Selasa, 1 Juli 2025

Camping Ground Relawan Muda KPKP-ST Rangkaian Peringatan 16 HAKTP 2024

PALU- Yayasan KPKP-ST setiap tahunnya telah terlibat dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan baik yang dilaksanakan sendiri ataupun dilaksanakan bersama dengan organisasi/lembaga perempuan, organisasi masyarakat sipil lain dan pemerintah daerah. Yayasan KPKP-ST telah cukup banyak mendapatkan pengalaman melalui kerja-kerja pengorganisasian, advokasi dan pendampingan komunitas khususnya kelompok perempuan dan anak di wilayah yang pernah di landa bencana, baik bencana alam maupun bencana sosial yakni konflik sosial ataupun bencana non alam lainnya seprti penyebaran virus Covid-19 khususnya di provinsi Sulawesi Tengah. Sehingga dengan berbagai aktivitas yang dilakukan selama ini baik di tingkat grassrot maupun dalam mendorong kerjasama dan jaringan dengan pemangku kepentingan mulai dari tingkat desa hingga pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tengah, sangat jelas terlihat bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban kekerasan baik dalam situasi normal ataupun dalam situasi kebencanaan. Sehingga bagi Yayasan KPKP-ST mengkampanyekan 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk pelibatan semua komponen masyarakat khususnya kelompok perempuan, pemuda/remaja sebagai upaya mencegah terjadinya konflik sosial yang tentu saja berdampak pada berbagai bentuk tindak kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Di tahun 2024 kali ini Yayasan KPKP-ST melibatkan Relawan remaja atau Youth Volunteers KPKP-ST sebagai penyelenggara rangkaian kegiatan kampanye 16 HAKTP. Kegiatan kali ini juga terlaksana atas kerjasama dengan Yayasan Kerti Praja-UNFPA dan atas dukungan pembiayaan dari UNWOMEN, KOICA dan Yayasan IPAS Indonesia. yang kemudian kali ini Yayasan KPKP-ST menyelenggarakan rangkaian kegiatan Kampanye 16 HAKTP 2024 dalam bentuk Camping Ground yang bermakna dengan rangkaian kegiatan Diskusi Publik yang mengambil tema “ Peran Pemuda dalam Upaya Pencegahan Konflik Sosial Yang Berdampak Pada Kekerasan Berbasis Gender dan Kekerasan Seksual”. Camping Ground dilaksanakan dengan mengambil lokasi di lapangan mini Asrama Mahasiswa Buol yang terletak di jalan Gunung Watumapida Kota Palu ini melibatkan peserta dari kelompok pemuda dan remaja khususnya yang berasal dari Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, juga melibatkan perwakilan organisasi pemuda/mahasiswa di Kota Palu, organisasi/lembaga masyarakat sipil/NGO lainnya. Dalam kegiatan diskusi publik ini menghadirkan narasumber dari Komnas HAM Daerah Sulawesi Tengah Bapak Edy Sutichno dan Bapak Syaiful Taslim Direktur Karsa Institut dan tentu saja narasumber dari Divisi Advokasi Pendampingan Yayasan KPKP-ST Ibu Yuni Djamhuri, SE.

Dalam kegiatan diskusi publik tersebut Narasumber dari KomdaHam memaparkan tentang upaya pencegahan konflik sosial dan strategi rekonsiliasi yang menyampaikan konflik sosial merupakan suatu kondisi atau proses sosial yang melibatkan pertentangan atau perbedaan antara individu atau kelompok dalam masyarakat yang menimbulkan dampak positif dan tentu saja bisa berdampak negative yang serius bagi pihak-pihak yang terlibat sehingga upaya dalam pencegahan konflik dan strategi rekonsiliasi menjadi sangat penting dalam menjaga keharmonisan dan kestabilan sosial.

Diakhir pemaparannya Pak edy menyampaikan apresianya atas penyelenggaraan kegiatan diskusi ini harapannya kepada peserta yang di hadiri 90 % remaja dan pemuda agar sekembalinya ke desa masing-masing dapat terlibat dalam pencegahan terjadinya konflik sosial

“Terimakasih kepada adik-adik remaja yang sudah menyelenggarakan kegiatan seperti ini dan saya berharap sekembalinya kalian ke desa masing-masing dapat melakukan hal-hal kecil untuk mencegah konflik sosial tidak terjadi minimal tidak terlibat dan bisa mengajak teman-temannya yang lain untuk tidak terlibat jika ada gejala kemungkinan akan terjadi konflik,”

Sementara itu, Direktur Karsa Intitute Bapak Syaiful Taslim yang memaparkan materi tentang Mengenal konflik asumsi dasar, sumber dan ragam konflik bahwa berbeda, bersengketa dan berkonflik merupakan tiga situasi yang perlu dipahami perbedaannya satu sama lain. Karena Berbeda adalah sesuatu yang alamiah, bersengketa dapat terjadi jika dua orang atau dua kelompok atau lebih bersaing untuk megakui hak atas sesuatu benda atau kedudukan yang sama, sementara berkonflik satu situasi dimana seseorang atau sekelompok orang bisa lebih menunjukkan praktek-praktek menghilangkan pengakuan hak orang atau atau kelompok lainnya terkait dengan benda atau kedudukan yang diperebutkan. Yang perlu diingat bahwa konflik selalu ada dalam kehidupan manusia, bahwa konflik dapat menciptakan dua sisi potensi risiko dan potensi manfaat, konfilk juga di pengaruhi oleh emosi, kepribadian dan budaya. Dan yang paling penting kita juga harus tau bahwa fenomena konflik sosial/masyarakat yang terjadi selama ini pada umumnya melibatkan disatu masyarakat disatu sisi dan Negara disisi lain. Jadi saya juga berharap kepada kawan-kawan yang hadir saat ini.

“Kedepannya sebaiknya dapat mengenal potensi konflik di lingkungannya dan bersama-sama untuk mengupayakan agar konflik yang kemungkinan mengarah pada berbagai tindakan yang dapat merugikan banyak pihak sebaiknya dapat terlibat untuk melakukan pencegahan diawal jangan nanti sudah terjadi baru kita semua menyesalinya.”

Dan disesi terakhir terdapat pemaparan dari devisi pendampingan KPKP-ST yang menggambarkan bahwa masyarakat Sulawesi tengah sudah pernah mengalami situasi bencana besar baik bencana konflik sosial dengan issu SARA di Kabupaten Poso tahun 2000-2001 juga bencana alam besar di tahun 2018 kemarin. Dan dengan dua peristiwa besar tersebut kami sendiri dari KPKP-ST selalu hadir ditengah situsi tersebut. Dan kita semua bisa melihat dan mengetahuinya bahwa dalam kedua situasi tersebut yang paling rentan menjadi korban tindak kekerasan baik fisik maupun psikis adalah kelompok perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya seperti ibu hamil, lansia dan juga difabel ujar Susilawati, SKM. Pada situasi pasca konflik sosial di Kab. Poso sendiri KPKP-ST pernah melakukan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan seksual dimana terdapat kuranglebih 30an perempuan dan remaja perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual oleh oknum aparat keamanan saat itu dengan modus dipacari hingga mengalami kehamilan tidak diinginkan dan kemudian ditinggalkan oleh pelaku yang pada saat sebagai pasukan BKO. Dan dalam situasi konflik tersebut meninggal trauma bagi masyarakat khususnya perempuan yang kehilangan anggota keluarganya. Situasi seperti ini juga tidka jauh berbeda dengan situasi pasca bencana besar yang kita alami. Tutupnya.

Sementara koordinator Devisi pendampingan KPKP-ST menutup sesi dengan menjelaskan tentang alura layanan yang bisa di ambil oleh siapa saja jika mengalami, mengetahui melihat dna mendengar terjadinya kasus kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual di sekitarnya. Alur layanan ini di buat bersama mulai dari tingkat desa hingga ke tingkat provisinsi Sulawesi Tengah. KPKP-ST sendiri bersama pemeritah daerah sejak tahun 2000 kemarin telah mendorong lahirnya Peraturan Bupati di Kab. SIgi dan Kabupaten Donggala tentang perlindungan perempuan dan akan korban kekerasan yang kemudian sejak tahun 2021 hingga 2024 saat ini KPKP-ST juga telah mendorong terbentuknya satgas PPA Desa yakni di 27 desa yang ada di Kab. Sigi dan 22 desa di Kab. Donggala. Hal ini bertujuan untuk mendekatkan layanan bagi masyarakat khususnya perempuan dan anak yang mengalami tindak kekerasan karena sepanjang tahun 2024 ini saja laporan kasus yang masuk melalui devisi pendampingan KPKPST terdapat 94 terdiri dari KDRT 18 kasus, kekerasan terhadap anak 2 kasus, 8 Kasus kekerasan seksual, 4 kasus kekerasan dalam pacara dan terdapat 62 kasus perkawinan anak dibawah umur. Dengan tingginya kasus kekerasan seksual juga perkawinan anak dibawah umur maka sangat berharap kepada teman-teman pemuda dan remaj untuk terlibat aktif dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kami sangat berharap dengan adanya alur layanan ini, adik-adik kami yang ada di Youth Volunteer KPKP-ST dan teman-teman pemuda juga mahasiswa bisa terlibat untuk mencegahnya dilingkungan tempat tinggalnya termasuk di kampus yang kemungkinan besar ada begitu banyak kasus kekerasan tapi tidak sedikit pula korban dan keluarganya masih menanggap hal itu menjadi aib atau masih takut untuk melaporkannya.”

“Jadi kapan saja dimana saja jika kalian mengetahui, mendengar dan melihat adanya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, teman, tetangga dan lainnya ayo kita harus berani bicara dan silahkan laporkan kepada lembaga layanan yang sudah ada termasuk kepada kami di KPKP-ST karena kami sendiri selalu siap menerima pengaduan kasus dengan menyediakan call center dnegan nomor 0821-8822-4253 atau 0853-4358-1556. Ujar Yuni.
Disela kegiatan diskusi publik Ketua Panitia Camping Ground sekaligus Ketua Youth Volunteer atau Relawan Muda KPKP-ST Ahadiyanza, menyampaikan kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka peringatan kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam Kegiatan Camping Ground ini diisi dengan beberapa kegiatan yakni diskusi publik, penandatangan komitmen bersama dalam pencegahan Konflik Sosial dan KBGS dan akan dilanjutkan dengan kegiatan lingkungan yang dilaksanakan pada besok hari minggu berlokasi di pantai penggaraman Talise. Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan kelompok pemuda dan remaja dengan memberikan edukasi keterkaitan antara perubahan iklim yang dapat mendorong terjadinya konflik sosial dan bencana alam yang kemudian tentu saja akan berdampak pada terjadinya kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual dalam berbagai bentuk. Selain itu melalui kegiatan ini juga bertujuan silahturahmi antar kelompok pemuda/remaja dan mahasiswa untuk berbagi informasi dan memperluas kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi tengah khususnya di Kabupaten Sigi dan Donggala.

“Kami berharap dengan kegiatan ini para Pemuda dan remaja yang ada di Sigi dan Donggal tidak ada lagi yang mau terlibat bahkan bersedia terlibat mencegah terjadinya konflik sosial atau konflik antar kampung juga mencegah terjadinya Kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual termasuk perkawinan anak dibawah umur.”

Ketua Relawan Muda KPKP-ST ini juga menyampaikan sangat senang dan berterimaasih karena bisa bergabung dengan relawan muda KPKP-ST sejak tahun 2023.

“Dibawa bimbingan dan arahan kakak-kakak yang ada di KPKP-ST kami bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman issu tentang perubahan iklim, kebencanaan, konflik sosial dan tentu saja hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak perempuan dan anak dari tindak kekerasan berbasis gender, kekerasan seksual juga hak kesehatan reproduksi. Selama ini kami tidak hanya terlibat dalam kegiatan diskusi tapi juga implementasi di lapangan khususnya di desa kami masing-masing”. Tutup Arun, pemuda dari Desa Kaleke Kec. Dolo Barat Kab. Sigi.

Selain itu dalam rangkaian kegiatan ini, Yayasan KPKP-ST bersama Relawan Muda atau Youth Volunteer juga melaksanakan kegiatan Aksi Lingkungan membersihkan kawasan Pantai Talise dengan mengambil tema “Tidak Ada Keadilan Iklim Tanpa Keadilan Gender”. (Lia Somba)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru