Sabtu, 12 Juli 2025

Ciee-ciee ! Setelah 489 tahun, Jakarta Butuh Pemimpin Perempuan

JAKARTA- Populasi Ibukota DKI Jakarta lebih dari 10 juta penduduk, lebih dari separuhnya merupakan adalah kaum perempuan memerlukan seorang perempuan untuk bisa menunjukkan aksi nyata dan bermanfaat. Untuk itu sosok yang cocok memimpin DKI Jakarat adalah Tri Rismaharini yang saat ini masih menjabat Walikota Surabaya. Hal ini ditegaskan oleh Galih Aji S. dari Gerak Indonesia kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (30/6)

“Sebuah sosok yang hanya bisa kita temukan pada seorang Tri Rismaharini, telah teruji dalam menjadikan Surabaya sebagai sebuah tatanan kota yang berbudaya bahkan lebih dari itu, Sebagai seorang pemimpin kota Risma telah sukses menata kota yang menjadi dasar peradaban (civilization),” jelasnya.

Menurutnya, Risma adalah seorang perempuan yang mampu menjadi Ibu dan pemimpin sebuah kota yang telah lama didefinisikan sebagai Ibu kandung dari seluruh daerah yang terbentang antara Sabang sampai Merauke.

“(Risma adalah) seorang pemimpin wanita yang tak sekedar mewakili kelompoknya, namun memiliki sikap dan keyakinan dalam menimbukan kecintaan tak terbatas pada kebenaran, kesucian, dan kebaikan untuk membawa perubahan baru dan mengembalikan Jakarta menjadi milik semua orang,” ujarnya.

Bandar Kecil

Berawal dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung, Jakarta kini telah menjadi kota metropolis. Tidak ada lagi rawa-rawa. Sejauh mata memandang, hanyalah gedung-gedung pencakar langit. 

Sejak seorang Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Keberagaman Jakarta telah lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Tionghoa. 

Jakarta mengenal banyak tokoh dalam mengisi dinamika dan pasang surut perjalanan sebagai sebuah ibukota. Sejarah mencatat kepemimpinan Jakarta merupakan simbol miniatur keberagaman di Indonesia. Simbol keberagaman tersebut dilahirkan pertama kali oleh ketetapan Soekarno dengan menunjuk seorang Henk Ngantung. 

Sebagai Gubernur yang bukan terlahir sebagai birokrat dan bukan berasal dari agama mayoritas. Seorang seniman yang hobi melukis dan seorang budayawan yang cukup populer pada masanya. Soekarno ingin agar Henk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. 

Sejak era Henk Ngantung Jakarta menjelma menjadi sebuah kota dengan identitas dan budaya warna-warni diterima tanpa perbedaan mayoritas dan minoritas. Seperti yang kita lihat dan rasakan dalam makna keberagaman dan keterwakilan di Jakarta hari ini.

Usia Jakarta nyaris 5 abad dengan 13 kali berganti nama, dan telah mengalami 17 kali pergantian kepemimpinan. Hanya satu yang belum dimiliki oleh Jakarta sampai hari ini. Sebagai sebuah kota dengan identitas keberagaman, Jakarta belum pernah memiliki seorang pemimpin wanita. 

Untuk menjadikan Jakarta sebagai sebuah kota yang berbudaya, Soekarno telah menunjuk seorang budayawan seperti Henk Ngantung.

Seperti cita-cita Soekarno, yang ingin menjadikan Jakarta sebagai simbol perjuangan dan kebanggaan nasional. Sebuah kota baru, pemaknaan baru yang dibutuhkan oleh bekas koloni asing yang rendah diri dan terbelakang. Soekarno telah menyatakan, Jakarta adalah contoh dari nation dan character building seluruh bangsa Indonesia dalam menunjukkan identitas nasionalnya. (Suwig)

 

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru