JAKARTA – Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014 Hanung Budya Yuktyanta mengaku menghapus klausul pembagian (share) kepemilikan aset dalam pengadaan penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) karena permintaan dan arahan dari Mohamad Riza Chalid.
Hal ini terungkap saat jaksa penuntut umum (JPU) membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Hanung dalam sidang kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Hanung dihadirkan sebagai saksi dalam untuk terdakwa Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang juga anak Riza Chalid.
“Apakah fakta ini ada permintaan dari Irawan Prakoso untuk menghilangkan klausa kepemilikan aset ini ada ya?” tanya jaksa Triyana Setia Putra, membacakan BAP Hanung dalam sidang, Senin.
Hanung membenarkan bahwa klausul share asset atau kepemilikan aset dihilangkan dalam perjanjian kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak. Jika klausul ini tidak dihilangkan, Terminal BBM Merak yang saat ini telah disita oleh Kejaksaan Agung seharusnya sudah menjadi milik PT Pertamina ketika perjanjian kerja sama dengan PT Orbit Terminal Merak (PT OTM) sudah habis.
Namun, karena klausul share asset ini dihilangkan dari perjanjian kerja sama, Terminal BBM Merak menjadi milik PT OTM.
Dalam sidang, jaksa sempat membacakan BAP lengkap terkait permintaan Mohamad Riza Chalid untuk menghapus klausul share asset.
Permintaan ini disampaikan Riza melalui Irawan Prakoso.
“Sebelum perjanjian ditandatangani, yaitu bulan Agustus 2014, pada saat makan siang berdua, saya dan Irawan Prakoso di Hotel Nikko Jalan Thamrin samping Wisma Nusantara, saudara Irawan Prakoso selaku utusan Mohamad Riza Chalid dalam kegiatan perencanaan storage Merak mengatakan kepada saya, sudah yang itu tidak usah ditambah-tambah lagi,” kata jaksa Triyana Setia Putra, membacakan BAP Hanung dalam sidang.
“Maksudnya yang itu, yaitu bahwa dalam perjanjian terhadap jasa penerimaan, penyimpanan, penyerahan BBM yang saya tandatangani mewakili Pertamina agar tidak ditambahkan lagi klausa share aset pada akhir masa perjanjian,” lanjut bunyi BAP yang dibacakan jaksa.
Kasus Korupsi BBM
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun. Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid.
Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
Namun, secara keseluruhan, para terdakwa ataupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun. Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
Kemudian, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo; dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.
Lalu, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka. Namun, berkas sembilan tersangka lainnya belum dilimpahkan ke jaksa penuntut, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
(Web Warouw)