karena butuh waktu dan biaya yang tidak murah.
“Berat dan sulit itu agar tidak impor, kan kita itu blum siap. Misalnya, susu itu tidak mungkin, tapi bisa saja dipenuhi dalam negeri tapi susah, butuh waktu, dan dana,” kata Trubus,
Dia mengatakan, jika kebijakan tersebut untuk jangka panjang, mungkin bisa dilakukan. Misalnya untuk periode 5 tahun ke depan.
“Kalau untuk jangka panjang mungkin bisa, tapi persiapannya cukup panjang, mungkin 5 tahun ke depan baru bisa. (kebijakan seperti itu) terlalu berlebihan, dan sulit untuk diterima, bahkan ompreng MBG saja masih impor,” ungkap Trubus.
BGN Fokus Menggunakan Produk Lokal
Kepala BGN Dadan Hindayana menegaskan bahwa pihaknya fokus untuk menggunakan produk dalam negeri dalam program MBG.
“Itu juga kebijakan Pak Menteri Pertanian. Kebijakan impor bukan di BGN. BGN fokus menggunakan produk-produk lokal,” kata Dadan.
Ketika ditanya apakah susu dalam MBG masih impor, Dadan menegaskan bahwa pihaknya tidak mewajibkan susu di daerah yang tidak ada sapi perahnya.
“Susu tidak diwajibkan di SPPG yang di daerahnya tidak ada sapi perah,” tegas Dadan.
Sementara itu, untuk pemenuhan ompreng atau foodtray, Dadan mengatakan, sudah ada produksi dalam negeri yang bisa diserap, dan mulai mencukupi.
“Produksi dalam negeri saat ini mulai mencukupi,” tegas Dadan.
Susu Masih Impor
Sebelumnya, BGN melalui Tim Pakar Bidang Susu menyatakan, sejak 1998 hingga saat ini, produksi susu segar dalam negeri baru mencukupi 20 persen kebutuhan nasional.
Sehingga mau tak mau untuk mencukupi kebutuhan susu masih harus impor.
“Produksi susu segar kita kurang dari 1 juta ton per tahun,” kata Kepala Tim Pakar Susu BGN Epi Taufik, beberapa waktu lalu.
“Sehingga untuk menutupi kebutuhan susu regular di dalam negeri sebelum ada MBG saja harus impor 80 persen. Dengan adanya tambahan kebutuhan susu MGB, maka ketersediaan susu segar dalam negeri semakin berkurang,” tambah dia.
Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan ketersedian susu segar dalam negeri yang ada saat ini, untuk memenuhi kebutuhan susu regular dan MBG agar tidak meningkatkan impor yang sudah tinggi, ditambah lagi dengan perintah Presiden agar bahan baku MBG wajib menyerap bahan baku lokal, maka kandungan susu segar dalam MBG diawali dengan minimum 20 persen tetapi dengan kandungan gizi setara susu segar.
“Kandungan susu segar dalam susu MBG ini akan ditingkatkan secara bertahap mengikuti ketersediaan produksi susu segar dalam negeri yang dihasilkan oleh para peternak sapi perah dalam negeri,” tambah dia. (Enrico N. Abdielli)

