JAKARTA- Setiap individu memiliki perbedaan dalam kecocokan pada alat kontrasepsinya. Tingkat keberhasilan setiap alat kontrasepsi juga bermacam-macam. Hal ini juga penting untuk jujur dirembug oleh setiap pasangan. Agar jangan membawa efek negatif pada pasangan perempuan yang memilih alat kontrasepsinya. Apalagi sampai mengganggu saat berhubungan.
Untuk itu Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyampaikan pesannya dari Ledalero, Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
“Pil relatif lebih tinggi kegagalannya karena bisa lupa minum. Suntik setiap 3 bulan atau susuk lebih sukses karena kecil resiko kegagalannya,” ujarnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (26/9).
Namun ia juga menjelaskan bahwa memilih minum pil sebagai alat kontrasepsi juga bagus dan menguntungkan bagi perempuan.
“Pil sekarang sudah ada yang bisa membuat langsing dan sekaligus menyembuhkan jerawat. Membuat kulit halus,” ujarnya.
Menurutnya, alat kontrasepsi susuk sangat cocok dan banyak dipakai tanpa menimbulkan keluhan terkait hormonal.
“Silahkan konsultasi untuk memilih dengan petugas KB, dokter atau bidan terdekat,” ujarnya.
Hasto Wardoyo juga menjelaskan bahwa Keluarga Berencana merupakan suatu upaya untuk mengatur jumlah anak dan jarak kelahiran. Dengan jumlah anak yang ideal, masyarakat bisa mengelola kehidupan keluarganya dengan baik menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas.
“Sehingga kontrasepsi tidak bisa dimaknai dengan membatasi jumlah kelahiran tetapi lebih jauh lagi dimaknai secara positif untuk mengatur dan menata kependudukan serta untuk merencanakan keluarga melalui pendekatan siklus kehidupan manusia,” ujarnya.
Penggunaan alat kontrasepsi juga menurutnya dalam rangka melindungi kesehatan ibu dan anak, mulai dari kehamilan yang sehat, kelahiran yang sehat, kecukupan ASI (air susu ibu) dan gizi serta kecukupan pengasuhan dengan menggunakan kontrasepsi modern.
Ia menjelaskan, Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) adalah upaya preventif dalam mencegah terjadinya stunting melalui peran pengasuhan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bagi keluarga yang memiliki anak usia dibawah 2 tahun.
“Sekaligus dimaknai sebagai upaya untuk memenuhi hak anak untuk hidup layak dan berpendidikan setinggi-tingginya sebagai bagian dari hak asasi manusia.” Pungkas Hasto.
Gandeng Semua Pihak
Untuk itu menurut Hasto Wardoyo perlu adanya pengembangan kemitraan dan sinergitas dengan berbagai pihak. Selain itu, membutuhkan dukungan partisipasi aktif dari pemangku kepentingan, pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, organisasi profesi dan masyarakat itu sendiri.
“Oleh karena itu, BKKBN menggandeng Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Kementerian Kesehatan dan Wakil Gubernur, Bupati dan Walikota dalam kesempatan kali ini untuk membuat komitmen dan bekerjasama,” katanya.
Josef Nae Soi Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam sambutannya mengungkapkan bahwa tujuan program kependudukan adalah bagaimana orang sehat bagaimana orang sejahtera, dan dalam keluarga ada cinta, perhatian dan kejujuran. Keluarga berencana harus berhasil secara kuantitas dan kualitas.
“Kita memetakan daerah di NTT yang masih tertinggal kemudian secara bersama lintas sektor kita bangun daerah tersebut,” jelas Josef Nae Soi.
Hari Kontrasepsi Sedunia
Sebelumnya, Hasto Wardoyo mengingatkan bahwa Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia tidak boleh dijadikan perayaan seremonial saja, tetapi juga harus jadi momen menggalakkan kembali Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Hal ini disampaikannya dalam sambutannya pada peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia Tahun 2019 yang dipusatkan di STFK Ledalero, Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis (26/9).
“Penyediaan layanan kontrasepsi dan integrasi konsep pelayanan yang berbasis komunitas, telah berhasil menurunkan angka kelahiran, angka kematian ibu dan berkontribusi pada peningkatan partisipasi perempuan di bidang ekonomi. Kampanye yang sangat kuat melembagakan dua anak cukup, telah pula membentuk norma sosial sebagai ukuran keluarga yang ideal,” ujarnya.
Setiap tanggal 26 September menurutnya harus menjadi pendidikan bagi masyarakat akan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi.
“Terutama generasi muda perlu mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual,” jelasnya.
Kampanye Hari Kontrasepsi Sedunia atau World Contraception Day (WCD) pertama diluncurkan di seluruh dunia pada 26 September 2007. Peringatan tahun 2019 di Indonesia sendiri mengambil tema Meningkatkan Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi Mencapai Indonesia Sehat.
Program Prioritas Pemerintah
Program KKBPK adalah salah satu program prioritas pemerintah. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) angka kelahiran total/Total Fertility Rate (TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,6 (SDKI 2012) menjadi sekitar 2,4 anak per perempuan usia reproduksi, (SDKI 2017).
Walaupun TFR masih belum sepenuhnya mencapai sasaran pembangunan bidang kependudukan dan KB yaitu 2,33 (RPJMN 2015- 2019), namun hal tersebut menunjukkan pencapaian yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung stagnan sejak tahun 2007. Demikian pula dengan angka penggunaan kontrasepsi yang telah mengalami peningkatan dari 61,9% (SDKI 2012) menjadi 63,6% (SDKI 2017) akan tetapi masih didominasi oleh penggunaan metode kontrasepsi jangka pendek.
Pada peringatan Hari Kontrasepsi tahun 2019 di Maumere Provinsi Nusa Tenggara Timur dilaksanakan pula penandatangan komitmen pencegahan stunting. Pemilihan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai tempat peringatan Hari Kontrasepsi bukanlah tanpa alasan. Menurut data berdasarkan hasil SUPAS yang dilakukan oleh BPS, jumlah penduduk Provinsi NTT mengalami peningkatan dari 4.683.827 (Supas 2010) menjadi 5.112.760 (Supas 2015).
Pada 2018 jumlah penduduk NTT telah mencapai 5,4 juta jiwa dengan dependency ratio 72,5 per 100 (BPS NTT). Angka ketergantungan NTT masih tinggi jika dibandingkan dengan angka ketergantungan nasional.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Provinsi NTT, muncul beberapa permasalahan kependudukan diantaranya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTT baru mencapai 64,39 (2018) masih dibawah angka IPM nasional (71,39), Umur Harapan Hidup NTT baru mencapai 66,38 tahun (2018), dan kualitas penduduk NTT yang masih rendah (lama rata-rata sekolah 7,30 tahun pada tahun 2018). Terkait dengan capaian dalam program Keluarga Berencana di Provinsi NTT, angka TFR di provinsi ini masih tinggi yakni 3,4 (SDKI 2017), CPR yang masih rendah (38,3%), dan angka stunting yang masih tinggi (40,3%).
Rangkaian peringatan Hari Kontrasepsi sendiri sudah dilaksanakan sejak awal Agustus 2019, diantaranya kegiatan Bulan Pelayanan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang dilaksanakan di Perwakilan BKKBN Provinsi seluruh Indonesia; Penyuluhan dan pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi; pemeriksaan kesehatan gratis; donor darah; Simposium dan Workshop: Gynecoloygy Practice for General Practitioner (GP4GP); senam bersama Gemu fa mire (Maumere); Peresmian Klinik Geriatri RSUD TC Hillers dan pelaksanaan MOW; Talkshow dan Penandatangan Komitmen Pencegahan Stunting, Kontrasepsi dan Kesehatan Reproduksi dan peresmian Sekolah Siaga Kependudukan.
Hadir dalam kesempatan tersebut, Josef Nae Soi Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama BKKBN, Erna Mulati Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi NTT, Bupati/walikota se-Provinsi NTT, Vikaris Jenderal Keuskupan Maumere, Rektor STKF Ledalero. (Web Warouw)