Rabu, 2 Juli 2025

BUTUH PERPPU SEGERA..!  Dr. Kurtubi: Akhiri Ketidakpastian Hukum Sektor Migas Untuk Hadapi Krisis Dunia

JAKARTA- Kalau negara-negara barat dan NATO melarang import minyak Rusia, maka harga minyak yang saat ini sudah menembus $130/bbls, bisa melejit menembus $300/bbls. Hal inj disampaikan pakar energi, Dr. Kurtubi kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (11/3).

“Ini merupakan tingkat harga nominal tertinggi dalam sejarah industri migas sunia. Ini akan berdampak dahsyat pada ekonomi dunia, termasuk Indonesia yang saat ini harus mengimport minyak mentah,” jelasnya.

Menurutnya, BBM dan LPG dalam jumlah yang sangat besar. Defisit Neraca Perdagangan Migas akan tambah parah. Devisa tambah terkuras untuk import migas. Harga subsidi BBM bisa naik 2 x hingga 3 X lipat.

“Anjloknya produksi minyak nasional yg sudah berlangsung selama dua dekade adalah buah dari pengelolaan migas yanh terbukti salah dengan menggunakan UU Migas No.22/2001,” jelasnya.

Ia melanjutkan selain UU ini ribet tidak Investor Friendly, juga UU ini melanggar Konstitusi, 17 pasalnya sudah dicabut MK. Termasuk lembaga BP Migas sudah dibubarkan.

“Tapi di Era Presiden SBY, BP Migas yang melanggar konstitusi ini hanya diganti nama menjadi SKK Migas dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah yang menyebabkan Pemerintah menjadi para pihak yang berkontrak dengan investor dengan pola hubungan ‘B to G’ menyangkut SDA migas,”  jelasnya

Semestinya menurut Kurtubi, pergantian nama BP Migas menjadi SKK Migas bersifat ad-hoc dan sangat sementara. Namun yang terjadi UU Migas berikut lembaga adhoc SKK Migas tetap dipertahankan mengakibatkan secara terang benderang Industri Migas Nasional berada dibawah ketidakpastian hukum. Ditanbah dengan fakta bahwa DPR sudah dua kali atau dua periode gagal melahirkan UU Perubahan atas UU Migas.

“Sebenarnya saya sudah ingatkan berulang-ulang lewat berbagai media agar UU Migas ini segera diganti atau dicabut dengan PERPPU oleh Presiden,” tegasnya.

Ia mengatakan kalau diserahkan kembali untuk dibahas di DPR untuk ketiga kalinya, disamping butuh waktu lama juga berpotensi untuk memperpanjang dan melanjutkan ketidakpastian hukum.

“Karena faktor kelembagaan dimana ada pihak yang ingin tetap mempertahankan Kuasa Pertambangan Migas tetap ditangan Pemerintah yang justru menjadi penyebab ineffisiensi tata kelola yang merugikan negara,” tegasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru