DEPOK – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memeriksa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mungkin saja mengendap di sejumlah kementerian.
Hal itu disampaikan Dedi usai Purbaya membahas dana APBD mengendap di berbagai daerah provinsi dan kota/kabupaten, termasuk Jawa Barat yang sebesar Rp 4,17 triliun.
“Nah, kemudian juga kita pertanyakan, apakah dana yang tersimpan itu yang belum dibelanjakan sepenuhnya hanya ada di kabupaten, kota, dan provinsi? Apakah di kementerian hari ini sudah habis dananya? Ya dicek saja,” ucap Dedi kepada wartawan di Universitas Indonesia, Kota Depok, Selasa (21/10/2025).
Dedi menjelaskan, sisa APBD Jabar yang disebut mengendap oleh Purbaya adalah Rp 2,4 triliun dalam bentuk giro aktif, bukan Rp 4,17 triliun.
Ia bahkan menunjukkan data dari ponsel pribadinya berupa tabel yang mencatat dana APBD Jawa Barat saat ini senilai Rp 2.418.701.749.621. Nominal itu ia sampaikan dengan percaya diri karena dirinya rutin memeriksa kondisi keuangan provinsi.
“Kalau di data Bank Indonesia (BI) muncul Pemprov Jabar punya Rp 4 triliun, ya Alhamdulillah, berarti kan bisa saya tarik dong, saya besok bikin anggaran baru lagi,” tutur Dedi.
Lebih lanjut, Dedi menyebut total kebutuhan belanja APBD Provinsi Jawa Barat hingga Desember 2025 masih mencapai sekitar Rp 5–6 triliun. Hal itu mendorongnya menyusun strategi pengelolaan kas daerah dengan memprioritaskan belanja modal, serta menunda sementara belanja barang dan jasa.
“Di mana minus itu menutupi? Ya nunggu pendapatan daerahnya masuk, dana transfer dari pemerintah pusatnya masuk, termasuk juga kurang bayarnya pemerintah pusat pada Provinsi Jawa Barat,” jelas Dedi.
“Dana DBH yang tahun lalu belum lunas bayarnya, masih Rp 191 miliar lagi belum lunas tuh,” sambungnya.
Kepada Bergelora.com di Depok dilaporkan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dana pemerintah daerah (pemda) yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga mencapai Rp 234 triliun. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 15 Oktober 2025 menunjukkan, angka tersebut merupakan akumulasi simpanan daerah hingga akhir September 2025.
Menurut Purbaya, besarnya dana yang menganggur itu bukan karena kekurangan anggaran, melainkan karena lambatnya realisasi belanja APBD.
“Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi, (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Berikut 15 pemerintah daerah dengan nilai simpanan tertinggi berdasarkan data Kementerian Keuangan:
- Provinsi DKI Jakarta Rp 14,6 triliun
- Propinsi Jawa Timur Rp 6,8 triliun
- Kota Banjar Baru Rp 5,1 triliun
- Provinsi Kalimantan Utara Rp 4,7 triliun
- Provinsi Jawa Barat Rp 4,1 triliun
- Kabupaten Bojonegoro Rp 3,6 triliun
- Kabupaten Kutai Barat Rp 3,2 triliun
- Provinsi Sumatera Utara Rp 3,1 triliun
- Kabupaten
- Kepulauan Talaud Rp 2,6 triliun
- Kabupaten Mimika Rp 2,4 triliun
- Kabupaten Badung Rp 2,2 triliun
- Kabupaten Tanah Bumbu Rp 2,11 triliun
- Provinsi Bangka Belitung Rp 2,10 triliun
- Provinsi Jawa Tengah Rp 1,9 triliun
- Kabupaten Balangan Rp 1,8 triliun.
(Jamilah)