JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto memberikan tunjangan kepada dokter spesialis dan subspesialis yang bertugas di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (DPTK). Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2025.
Mengutip Instagram Kantor Komunikasi Kepresidenan, Senin (04/08/2025), ini merupakan komitmen Presiden untuk memperkuat layanan kesehatan. Selain itu juga bentuk apresiasi dan kehadiran negara terhadap dokter yang memberikan pengabdian di daerah dengan akses terbatas.
Pemerintah melalui Perpres ini menetapkan besaran tunjangan sebesar Rp 30.012.000 per bulan, di luar gaji pokok dan tunjangan lainnya yang berlaku sesuai ketentuan kepegawaian.
Di tahap awal, tunjangan ini akan diberikan kepada lebih dari 1.100 dokter spesialis yang saat ini berpraktek di fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, keberadaan tenaga medis di wilayah sulit tidak hanya soal ketersediaan fasilitas, tetapi juga menyangkut kelangsungan hidup dan motivasi mereka dalam bekerja.
“Kalau kita ingin layanan kesehatan yang kuat, kita harus mulai memastikan kesejahteraan finansial bagi tenaga medis yang bertugas di daerah sulit,” kata Budi Gunadi, dikutip dari keterangan Kementerian Kesehatan, Senin (04/08/2025).
Wilayah penerima tunjangan khusus ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan berdasarkan pemetaan kebutuhan nasional, dengan prioritas pada daerah dengan keterbatasan akses, kekurangan tenaga medis, serta lokasi yang memerlukan intervensi afirmatif dari pemerintah pusat.
Pemerintah juga mendorong keterlibatan aktif pemerintah daerah dalam mendukung kebijakan ini, terutama terkait dengan alokasi anggaran, penyediaan logistik, dan fasilitas penunjang seperti tempat tinggal, transportasi, dan pengamanan bagi tenaga medis.
Selain pemberian tunjangan, tenaga kesehatan yang bertugas di DTPK juga akan mendapatkan kesempatan pelatihan berjenjang dan pembinaan karier.
Langkah ini bertujuan agar tenaga medis di wilayah terpencil tetap memiliki akses untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya.
“Jangan sampai tenaga kesehatan yang kita tempatkan di pelosok justru terabaikan pengembangannya. Mereka harus tetap mendapat akses pelatihan dan pendidikan agar profesionalisme tetap terjaga,” tambah Budi.
Butuh Tambahan 70,000 Dokter Spesialis
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan idealnya Indonesia membutuhkan tambahan 70 ribu dokter spesialis dalam 10 tahun ke depan. Namun, dengan kapasitas produksi saat ini yang hanya 2.700 dokter spesialis per tahun, kekurangan tersebut diperkirakan baru bisa tertutupi dalam 26 tahun.
Dia mengatakan kebutuhan itu belum terpenuhi ketika Indonesia genap 100 tahun merdeka pada 2045.
“Kalau kita bekerja dengan speed yang sekarang, sampai kita merdeka 100 pun, kita akan kekurangan dokter spesialis,” kata Budi Gunadi saat menyampaikan paparan dalam acara Program Akselerasi Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tenaga Medis di gedung Kemendiktisaintek, Jakarta Selatan, Selasa, 22 Juli 2025.
Ia menyebut kekurangan ini sebagai masalah serius karena berdampak langsung pada lebih dari 1 juta kematian setiap tahun di Indonesia.
“Bagaimana kita mempertanggungjawabkannya di akhirat nanti?” ucapnya.
Dia menegaskan ada beban moral atas nyawa yang hilang akibat keterbatasan layanan kesehatan spesialis.
Budi menjelaskan, krisis ini tidak hanya menyangkut jumlah dokter spesialis saja, tapi juga menyangkut distribusi yang tidak merata dan biaya pendidikan yang tinggi. Ia mencontohkan, distribusi dokter jantung masih timpang di banyak daerah. “Banyak provinsi yang masih merah atau kuning terkait pemenuhan dokter spesialis jantungnya,” ujar dia.
Menurut Budi, sulitnya distribusi ini bukan semata karena faktor geografis atau insentif, tapi lebih mendasar, yakni jumlah dokter spesialis memang belum mencukupi secara nasional.
Masalah ketiga yang disorot oleh Budi adalah biaya. Menurut perhitungan Kemenkes, biaya pendidikan dokter spesialis bisa mencapai sekitar Rp 1 miliar per orang, terutama jika ditanggung lewat skema beasiswa LPDP.
Jika pemerintah hendak mengejar target 70 ribu dokter spesialis tambahan, maka diperlukan anggaran sekitar Rp 70 triliun.
“Itu uang yang besar untuk kita produce dokter yang bisa fulfill targetnya kita,” ujar Budi.
Untuk mengatasi krisis ini, Budi mengatakan Kementerian Kesehatan telah menyampaikan berbagai usulan percepatan kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Kita harus lebih cepat lagi supaya 100 tahun Indonesia merdeka jangan masih kekurangan,” kata dia. (Web Warouw)