Oleh : Tjahjo Kumolo**
Catatan terkait masalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta. Bahwa pengambilan keputusan memberhentikan sementara atau tetap seorang Kepala Daerah, semua ada tahapan-tahapan dan proses dari sisi mekanisme dan pandangan hukum yang diyakini Kemendagri.
Berdasarkan berbagai kasus-kasus hukum yang sudah diambil, keputusan selama setidaknya dua tahun sebagai Mendagri, bagi saya, mengambil keputusan kepada siapapun harus hati-hati, berdasarkan hukum yang pasti yang Kemendagri yakini.
Seperti saya pernah dipertanyakan, didemo: kenapa Gubernur Gorontalo tidak diberhentikan sementara padahal statusnya sudah terdakwa? Saya jawab “dakwaan jaksa 4 tahun (di bawah 5 tahun sebagaimana Undang-Undang –pasal UU Pemda jelas kalau dibaca utuh). Sebagaimana Undang-Undang, pada saat Gubernur Ahok maju Pilkada maka dia harus cuti pada saat Kampanye, dan dikembalikan lagi pada saat selesai Cuti masa kampanyenya (dengan Keputusan Mendagri).
Ketika ditanya teman-teman media, “saat jadi terdakwa kenapa belum diberhentikan?” Saya jawab “karena masih cuti kampanye jadi belum dibahas atau diambil keputusan.”
Setelah selesai cuti, jabatan Ahok saya kembalikan sesuai UU. Ditanya lagi sama media, “kenapa belum diberhentikan sementara padahal cuti sudah habis?” Saya jawab, “saya menunggu register Pengadilan Negeri resmi (bukan berita Pers). Setelah saya terima register Pengadilan Negeri (atas permintaan resmi Mendagri ke PN) ternyata “bahwa Dakwaan ada kalimat berbunyi “alternatif” ada pasal yang menyebutkan 4 tahun dan 5 tahun. Hasil diskusi Tim Hukum Kemendagri dengan melihat pasal UU Pemda, maka saya belum mengambil keputusan, bahwa pemerintah belum mengambil keputusan kapan diberhentikan sementara atau tidak diberhentikan sementara, sampai menunggu tuntutan Jaksa Penuntut Umum di persidangan yang jelas dituntut 5 tahun atau 4 tahun. Saya tidak mau digugat nantinya dengan keputusan saya (karena menyangkut jabatan kepala daerah yang keputusannya melalui Keppres).
Keputusan atau sikap sementara Mendagri ini secara tertulis dan lisan sudah saya laporkan kepada Bapak Presiden dan Mensesneg, karena masalah pemberhentian sementara Gubernur sampai Keputusan Hukum adalah dengan Keppres –kalau bupati/walikota dengan keputusan Mendagri. Demikian intinya.
Saya sebagai Mendagri, pembantu Presiden, siap saja diberhentikan jadi Mendagri kalau saya salah dalam mengambil “keputusan sementara” kenapa Gubernur DKI yang terdakwa tidak diberhentikan sementara.
Berbagai pendapat pakar hukum dan berbagai pihak yang beda tafsir, ada yang membenarkan dan ada yang tidak membenarkan pendapat Kemendagri, maka saya minta fatwa / pendapat hukum terkait hal tersebut kepada Mahkamah Agung (MA). MA tidak memberikan fatwa karena sedang proses pengadilan dan gugatan PTUN (ada juga pernyataan Ketua MA di Pers). Akhirnya saya menunggu acara di pengadilan sampai Tuntutan Jaksa nanti. Ini keputusan dari sisi hukum yang siap saya pertanggung-jawabkan pada pimpinan saya Bp Presiden dan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT. “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin kelak dimintai pertanggung-jawaban di hadapan Allah SWT.”
Sebagai Mendagri saya harus hati-hati menafsirkan hukum, karena menyangkut nasib orang siapapun, khususnya masalah Gubernur DKI. Saya tidak ada urusan pribadi dengan Ahok. Saya mengambil keputusan terkait jabatan Gubernur DKI saja yang statusnya kebetulan Terdakwa. Soal ada yang memprotes, saya terima sebagai resiko jabatan.
Keputusan lain dengan berbagai pertimbangan bisa diberikan Bpk Presiden atau Ahok Gubernur DKI sendiri mengambil keputusan demi masalah yang lebih luas di luar aspek hukum yang masih perdebatan, menunggu proses tahapan pengadilan (sekarang tahap saksi-saksi)
Demikian catatan saya, terima kasih perhatiannya. Catatan ini saya tulis agar masyarakat memahami permasalahannya secara utuh.
*Tulisan ini diambil redaksi Bergelora.com dari situs pribadi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, http://www.tjahjokumolo.com/ bertanggal 20 Februari 2017, tanpa mengubah isi.
**Penulis adalah Menteri Dalam Negeri

