JAKARTA – Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (2/12/2025) menyatakan bahwa Moskwa siap berperang apabila negara-negara Eropa memilih jalur konfrontasi, sembari menuding para pemimpin di benua tersebut berupaya menggagalkan kesepakatan penyelesaian konflik Ukraina jelang pertemuannya dengan utusan Amerika Serikat.
“Kami tidak berencana berperang dengan Eropa, tetapi jika Eropa menginginkannya dan memulainya, kami siap sekarang,” kata Putin kepada wartawan di Moskwa dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (3/12)
Pernyataan itu muncul di tengah kehadiran utusan AS Steve Witkoff dan penasihat sekaligus menantu Presiden Donald Trump, Jared Kushner, di Moskwa untuk melakukan pembicaraan tingkat tinggi terkait upaya mengakhiri perang yang telah berlangsung hampir empat tahun.
Pertemuan tersebut menyusul rangkaian diplomasi intens selama beberapa hari terakhir.
Putin Ungkap Eropa Tak Mau Akhiri Perang Ukraina
Ia melanjutkan dengan mengungkapkan para pemimpin Eropa tidak memiliki keinginan damai.
“Mereka tidak punya agenda damai, mereka berada di pihak perang,” ujar Putin, sembari kembali mengingatkan bahwa negara-negara Eropa justru menghalangi upaya Amerika Serikat untuk menengahi perdamaian di Ukraina.
Menurut Putin, perubahan yang diajukan Eropa dalam rancangan terbaru rencana perdamaian Trump “bertujuan hanya pada satu hal — untuk sepenuhnya memblokir seluruh proses perdamaian dan mengajukan tuntutan yang sama sekali tidak dapat diterima bagi Rusia.”
Proposal Damai Buatan AS
Washington telah menyodorkan draf berisi 28 poin untuk menyelesaikan konflik, yang kemudian direvisi setelah menuai kritik dari Kyiv dan negara-negara Eropa karena dinilai terlalu mengakomodasi tuntutan maksimalis Rusia.
Rencana perdamaian tersebut didorong langsung oleh Trump, namun sebagian negara Eropa khawatir bahwa proposal itu pada akhirnya akan memaksa Kyiv menyerah pada tuntutan Moskwa, terutama terkait wilayah.
Kekhawatiran akan agresi lanjutan dari Rusia membuat negara-negara Eropa menegaskan bahwa perdamaian yang tidak adil tidak boleh dipaksakan kepada Ukraina.
Saat ini, utusan Trump tengah berupaya memfinalisasi rencana tersebut dengan memperoleh persetujuan dari Moskwa dan Kyiv.

Pertemuan 5 Jam Berakhir Buntu
Rusia dan Amerika Serikat gagal mencapai kompromi soal kesepakatan damai untuk mengakhiri perang di Ukraina , usai pertemuan lima jam antara Presiden Vladimir Putin dengan utusan khusus Presiden Donald Trump.
Pembicaraan yang digelar di Kremlin hingga Selasa (2/12) tengah malam itu menghadirkan menantu Trump, Jared Kushner, dan utusan khusus Steve Witkoff.
“Belum ada kompromi yang ditemukan,” kata ajudan Putin di bidang kebijakan luar negeri, Yuri Ushakov.
“Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” imbuhnya, dikutip Reuters.
Menurut Ushakov, Putin pada pertemuan itu bereaksi negatif terhadap beberapa usulan usulan AS. Namun dia memastikan, AS-Rusia telah membahas “masalah teritorial”, yang merujuk pada klaim Rusia atas seluruh wilayah Donbas di Ukraina.
Ukraina menguasai setidaknya 5.000 km persegi wilayah, yang diklaim Rusia sebagai miliknya. Namun hampir semua negara mengakui Donbas sebagai bagian dari Ukraina.
“Beberapa usulan usulan AS tampak kurang lebih dapat diterima, namun perlu didiskusikan. Beberapa rumusan yang telah dibuat tidak cocok untuk kami, artinya pekerjaan ini akan terus berlanjut,” ungkapnya.
Dia juga menyebut pertemuan antara Putin dan Trump belum direncanakan dalam waktu dekat. Putin disebut telah mengirimkan serangkaian “sinyal penting” dan salamnya kepada Trump, namun kedua pihak sepakat untuk tidak mengungkap rinciannya ke media.
Sebelumnya AS dan Rusia dikabarkan telah menyusun rencana untuk mengakhiri perang di Ukraina, dalam 28 poin proposal damai. Proposal itu disusun oleh utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, dengan masukan dari Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan menantu Trump, Jared Kushner.
Isi dari draf tersebut antara lain pernyataan bahwa kedaulatan Ukraina akan dikonfirmasi.
Kemudian, perjanjian non-agresi yang komprehensif akan disepakati antara Rusia, Ukraina, dan Eropa. Semua ambiguitas yang terjadi selama 30 tahun terakhir disebut akan dianggap selesai.
Selain itu, jaminan bahwa Rusia tidak akan menyerang negara tetangganya, dan NATO tidak akan berkembang lebih jauh.
Lebih lanjutnya, Ukraina disebut akan menerima jaminan keamanan yang dapat diandalkan. Namun, jumlah Angkatan Bersenjata Ukraina akan dibatasi hingga 600.000 personel. Saat ini, Ukraina punya sekitar 800.000-850.000 prajurit aktif.
Ukraina juga diminta setuju untuk mencantumkan dalam konstitusinya bahwa Kyiv tidak akan bergabung dengan NATO, dan NATO harus setuju untuk memasukkan ke dalam undang-undang mereka bahwa Ukraina tidak akan diterima di masa mendatang.
Lebih lanjut, Krimea, Luhansk, dan Donetsk akan diakui sebagai wilayah Rusia secara de facto, termasuk oleh AS.
Kherson dan Zaporizhzhia akan ditahan di sepanjang garis kontak, yang berarti ada pengakuan de facto atas garis tersebut.
Rusia sementara itu akan menyerahkan wilayah lain yang dikuasainya di luar lima wilayah yang telah disebutkan.
Wilayah Oblast Donetsk harus bersih dari pasukan dan akan dianggap sebagai zona penyangga demiliterisasi.
Ukraina harus menyelenggarakan pemilu dalam 100 hari.
Semua pihak yang terlibat dalam konflik akan menerima amnesti penuh atas tindakan selama perang dan setuju untuk tidak mengajukan klaim atau keluhan di masa mendatang.
(Web Warouw)

