JAKARTA- Saat ini dibutuhkan pembaharuan sistim deteksi bencana akibat longsoran gunung berapi seperti yang terjadi pada longsoran Gunung Anak Krakatau. Karena longsoran pada Sabtu 22 Desember lalu yang menyebabkan tsunami di beberapa daerah di Kabupaten Pandeglang, Banten dan Kabupaten Tanggamus dan Lampung Selatan, Lampung tidak terdeteksi oleh sistim monitoring dan peringatan dini yang ada sehingga menyebab banyaknya jatuh korban. Hal ini ditegaskan oleh Henny Dwi Vidiarina, Disaster Management Expert dan Ketua Bidang Kedaruratan dan Mitigasi Bencana, dari Relawan Inovator 4.0 kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (26/12) di Jakarta.
“Sekarang bukan saatnya untuk mencari kesalahan orang lain. Karena kita semua berhadapan dengan resiko yang sama. Kami saat ini sedang kembangkan Sistim Peringatan Bencana Akibat Longsoran Gunung Api. Tsunami Sabtu malam kemarin adalah akibat longsoran 60 hektar wilayah puncak Anak Kratatau,” ujarnya.
Ia mengingatkan masih ada 280 hektar wilayah di puncak Anak Krakatau yang sangat rentan longsor dan akan menyebabkan tsunami yang lebih besar dan luas lagi.
“Jadi kalau 60 hektar longsor menyebabkan tsunami seperti yang terjadi di Pandeglang dan Lampung pada Sabtu malam, maka bisa dibayangkan kalau 240 hektar yang akan runtuh,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa sistim deteksi dan peringatan bencana yang dimiliki oleh BMKG selama ini memang disiapkan untuk kegempaan bukan kejadian longsong seperti yang terjadi di Gunung Anak Krakatau.
“Sekarang dibutuhkan sebuah sistim dan alat yang bisa mendeteksi longsoran dan gelombang dan memberikan peringatan berpotensi tsunami. Sehingga masyarakat bisa dievakuasi lebih dahulu sebelum gelombang datang ke pinggir pantai,” ujarnya.
Saat ini Inovator 4.0 sedang mengembangkan sebuah tehnologi yang akan memperkuat sistim deteksi dan peringatan dini bencara akibat longsoran dari gunung api. Sistim dan peralatan ini diharapkan bisa digunakan di daerah-daerah gunung berapi yang berpotensi longsor.
“Alat tersebut salah satunya harus dipasang 100 km dari garis pantai di gunung-gunung api di tengah laut seperti Gunung Anak Krakatau dan yang lainnya,” jelasnya.
Sebelumnya dalam wawancara dengan China Global Television Network (CGTN) Rabu (26/12) di Jakarta Henny Vidiarina menjelaskan bahwa tsunami yang diakibatkan oleh longsoran seperti yang terjadi barusan sangat jarang terjadi. Sehingga sistim deteksi dan peringatannya terbatas pada kejadian gempa.
“Dari pengalaman ini kita harus segera bisa mengatasi berbagai kemungkinan dengan memperbaharui sistim deteksi dan peringatan bencana, agar jangan lagi ada korban jiwa di masa depan,” ujarnya.
Saat ini masalah kebencanaan menurutnya menjadi persoalan internasional untuk mempererat kerjasama inovasi tehnologi dan sistim monitoring kebencanaan. Sehingga pengalaman bencara tsunami diselat sunda ini menjadi perhatian semua negara untuk bisa mempersiapkan diri dari ancaman bencana serupa.
“Pengalaman di Indonesia ini menjadi pelajaran baru dunia internasional untuk mengembankan inovasi sistim dan tehnologi kebencanaan. Dan kita semua yang di Indonesia yang paling berkepentingan untuk segera bisa mengembankan sistim dan tehnologi tersebut,” tegasnya.
*Relawan Inovator 4.0*
Relawan Inovator 4.0 merupakan perkumpulan yang didirikan oleh pegiat inovasi digital, yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih cerdas, berkehidupan layak, serta mampu menjawab tantangan revolusi industri dan mengatasi tuntutan jaman.
Relawan Inovator 4.0 mengajak generasi milenial dari desa-kota, peneliti, matematikawan, seniman, dan para teknolog untuk memimpikan masa depan Indonesia sebagai bangsa moderen yang berbasiskan pada kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Relawan Inovator 4.0 dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko, mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang saat ini menjadi anggota DPR-RI dari PDI-Perjuangan. (Web Warouw)

 
                                    