JAKARTA – Pendapatan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) diperkirakan bisa tembus Rp13 triliun dalam 5 tahun ke depan. Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan Roeslani mengatakan pendapatan itu berasal dari nilai investasi yang masuk ke Indonesia dalam 10 tahun terakhir, yakni sebesar Rp9.100 triliun.
Ia mengatakan pendapatan Danantara tersebut diharapkan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi RI 8% pada tahun 2029 nanti.
Menurut Rosan, angka ini sesuai dengan yang dipaparkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas).
“Jadi 5 tahun ke depan memang diharapkan pertumbuhannya jump very significant, dalam rangka kita mencapai pertumbuhan 8%,” kata Rosan dalam Meet The Leaders Universitas Paramadina, dikutip Senin (16/6/2025).
Ia melanjutkan Danantara sebagai pengelola dana abadi negara memiliki total aset di atas Rp15.000 triliun dari seluruh badan usaha milik negara (BUMN). Rosan mengatakan Danantara sebagai lengan investasi pemerintah mendapatkan dana kelolaan melalui pembagian dividen badan usaha milik negara (BUMN).
“Sekarang ini bisa kita kelola untuk harus menghasilkan return. Kalau Indonesia ini kurang lebih, you would like to have return at least like 10%,” kata Rosan.
Pria yang juga merupakan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM ini mengatakan mungkin Danantara akan investasi ke luar negeri sebanyak 20%. Sehingga total investasi dalam dan luar negeri sebesar 35%. Maka, ada sekitar US$185 miliar yang dapat digunakan dalam 5 tahun sekali untuk investasi.
“Again, to create more jobs. Investasi menjadi sangat penting dan menjadi salah satu ujung tombak untuk perekonomian, penciptaan lapangan pekerjaan, dan yang lain-lain. Karena di satu sisi itu investasi,” terangnya.
Percepat Perbaikan Iklim Investasi
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan Rosan Perkasa Roeslani menekankan bahwa percepatan perbaikan iklim investasi nasional dilakukan melalui deregulasi dan pemangkasan biaya agar potensi investasi Indonesia optimal dan mampu menciptakan lapangan kerja berkualitas.
“Dari sisi investasi kita harus senantiasa melakukan reformasi dari sisi kebijakannya, peraturannya, dan juga dari sisi bagaimana kita harus memotong biaya-biaya yang harus dikeluarkan,” kata Rosan dalam agenda International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 yang dipantau secara daring di akun YouTube Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan di Jakarta, Kamis.
Pemerintah melalui Kementerian Investasi tengah menjalankan deregulasi demi menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dan mempercepat realisasi komitmen investasi di berbagai sektor strategis dalam negeri. Kementerian itu telah membentuk Satuan Tugas guna melakukan hal tersebut.
“Kalau tidak, potensi ini hanya menjadi potensi saja, dan tantangan untuk mengaktifasi akan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Jadi kita harus melakukan percepatan di sini,” ujarnya.
Rosan menyebut langkah konkret seperti UU Omnibus Law 2021 merupakan fondasi awal reformasi investasi yang terus diperbarui demi memberikan kepastian hukum dan efisiensi bagi investor di Indonesia.
Salah satu inisiatif besar adalah integrasi perizinan dari 18 kementerian dan lembaga ke dalam satu atap di bawah Kementerian Investasi guna menyederhanakan proses perizinan usaha secara nasional.
“Kita tahu bahwa di masa lampau itu masih ada online kebijakan satu atap, tapi tidak bekerja dengan maksimal,” tegas dia.
Dia menyebutkan saat ini enam kementerian telah bergabung dalam sistem terpadu, dan diharapkan 12 kementerian lainnya menyusul agar perizinan lebih efisien, transparan, dan ramah bagi pelaku usaha.
“Kita akan selalu terus melakukan reformasi sehingga iklim investasi Indonesia akan membaik,” ucap Rosan.
Menurut dia investasi akan semakin baik dengan kejelasan waktu perizinan, karena investasi jangka panjang menuntut kepastian, tata kelola yang baik, serta dukungan sistem yang berdaya saing tinggi.
Bagi Rosan, manfaat investasi bukan hanya pengembalian modal, tetapi juga penciptaan pekerjaan berkualitas bagi masyarakat Indonesia.
“Karena kalau berinvestasi tidak hanya di Indonesia saja, di seluruh dunia (juga), kita tidak mau kalau ada sesuatu yang tidak semestinya terjadi. Karena ini kan satu komitmen jangka panjang,” kata Rosan.
Butuh Rp10.000 Triliun
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Indonesia masih memerlukan pembiayaan hingga USD625 miliar atau setara Rp10.146 triliun untuk pembangunan infrastruktur selama pemerintahan Prabowo hingga 2029.
Sri Mulyani menyatakan, kebutuhan anggaran tersebut tentunya tidak bisa seluruhnya menggunakan APBN. Karena itu, diperlukan partisipasi swasta untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur di Indonesia untuk periode 2025-2029.
“Konferensi ini kita harapkan bisa mendapatkan masukan soal rencana pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kita memiliki kebutuhan mendesak dan harus memastikan akses yang adil terhadap layanan infrastruktur. Pembiayaan menjadi permasalahan penting. Investasi infrastruktur membutuhkan dana besar dari periode 2025-2029, yakni sebesar USD625 miliar,” ujarnya dalam acara International Conference On Infrastructure (ICI) 2025, Kamis (12/6/2025).
Sumber Anggaran Pembangunan Infrastruktur
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat hanya dapat menyediakan setidaknya 40 persen dari total kebutuhan pembangunan tersebut. Sisanya masih harus dipenuhi melalui kerja sama dengan sektor swasta.
“Anggaran pemerintah akan bisa membiayai 40 persen di antaranya. Karena itu, kita menghadapi gap pembiayaan ini. Kita membutuhkan keikutsertaan sektor swasta dan dukungan dari banyak mitra, serta tuntutan untuk menciptakan mekanisme pendanaan yang kreatif,” kata Sri Mulyani.
“Kita membutuhkan keikutsertaan sektor swasta dan dukungan dari banyak mitra, serta tuntutan untuk menciptakan mekanisme pendanaan kreatif,” tambahnya.
Andalkan Danantara
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menambahkan bahwa kehadiran Danantara bisa membantu mengatasi gap pembiayaan infrastruktur.
AHY menjelaskan, diperlukan pembiayaan kreatif di luar APBN untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Pembentukan Danantara oleh Presiden Prabowo diharapkan dapat membantu mengurangi gap pembiayaan infrastruktur.
“Danantara memiliki peran yang sangat strategis, seperti yang divisikan Presiden Prabowo. Danantara telah mengkonsolidasikan lebih dari 800 BUMN, jadi berfungsi sebagai pemegang saham BUMN, tapi juga bisa berinvestasi,” ujarnya usai menghadiri acara International Conference on Infrastructure (ICI) di JCC Senayan, Rabu (11/6).
AHY mengatakan, pihaknya akan menginventarisasi proyek-proyek infrastruktur prioritas untuk ditawarkan ke Danantara sebagai peluang investasi.
“Nanti diharapkan lewat forum ini kami akan menyusun, apa yang harus kita dahulukan, mana yang bisa kita tunda, dan berapa besar yang kita butuhkan untuk pendanaan (infrastruktur) tersebut,” pungkasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)