Rabu, 27 September 2023

Bukti Nyata Amburadul Amandemen UUD 1945

Oleh: Toga Tambunan *

MENJELANG mau tidur tadi malam 28 Mei 2023 melintas caption twitter atau instagram SBY di Metro TV yang menyatakan pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos politik. SBY dengan cuitan itu mempertanyakan letak penggunaan sistem proporsional terbuka yang bertentangan dengan konstitusi. Artinya, dalam benak SBY penggunaan sistem proporsional terbuka itu konstitusional tidak bertentangan dengan konstitusi.

“Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar,” kata dia.

Otomatis reaksiku pertama mempertanyakan, lho Keputusan MK diketahui SBY sebelum diumumkan resmi oleh otoritas instansi MK. Jika benar isu SBY itu, kok bisa begitu? Informasi MK bocor?

Pagi ini makin tegas kubaca di medos mengaitkan Denny Indrayana yang mengalirkan isu tersebut. Kok bisa?

Bukankah kejadian begitu perbuatan pidana? Apakah, bermotif agar timbul kegaduhan opini masyarakat, apalagi via captionnya oleh orang bukan dukun sedang semadi yang berdiam di lubang gua Pacitan, melainkan mantan presiden RI yang berasal dari Pacitan yang mendiami rumah yang diberikan negara, menghargai dan menghormatinya selaku mantan presiden.

Kepolisian RI wajib mengusut kejadian bocornya keputusan sidang MK tersebut. Siapa pun yang terlibat entah mantan wakil menteri atau mantan presiden sekalipun wajib diperkarakan dan diseret ke pengadilan.

Bukankah mengedarkan berita tentang keputusan MK yang masih tersimpan di laptop bersengaja mengacau keutuhan badan, mekanisme dan prosedur fungsi MK yang ditetapkan Undang-undang?

Memang berselang beberapa bulan ini MK membahas pilihan sistim terbuka atau sistim tertutup yang untuk pemilu 2024, berhubung Undang-undang pemilu 20024 yang uji materilnya terhadap UUD 45 Amandemen, diajukan oleh Demas Brian Wicaksono dan seingatku 5 pemohon lainnya.

Bersamaan waktu saja, tanpa tahu siapa Demas Brian Wicaksono dkk, pemohon uji materi sistim terbuka atau tertutup itu, pun bergelora.com telah mengekspose kandungan materi tersebut. Yakni terbitan bergelora.com 1 Maret 2023 ” KOQ INGKARI UUD?” dan 8 Maret 2023 ” Ketika Putusan PN Jakpus Menantang UU Pemilu Yang Melanggar UUD Amandemen”

SBY dan Denny Indralaya pastilah mata nyalang melihat pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan ada 11 prinsip penyelenggara pemilu, yaitu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien, yang juga jadi azas pemilu serentak 2024.

Apakah SBY dan Denny Indrayana mata butek terhadap pasal 1
maupun pasal 22 dan khususnya pasal 22 E UUD 1945 Amandemen, yang samasekali tidak memuat sistim proporsional terbuka ? Pasal 22E tersebut berbunyi :
“Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali” .

Untuk terselenggara pemilu itu memang UUD 1945 Amandemen mengamanatkan anggota DPR dan DPD yang menjadi anggota MPR dipilih melalui pemilihan umum dan diatur undangundang. Artinya DPR menetapkan UU Penyelenggaraan Pemilu.

Setiap undang undang ditetapkan sebatas melaksanakan dan tidak berkuasa melampaui bunyi UUD (sekalipun Amandemen), yakni terhadap ketetapan pasal 22E ayat 1 yang disebut diatas: perihal proporsional terbuka. Pasal itu ternyata tidak terdapat proporsional terbuka maka justru undangundang pemilu tersebut sebenarnya status inskonstitusional.

Pandangan konstitusi amandemen terhadap undang-undang pemilu itulah yang diungkap dua tulisan di bergelora.com dimaksud.

Seandainya UUD 1945 Amandemen itu tidak mematok ketetapannya hal teknis begitu rupa, melainkan tetap berupa dasar penentu membuat teknis, seperti bunyi aslinya pasal 19 ayat 1 UUD 1945 (bukan Amandemen) yaitu Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.”

Itulah sebabnya Undang undang pemilu no 7 /1953 diterbitkan untuk pengatur penyelengaraan pemilu 1955, berdasar pasal 35 UUDSementara 1950 berbunyi:

“kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa, kemauan ini
dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang, rahasia ataupun menurut cara yang menjamin kebebasan mengeluarkan suara”

Pasal ini memerintahkan dilaksanakan pemilihan umum dalam waktu-waktu tertentu). Dengan pedoman tanpa tehnis itulah, UU 7/1953 tentang’ pemilu bisa menetapkan tehnis proporsional,– kombinasi terbuka dan tertutup. Terbuka untuk caleg individu yang disebut namanya dalam lembaran caleg dan tertutup untuk parpol yang lambang parpol ter tercantum dalam lembaran caleg didampingi nama dan urutan nama calegnya

Tehnis pemilu terbuka itu menang sangat besar manfaatnya untuk transparansi, namun sekaligus bangkitkan resiko bahaya teramat mengerikan. Berhubung dikreasi main adu lempar uang menghancurkan hati nurani pencoblos di bilik suara yang mematikan kedaulatan rakyat/demokrasi.

Tehnis tertutup itu banyak baiknya, yang mencegah hati nurani rakyat dibius uang operasi subuh seperti sudah terjadi berkali-kali. Namun tehnis itu mengesahkan pucuk pimpinan parpol jadi berkorespondensi raja terhadap caleg parpolnya.

Kearifan menyusun undang undang pemilu no 7/1953 oleh para politikus pergerakan & pejuang dan penjungjung kemerdekaan proklamasi 1945, yang merumuskan tehnis proporsional kombinasi terbuka & tertutup, hendaknya diteladani atau jadi acuan berpikir politik mengenai pemilu.

Pemilu berjalan lancar paling demokratis, lebih 90% pemilih terdaftar menggunakan hak pilihnya. Biaya relatif kecil. Panitia pusat seingatku terdiri dari 7 – 9 anggota, di tingkat daerah terdiri dari 5 – 7 anggota dan pelaku penyelenggara di tempat pencoblosan terdiri 3 orang saja. Luarbiasa!

Para politikus itu mayoritas negarawan sekalipun mengatasi rongrongan dihunjam politik westernisasi yang berkeras paksa maunya.

UUD 1945 Amandemen inilah pangkal runyamnya pemilu Indonesia dewasa ini.

Para politikus era Soeharto jilid 1 terutama para anggota DPR saat mengandemen UUD 45 yang diketuai Akbar Tanjung bersamaan saat itu Ketua MPR dijabat Amien Rais, wajib dituntut tanggung jawabnya yang amburadulkan UUD 1945. Begitu pula terhadap para politisi yang sampai sekarang menjunjung berlakunya UUD 1945 Amandemen, layak dituntut tanggung jawab politiknya membiarkan NKRI tanpa haluan negara, membiarkan Undang-undang tidak selaras Konstitusi, membiarkan Pancasila hanya jargon, membiarkan korupsi beranak pinak.

Terkait cuitan SBY tentang keputusan MK mengembalikan penyelenggaraan pemilu secara tertutup, haruslah SBY dan Denny Indraprayana tinjau masalah itu sebagai akibat amandemen UUD 1945 yang tempohari dijungjungnya saat berkuasa executif.

Merumuskan ulang sehingga selaras aspirasi warga maka saatnya pembahasan menghapus UUD 1945 Amandemen itu!

Bekasi, 29 Mei 2023

*Penulis, Toga Tambunan pengamat sosial politik

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,554PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru