Minggu, 19 Oktober 2025

DIMANA AJA NIH..? 50 Kota Prioritas, Seimbangkan Pembangunan Jawa dan Non-Jawa

JAKARTA – Visi Indonesia emas 2045 dihadapkan pada ancaman nyata, 72 persen penduduk akan tinggal di perkotaan. Tanpa perencanaan yang matang, masa depan kota-kota Indonesia adalah macet, sesak, dan lapar.

Untuk mencegah krisis perkotaan, pemerintah meluncurkan program ambisius: 50 Kota Prioritas Pembangunan 2025–2029.

Program yang dirancang untuk menyeimbangkan pertumbuhan antara Jawa dan luar Jawa, ini menuntut satu prasyarat mutlak: layanan transportasi umum yang optimal dan berkelanjutan.

Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada sinergi tiga kementerian kunci: Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal ini ditekankan oleh Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, Minggu (12/10/2025).

Strategi 50 Kota: Menggeser Pusat Pertumbuhan

50 Kota Prioritas ini tidak hanya berfokus pada kota-kota besar, tetapi dibagi menjadi tiga kategori strategis.

Rinciannya, 10 kawasan metropolitan utama, 4 kota metropolitan usulan baru, dan 36 kota non-metropolitan yang fokus pada pengembangan industri, pariwisata, perdagangan, dan pendidikan.

Menurut Djoko, saat ini, baru 17 kota (34 persen) yang memiliki layanan transportasi umum modern. “Sisanya, terutama kota non-metropolitan di luar Jawa seperti Morowali, Labuan Bajo, dan Sorong, memerlukan dorongan besar dari Kemenhub dan Kemendagri,” kata Djoko.

Kota Prioritas yang Telah Memiliki Transportasi Umum Modern:

  • Medan: Trans Metro Deli dan KRD Sri Lelawangsa.
  • Palembang: LRT Sumatera Selatan.
  • Surabaya: Trans Semanggi dan Commuter Line Jenggala.
  • Yogyakarta & Surakarta: Trans Jogja, Batik Solo Trans, dan Commuter Line Jogja – Solo.

Transportasi Umum: Solusi Tiga Dimensi

Pembangunan transportasi umum yang terpadu di 50 kota ini bukan sekadar urusan pindah tempat. Baca juga: 70 Persen Populasi Dunia Tinggal di Perkotaan Tahun 2050, TOD Solusinya

Manfaatnya menyentuh tiga dimensi krusial pembangunan berkelanjutan:

1. Manfaat Ekonomi dan Pemerataan Transportasi umum yang efisien di luar Jawa mendorong pusat pertumbuhan baru, mengurangi sentralisasi ekonomi di Jawa. Kota dengan sistem transportasi andal juga akan memiliki daya saing yang lebih tinggi, menarik investasi, dan mendukung sektor spesifik seperti industri di Batang atau pariwisata di Labuan Bajo.

2. Manfaat Sosial dan Kualitas

Hidup Layanan publik ini menjamin akses dan inklusivitas bagi semua lapisan masyarakat ke layanan esensial.

Dengan menyediakan alternatif nyaman, transportasi umum efektif mengurangi kemacetan, yang secara langsung meningkatkan kualitas hidup dan efisiensi waktu warga.

3. Manfaat Lingkungan dan Keberlanjutan

Memanfaatkan moda transportasi rendah emisi (Commuter Line, LRT), kota-kota ini akan mengurangi jejak karbon, mendukung transisi energi yang bersih, dan menurunkan polusi udara, menjamin kesehatan masyarakat yang lebih baik.

Ancaman Mangkrak Akibat Lemahnya Sinergi Tiga Kementerian

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Djoko mengingatkan, semua manfaat di atas bisa gugur jika sinergi antara Kementerian PU, Kemenhub, dan Kemendagri tidak kuat. Kelemahan kolaborasi ini berisiko menciptakan tiga persoalan fatal.

Pertama, pembangunan fisik (terminal, depo) oleh Kementerian PU mungkin selesai, tetapi tidak ada anggaran operasional (di bawah Kemenhub/Pemda), membuat fasilitas megah itu mangkrak.

Kedua, perencanaan rute transportasi umum (Kemenhub) tidak selaras dengan pembangunan jalan dan zonasi kota (Kementerian PU/Kemendagri), menyebabkan layanan tidak menjangkau area-area baru yang padat.

Ketiga, proyek hanya berjalan selama masa subsidi Kemenhub. Setelah subsidi dicabut, Pemda tidak memiliki kerangka hukum atau anggaran (di bawah pembinaan Kemendagri) untuk melanjutkan operasional, menyebabkan layanan transportasi publik kembali mati suri.

Solusinya, menurut Djoko, adalah “melebur” kolaborasi tiga kementerian ini dalam satu payung perencanaan terpadu, misalnya melalui pembentukan Tim Kerja Nasional khusus 50 Kota Prioritas.

Investasi dalam transportasi umum di 50 kota ini adalah janji konkret untuk mewujudkan kota-kota yang kuat secara ekonomi, inklusif secara sosial, dan lestari secara lingkungan.

“Dengan sinergi yang kuat antara sektor konstruksi, transportasi, dan administrasi daerah, Indonesia dapat menghindari krisis perkotaan 2045 dan mencapai visi pembangunan yang seimbang,” tuntas Djoko. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru