JAKARTA- Gelombang massa yang mengantarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuju istana negara beberapa hari lalu adalah cermin dari harapan yang besar pada dirinya untuk benar-benar mewujudkan Trisakti sebagai landasan menuju masyarakat Indonesia yang adil makmur, lahir batin. Oleh karenanya Trisakti, tidak akan bisa dilaksanakan di atas filosofi, landasan, hukum-hukum dan instrumen ekonomi dan politik liberal yang menjadi pilar kapitalisme-imperialisme seperti sekarang ini. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD), Agus Jabo Priyono kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (23/10).
“Langkah mendesak setelah pemerintahan terbentuk adalah perubahan konstitusi, dengan landasan prinsip Undang-undang Dasar Proklamasi 1945. Setelah itu semua produk Undang-undang yang bertentangan dengan Trisakti harus dicabut,” ujarnya.
Karena menurutnya Presiden Soekarno menciptakan Trisakti justru ditujukan untuk menegasikan imperialisme itu sendiri agar bangsa ini berdaulat dalam mengatur rumah tangga sendiri sehingga mampu memberdayakan kekuatan produksi di dalam negeri secara mandiri dan bergotong royong untuk mewujudkan kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi.
Untuk itu menurutnya diperlukan keseriusan dan keberanian Presiden Jokowi untuk kembali mengambil langkah yang pernah diambil oleh Presiden Soekarno.
“Yaitu kembali kepada jiwa Proklamasi. Kembali kepada sari intinya yang sejati, yaitu jiwa merdeka, jiwa ikhlas, jiwa persatuan dan jiwa pembangunan,” demikian ia mengutip dari pidato Presiden Soekarno para tahun 1952.
Ia menegaskan, dengan persetujuan DPR maka Trisakti akan menjadi garis politik negara yang akan bertumpu pada kekuatan semua elemen rakyat dalam pelaksanaannya.
“Sesuai dengan ajakan Jokowi pada waktu pidato pelantikan Presiden agar seluruh rakyat, buruh, tani, pedagang, kaum miskin perkotaan, pelajar, mahasiswa, profesional, pengusaha nasional, prajurit TNI, Polri dan PNS harus bersatu dan ikut terlibat aktif dalam setiap tahapan pelaksanaan Trisakti itu,” tegasnya.
Persatuan Nasional
Syarat utama dari pelaksanaan Trisakti menurutnya adalah persatuan seluruh rakyat Indonesia. Tanpa persatuan nasional maka bangsa ini akan tetap terpecah, diadu domba oleh kekuatan-kekuatan asing dan tidak akan pernah bisa melaksanakan Trisakti.
“Bakat persatuan, bakat gotong-royong memang telah bersulur akar dalam jiwa bangsa Indonesia, ketambahan lagi daya penyatu yang datang dari azas Pancasila,” ujarnya mengutip pidato Bung Karno pada tahun 1953.
Ia juga lebih jauh mengingatkan Jokowi bahwa jika tidak ada perubahan Konstitusi dan pencabutan semua produk undang-undang yang liberal tersebut, Trisakti mustahil bisa diwujudkan.
“Akhirnya kita semua akan tahu, siapa pemimpin sejati dan siapa pemimpin agen asing. Siapa pemimpin yang mengabdi melayani rakyat dan siapa pemimpin gadungan yang memusuhi rakyat,” tegasnya.
Untuk itu Agus Jabo juga mengutip beberapa pesan Presiden Soekarno kepada bangsa Indonesia sehubungan dengan kelanjutan revolusi Indonesia.
“Jangan setengah-setengah, jangan ragu-ragu, jangan mandek setengah jalan, kita adalah satu ‘fighting nation’ yang tidak mengenal ‘journey’s end’ “ (Soekarno, 1956).
“Kita belum hidup di dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang-rajawali!” (Soekarno, 1949).
Kepada Presiden Joko Widodo, Agus Jabo Priyono berpesan agar jangan pernah menutup pintu istana dari rakyat. Jangan pakai prajurit dan petugas polisi untuk menghalau rakyat yang datang mengadu. (Enrico N. Abdielli)