Sabtu, 14 September 2024

DIB: MEA Lemahkan Dokter Indonesia Di Dalam Negeri

JAKARTA- Menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, semua kekuatan global bersiap untuk masuk menjadikan Indonesia sebagai target pasar terbesar di wilayah Asia Tenggara. Bagaimana kesiapan sistim kesehatan khususnya tenaga kesehatan dokter Indonesia untuk menghadapi era globalisasi tersebut. DokterDibawah ini wawancara Bergelora.com dengan anggota Presidiun Dokter Indonesia Bersatu (DIB), Dr. Agung Sapta Adi, SpAn di Jakarta, Sabtu (11/10).

Bagaimana kesiapan dokter Indonesia menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean?

Dokter Indonesia tidak pernah secara khusus dan utuh disiapkan menghadapi MEA. Saat ini dunia pendidikan kedokteran Indonesia lebih bermotif bisnis dan sekedar mengejar kuantitas. Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah malah menimbulkan bumerang pendidikan berkualitas rendah.

Bagaimana pendidikan dokter kita dok?

Rendahnya kualitas lulusan sebenarnya dapat diukur dengan rendahnya kelulusan UKDI (ujian Kompetensi Dokter Indonesia). Hal ini membuktikan yang harus dievaluasi adalah pabriknya yaitu fakultas kedokteran (FK) yang ternyata sebagian besar belum terakreditasi dengan baik (A atau B). Keberadaan standar kompetensi dokter yang diterjemahkan melalui surat tanda registrasi (STR) yang dikeluarkan KKI (Konsil Kedokteran Indonesia) justru sedang mendapat ‘serangan’ lewat Undang-undang Tenaga Kesehatan. Keberadaan lembaga independen ini digoyang karena kedepan konsil ini akan diambil alih fungsinya oleh Konsil Tenaga Kesehatan yang secara struktural dibawah Kemenkes langsung. Artinya dokter akan benar-benar diatur oleh negara lewat satu pintu sehingga sangat besar tidak akan ada kontrol seimbang atas kualitas profesionalisme dokter.

Seharusnya bagaimana dok?

Semestinya kita tidak perlu mengikuti standar luar untuk dokter Indonesia toh kepentingan utama akan dokter ada di negeri kita sendiri. Kita tidak akan pernah berhasil memenuhi standar global karena yang akan terjadi adalah tenaga dokter kita tidak akan terserap di negeri sendiri. Hal ini tak ubahnya seperti beras lokal yang kalah bersaing dengan beras impor.

Apakah berarti kita menghindari kompetisi global ?

Jepang saat ini merupakan negara terbaik dalam pencapaian kualitas kesehatannya bahkan jauh diatas Amerika. Tapi Jepang membuat standar sendiri dibidang kesehatan sesuai kebutuhan dan kondisi mereka. Terbukti bahwa saat ini banyak anak bangsa yang mempu berkarya di bidang kesehatan di luar negeri, sebagian bukan tidak mau membangun bangsanya tapi negara dan kebijakan pemerintah tidak mendukung mereka untuk mengembangkan diri di dalam negeri.

Apa dibalik kepentingan MEA dok?

Tidak ada gunanya mempersiapkan diri menghadapi MEA kalau sebenarnya dipahami bahwa pasar potensial adalah negara kita sendiri Indonesia ! MEA ini hanyalah cara yang dibuat global untuk menguasai pasar Indonesia !

Apa dampak pada dokter kita ?

Dokter Indonesia akan makin kehilangan arah. Ketika secara politis dan hukum dokter Indonesia lemah posisinya. Secara ekonomi dokter Indonesia sangat bergantung pada pasar yang dibuat oleh kapitalis maka hal ini akan menempatkan dokter Indonesia lebih rendah dari buruh yaitu profesi tanpa punya nilai tawar. Ketika dokter Indonesia tidak memiliki standar penghasilan, adanya kesenjangan yang besar antar dokter yang pada akhirnya menimbulkan kompetisi tidak sehat dalam tubuh profesi.

Bagaimana peran pemerintah?

Pemerintah menjadikan dokter Indonesia sebagai kambing hitam penyebab tidak meratanya pelayanan kesehatan karena tidak mau ditempatkan di daerah. Ketika hal tersebut diatas terjadi akan memudahkan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) membayar murah dokter Indonesia dan meninggalkan profesionalisme karena beban kerja yang berat karena over time dan over load. Jangan berharap dokter Indonesia mampu bersaing di kancah global kalau dokter Indonesia sendiri belum mampu berbuat banyak untuk bangsa Indonesia oleh karena buruknya sistem kesehatan yang berlaku.

Apa dampak pada rakyat?

Yang diinginkan rakyat adalah kesehatan yang sebenarnya, bukan masalah murah atau gratis. Opini publik sekarang digiring bahwa kesehatan yang baik adalah identik dengan pelayanan kedokteran yang mudah didapat, murah bila perlu gratis. Bila sakit rakyat dapat menuntut kesembuhan pada dokter dan bila tidak sembuh apalagi ada komplikasi maka berhak menuntut. Rakyat dijauhkan dari pola hidup sehat, rakyat tidak lagi mengenal upaya preventif dan promotif yang semestinya biayanya lebih murah. Konsep Health Carehilang berganti dengan Health Industry yang berkonsep pada keuntungan bisnis semata. Puskesmas tak ubahnya rumah sakit kecil yang waktu pelayanannya habis untuk upaya kuratif. Upaya pemberdayaan masyarakat pada program kesehatan makin melemah disaat efek samping modernisasi makin nyata terhadap kondisi kesehatan. Pada akhirnya masyarakat akan digiring konsumtif terhadap upaya pelayanan kuratif yang mahal. (Dian Dharma Tungga)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru