Sabtu, 5 Juli 2025

Carut Marut Penegakan Hukum Perikanan*

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto ST, MH.**

Belum hilang ingatan kita tentang insiden tanggal 21 Maret 2016antara Kapal Coast Guard China menabrak KM Kway Fey 10078, hasil tangkapan KP Hiu 11 di wilayah ZEE dan landas kontinen Indonesia, telah terjadi lagi penembakan Kapal Ikan Taiwan pada tanggal 23 Maret yang dilakukan oleh KP Hiu 4, milik Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Mengingat hal ini terjadi pada Kapal dari Kementrian Kelautan dan Perikanan dalam selang waktu yang sangat singkat, maka hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius. Karena insiden ini menyangkut pihak negara asing, maka untuk menanggapi insiden perlu dianalisa kembali sinkronisasi antara aturan perundangan nasional dan aturan perundangan internasional.

Aturan perundangan yang dipakai sebagai landasan untuk menanggapi insiden ini adalah  Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan; Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan United Nation Convention on Law Of the Sea 1982 (UNCLOS 82)

Dalam ketentuan Pasal 66 Undang-undang nomor 45/2009 tentang perikanan, mengatur tentang Pembentukan Pengawas Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Pengawas Perikanan ini dalam melaksanakan tugasnya dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang diatur oleh Pasal 69 ayat 4 UU nomor 45/2009. 


Berdasarkan pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan, telah dibentuk Pengadilan Perikanan yang bertugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan.

Pengadilan ini berwenang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing.

Namun terdapat pertentangan antara Pengawas Perikanan versus Pengadilan Perikanan. Kewenangan Pengawas Perikanan untuk penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing sebagaimana yang diatur oleh Pasal 69 ayat 4 UU nomor 45/2009 bertentangan dengan pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan, yang memberikan kewenganan kepada Pengadilan Perikanan yang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing.

Disini sangat jelas bahwa setiap kapal asing yang ditangkap harus terlebih dahulu dibawa kepengadilan, baru kemudian diputuskan oleh pengadilan apakah kapal itu dibakar, ditenggelamkan atau dilelang.

Pengawas Perikanan

Penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing oleh Pengawas Perikanan juga bertentangan dengan pasal 73 ayat 2 UNCLOS yang mengatur bahwa Kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya. Selain itu juga bertenangan dengan dengan pasal 73 ayat 1 UNCLOS yang mengatur bahwa peraturan perundangan negara pantai harus sesuai dengan UNCLOS.

Untuk menjamin terlaksananya Keamanan dan Keselamatan pelayaran di laut,  berdasarkan pasal 276 Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dibentuk Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.Tugas KPLP sebagaimana yang diatur oleh UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran adalah a. melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran; 
b. melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut; c. pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; 
d. pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut; 
e. pengamanan         Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan 
f.     mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut. 


Kewengangan KPLP sebagaimana yang diatur pada pasal 278 ayat 1UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran adalah : a. melaksanakan patroli laut;
b. melakukan pengejaran seketika        (hot pursuit);
c. memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan d. melakukan penyidikan. 
Untuk melaksanakan kewenangan nya itu KPLP melaksanakan tugas    sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebaimana yang diatur oleh pasal 278 ayat 2 UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Dalam melaksanakan tugasnya, KPLP didukung oleh sarana prasaran berupa kapal negara dan pesawat udara negara sebagaimana yang diatur oleh pasal 279 ayat 1  UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Kapal Negara adalah kapal milik negara digunakan oleh instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menegakkan hukum serta tugas-tugas Pemerintah lainnya, sebagaimana yang diatur pada pasal 1 ayat 38 UU/17 tahun 2008 tentang Pelayaran.  


Pengawas perikanan ini dilengkapi dengan kapal sebagaimana diatur pada pasal 66 C UU nomor 45/2009 tentang Perikanan, yang dikenal dengan sebutan Kapal Pengawas Perikanan. Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

Status Kapal Pengawas Perikanan adalah kapal pemerintah yang diberi tanda tertentu untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan sebagaimana yang diatur oleh pasal 69 ayat 1 UU nomor 45 /2009 tentang Perikanan.

Tugas Kapal Pengawas Perikanan versus Tugas Kapal Kesatuan penjaga Laut dan Pantai (KPLP). Bila dikaitkan dengan hak berdaulat Indonesia di ZEE maka sangat terlihat bahwa kewenangan Kapal Pengawas Perikanan ini hanya menyangkut sumber kekayaan alam hayati saja atau hanya menyangkut badan air laut saja. Itulah sebabnya kapal ini sangat tidak efektif bila ditugaskan ke ZEE. Sedangkan tugas Kapal KPLP sangat lengkap, mulai dari hal-hal yang menyangkut :

a. Permukaan air laut,  yaitu melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran; melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut; pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut. 


b. Badan air laut, yaitu eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut

c. Dasar laut dan tanah dibawahnya yaitu pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, pengamanan  Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; Kewenangan Penegakan Hukum di ZEE.

Mengingat di ZEE hukum yang berlaku tidak hanya hukum nasional tetapi juga hukum internasional, maka ketentuan yang diatur oleh UNCLOS harus pula ditaati.

Hukum Nasional dan Internasional

Pasal 73 ayat 2 UU/45 tahun 2009 tentang Perikanan menyatakan bahwa (2)  Selain penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di ZEEI. 
Dengan demikian menurut UURI Kapal Pengawas Perikanan dapat melakukan penegakan hukum di ZEE Indonesia.

Pasal 73 ayat 1 UNCLOS menyatakan bahwa negara pantai dalam melakukan proses peradilan, perlu menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. Jadi aturan perundangan Indonesia yang menyangkut ZEE tidak boleh bertentangan dengan UNCLOS.

Pasal 111 ayat 5 UNCLOS mengatur bahwa Hak pengejaran seketika atau hot pursuit dapat dilakukan hanya oleh kapal-     kapal perang atau pesawat udara militer atau kapal-kapal atau pesawat udara lainnya yang diberi tanda yang jelas dan dapat dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah dan berwenang untuk melakukan tugas itu. Hot pursuit adalah pengejaran pelanggar hukum dilaut mulai dari laut teritorial, menuju ZEE, terus kelaut lepas dan berakhir diwilayah laut terirorial negara lain sebagaimana yang diatur oleh ketentuan pada Pasal 111 ayat 1 UNCLOS.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kapal yang berwenang untuk masuk ke wilayah ZEE adalah Kapal Perang dan kapal dalam dinas pemerintah yang dan berwenang untuk tugas itu. Artinya walaupun kapal pemerintah tapi tidak berwenang maka TIDAK BOLEH melakkan penegakan hukum di ZEE.

Bagi Indonesia ada dua kapal yang dapat diartikan sebagai  “kapal dalam dinas pemerintah” yaitu kapal KPLP dan Kapal Pengawas Perikanan. Akan tetapi dari Kewenagannya sangat jelas bahwa kewenagan kapal KPLP sangat luas dan flexible sedangkan kewenagan Kapal Pengawas perikanan hanya untuk bidang perikanan saja. Mengingat pelanggaran hukum yang sangat mungkin terjadi di ZEE tidak hanya bidang perikanan saja, maka kapal yang paling pas kewenangan untuk bertugas baik menurut hukum nasional dan hukum internasional di ZEE adalah kapal KPLP.

Walaupun menurut hukum nasional Kapal Pengawas Perikanan juga ditugaskan ke ZEE, tapi yang mengingat di ZEE ada kewajiban untuk tunduk kepada hukum internasional sebagaimana diatur pada Pasal 73 ayat 1 UNCLOS, maka mau tidak mau kapal yang dapat ditugaskan di ZEE hanya KRI dan Kapal KPLP.

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan terlihat jelas bahwa dalam penegakan hukum dibidang Perikanan terjadi pertentangan intern hukum nasional yaitu antara Pasal 69 ayat 4 UU nomor 45/2009 yang bertentangan dengan pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan, dan pertentangan antara hukum nasional dengan hukum internasional yaitu antara Pasal 69 ayat 4 UU nomor 45/2009 bertentangan dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 UNCLOS.

Dalam penugasan kapal-kapal untuk menegakan hukum di ZEE terjadi pertentangan antara hukun nasional dan hukum internasonal yaitu antara Pasal 73 ayat 2 UU/45 tahun 2009 tentang Perikanan yang bertentangan dengan Pasal 111 ayat 5 UNCLOS.

Untuk mendapatkan kepastian hukum dalam penegakan hukum dibidang perikanan khususnya di ZEE, maka Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan harus direvisi untuk disinkronkan dengan UNCLOS 82.

*Tulisan ini diambil dari presentasi penulis dalam pertemuan Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) di Jakarta, Rabu (13/4)

**Penulis adalah kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) 2011-2013

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru