JAKARTA- Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa perlu ungkap endapan dana di setiap kementerian dan lembaga, jangan hanya endapan dana daerah. Agar semua menjadi transparan dan bisa cepat ditelusuri penyelewengan dan kebocoran bukan hanya pada pemerintahan daerah tapi juga pemerintahan pusat.
“Dan yang terpenting adalah perlu segera ada sistim yang bisa segera menutupi potensi kebocoran di pusat dan daerah secara sistimatis dan permanen,” demikian founder Indonesia Policy Review (IPR), Ir. Aliza Gunado kepada pers di Jakarta, Jumat (24/10).
Menurutnya persoalan endapan dana di daerah diberbagai daerah tidak terlepas dari pelaksanaan pemerintahan yang bersih secara nasional.
“Dan kebijakan pusat untuk membatasi Transfer Dana Ke Daerah (TKD) adalah preventif untuk meminimalisir kebocoran,” ujarnya.
Membangun Produksi Nasional
Namun menurutnya Menkeu Purbaya perlu segera mengungkap endapan dana di setiap Kementerian dan Lembaga agar menjadi transparan.
Kebijakan pusat untuk memotong alokasi anggaran di setiap Kementerian dan Lembaga demi efisiensi juga sudah tepat agar bisa mengendalikan pengeluaran sehingga tidak terjadi lagi kebocoran di kementerian dan lembaga.
Namun menurutnya Menteri Keuangan juga perlu melakukan relokasi anggaran ratusan triliun hasil efisiensi dari pusat dan daerah itu untuk segera membangun produksi nasional, tidak hanya menghabiskan dana untuk konsumsi,” ujarnya.
Gerakan produksi nasional menurutnya perlu digalakkan oleh pemerintah dari sektor industri kecil sampai industri besar.
Menurutnya, relokasi anggaran efisiensi mayoritas harus bisa memperbesar produksi UMKM dan menciptakan industri besar yang akan menjadi poros Industri Nasional yang menjadi cita-cita bersama.
Road Map Industri Nasional
Kebijakan relokasi dana mengendap 200 Triliun ke bank Himbara menurutnya sudah tepat, hanya saja harus dipastikan dana tersebut dipinjamkan untuk membangun industri dari UMKM sampai Industri besar.
“Jangan lagi dana tersebut dipakai untuk beli dollar atau surat berharga atau habis untuk konsumsi,” tegasnya.
“Untuk itu Kementerian Industri harus.memiliki roadmap Industri Nasional yang akan dipakai di setiap daerah. BUMD harus dibersihkan dari korupsi dan menjadi tulang-punggung pembangunan industri di daerah,” ujarnya.
Sehingga menurutnya, pemerintah pusat maupun daerah menurutnya tidak hanya mengandalkan eksploitasi sumberdaya alam tanpa memikirkan membangun produksi hilirisasi yang bisa membawa manfaat bagi masyarakat setempat.
Ia mengingatkan bahwa polemik antara pusat dan daerha soal dana tramsfer daeeah haus menjadi evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh dari pusat dan daerah.
Perlu diketahui menurutnya bahwa dana bagi hasil (DBH) yang di terima daerah selama ini tidak sebanding dengan eksploitasi sumberdaya alam (SDA) di daerah. Masyarakat di daerahpun tidak merasakan manfaat dari eksploitas SDA dan lebih banyak terpapar oleh dampak dari eksploitasi SDA.
“Keuntungan dari eksploitasi terbesar diambil oleh pihak perusahaan, pemerintah pusat, dan DBH habis dikorup.pemerintah daerah, Rakyat yang menerima ekses dari semua itu,” paparnya.
Investigasi Dana Rp234 T Mengendap Di Daerah
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan investigasi duit pemerintah daerah ( pemda ) Rp234 triliun yang tersimpan di bank bakal membuka siapa pihak bermain bunga deposito.
Purbaya menyebut masalah itu memang bukan ranah Kementerian Keuangan. Namun, ia mengingatkan pihak-pihak yang bermain akan segera terungkap dalam investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Saya enggak tahu, itu urusan mereka (pemda). Nanti yang investigasi bukan saya kan. Enggak (bukan Kemenkeu), enggak ada urusan, mungkin BPK (yang menginvestigasi),” ungkapnya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10)
“Biasanya kan setiap pemda ada auditnya kan? Mungkin tahun-tahun kemarin lepas dari BPK itu, tapi kan mereka (BPK) akan lihat juga pada waktu uangnya (pemda) lebih ditaruhnya di mana, bunganya seperti apa, masuk akal apa enggak,” jelas Purbaya.
Ia menceritakan proses audit yang pernah dirasakan ketika dirinya menjabat sebagai ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Purbaya juga dihubungi BPK untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkan penempatan dana tersebut.
Anak buah Presiden Prabowo Subianto itu mengatakan LPS di bawah kepemimpinannya kala itu juga menyimpan uang di rekening giro.
Namun, simpanan itu serasa deposito karena bunganya lebih tinggi dari rekening giro biasa.
“Begitu ada beberapa rekening, satu bank dengan bank yang lain berbeda, kita dipanggil (BPK) untuk menjelaskan kenapa beda. Kalau enggak bisa menjelaskan, ya dianggap merugikan negara, kira-kira begitu. Jadi, pemda juga ada risiko itu kalau enggak hati-hati me-manage uangnya,” wanti-wanti Purbaya.
Sang Bendahara Negara sebelumnya mengutip data Bank Indonesia (BI), di mana duit pemda senilai Rp234 triliun ternyata menganggur di perbankan per September 2025.
Temuan itu dibantah beberapa kepala daerah, mulai dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi hingga Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution.
Menurutnya, endapan dana pemda di bank cukup mengganggu perekonomian. Uang yang seharusnya digunakan untuk menggerakkan perekonomian itu malah ditempatkan di bank hanya demi mendapatkan bunga.
“Pemerintah pusat, akan kita investigasi itu kenapa deposito segitu banyak. Pemerintah (pemda) kan tugasnya bukan mengumpulkan bunga dari tabungan, tugas kita adalah membangun dan memastikan uang yang kita peroleh berdampak ke perekonomian,” tegasnya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (20/10).
Berdasarkan data BI yang dirilis 15 Oktober 2025, berikut pemda dengan simpanan tertinggi di bank per September 2025:
1. Provinsi DKI Jakarta – Rp14,68 triliun
2. Provinsi Jawa Timur – Rp6,84 triliun
3. Kota Banjarbaru – Rp5,17 triliun
4. Provinsi Kalimantan Utara – Rp4,71 triliun
5. Provinsi Jawa Barat – Rp4,17 triliun
6. Kabupaten Bojonegoro – Rp3,61 triliun
7. Kabupaten Kutai Barat – Rp3,21 triliun
8. Provinsi Sumatera Utara – Rp3,11 triliun
9. Kabupaten Kepulauan Talaud – Rp2,62 triliun
10. Kabupaten Mimika – Rp2,49 triliun
11. Kabupaten Badung – Rp2,27 triliun
12. Kabupaten Tanah Bumbu – Rp2,11 triliun
13. Provinsi Bangka Belitung – Rp2,10 triliun
14. Provinsi Jawa Tengah – Rp1,99 triliun
15. Kabupaten Balangan – Rp1,86 triliun.
Indonesia Policy Review (IPR)
Indonesia Policy Review (IPR), adalah lembaga kajian strategis yamg menyoroti berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat. (Web Warouw)

