JAKARTA- Presiden Joko Widodo diminta segera mencabut dan mengganti Undang-Undang Migas No. 22/2001 lewat PERPPU (Peraturan Pengganti Undang-Undang) karena industri migas nasional sudah dalam kondisi darurat. DPR-RI sendiri terbukti sudah dua kali gagal melahirkan Undang-Undang Pengganti dari Undang-Undang Migas No. 22/2001. Hal ini disampaikan Dr Kurtubi, pakar energi kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu, (13/11).
“Penyebab rendahnya kemampuan produksi minyak mentah saat ini adalah karena tata kelola migas kita yang didasarkan atas Undang-Undang Migas No 22/2001 yang melanggar Konstitusi, karena MK sudah mencabut 16 pasalnya,” ujarnya.
Anggota DPR-RI 2014 – 2019 dari Fraksi Nasdem ini juga mengingatkan, Mahkamah Konstitusi juga membubarkan BP Migas, namun kemudian namanya dirubah menjadi SKK Migas, sehingga statusnya tetap sebagai bagian dari lembaga Pemerintah.
“Undang-Undang Migas ini menciptakan sistem yang ribet berbelit-belit karena menggunakan pola B to G yaitu investor harus melalui proses perijinan yang panjang untuk bisa melakukan kegiatan explorasi,” ujarnya.
Sebelumnya, menurutnya dengan Undang-Undang No.8/1971 semua proses perijinan yang dibutuhkan oleh investor, ditangani oleh Pertamina sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan Migas berdasarkan UU No.8/1971. Dampak dari banyaknya pasal-pasal yang melanggar Konstitusi ini, telah menimbulkan ketidak pastian hukum disertai proses investasi yang berbelit-belit.
“Sementara impor migas khususnya minyak mentah terus meningkat berbanding terbalik dengan produksi yang terus anjlok,” kata Alumnus Colorado School of Mines, Institut Francaise du Petrole dan Universitas Indonesia ini.
Ia memastikan saat ini, peran dan posisi sektor migas nasional telah berubah dari posisi sebagai sumber utama penerimaan negara dan sebagai sumber utama penerimaan Devisa Export,–menjadi sumber utama terjadinya defisit neraca perdagangan dan sumber utama terjadinya defisit neraca pembayaran selama bertahun-tahun.
“Saat ini produksi minyak mentah hanya sekitar 700 ribu bbls/hari. Pertanyaan mendasarnya, mengapa hal ini terjadi? Jawabannya, bukan karena potensi sumber daya (resources) migas di perut bumi kita sudah habis. Karena secara geologis negara dengan luas wilayah daratan dan lautan setara dengan luas Eropah atau AS, potensi sumber daya migas kita yang terjebak disekitar 120 cekungan diperut bumi, masih sangat besar,” katanya.
Kurtubi membandingkan, Iran belum lama ini menemukan cadangan minyak mentah (crude oil) super raksasa dengan jumlah temuan cadangan sekitar 22 milyar barrels. Sehingga total cadangan terbukti (proven reserves) minyak mentah Iran saat ini menjadi sekitar 155 milyar barrels.
“Bandingkan dengan cadangan terbukti minyak mentah Indonesia saat ini hanya sekitar 3 milyar barrels. Padahal sekitar tahun 1970-1990-an cadangan terbukti minyak mentah Indonesia masih sekitar 5 – 7 milyar barrels dengan produksi sekitar 1.5 juta – 1.7 juta barrels/hari. Cadangan ini terus dikuras dan tidak diimbangi dengan tambahan/penemuan cadangan baru yang seimbang. Akibatnya, cadangan terbukti dan produksi minyak mentah terus merosot,” katanya. (Web Warouw)