Jumat, 7 Februari 2025

Diperbatasan Belu Mendes Rayakan Kemerdekaan

BELU- Mama Petronella (47), warga Dusun Fatoleno harus berjalan 3 km naik turun bukit bebatuan menuju lapangan kantor Desa Foeka, Kecamatan Nanaet  Duabesi, Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bersama empat anaknya yang masih sekolah, Mama Patronella sangat antusias menyongsong acara istimewa, yakni upacara peringatan hari kemerdekaan RI ke-71, 17 Agustus 2016.

Banyak kegiatan yang diselenggarakan dalam upacara ini, mulai tari-tarian hingga lomba tarik tambang. Yang lebih spesial tentunya kehadiran khusus Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Eko Sandjojo untuk memimpin upacara sekaligus berbaur dengan masyarakat mengikuti lomba.

“Baru ini saya melihat menteri. Kami merasa senang karena banyak program dari negara yang ada sekarang,” ujar Mama Petronella.

Desa Nanaet Duabesi merupakan salah satu desa di kawasan perbatasan Indonesia-Timor Leste. Jarak desa ini dengan negara tetangga tak lebih dari 3 Km.

“Suami saya tinggal di Timor Leste, sudah tidak pulang selama 4 tahun,” tutur Mama Petronella.

Wilayah Desa Nanaet yang berbukit dan tandus merupakan tantangan berat bagi masyarakat berpenduduk 657 jiwa ini. Mama Petronella adalah salah satu warga yang sehari-hari bertani. Komoditas yang ditanam bermacam-macam, ada jagung, ubi, juga tomat dan aneka buah-buahan. Pada musim hujan, mereka juga mencari madu lebah.

Hasil pertanian ini dijual ke Pasar Atambua yang ditempuh dalam waktu  2 jam perjalanan menggunakan mobil truk penumpang atau puck up yang lewat kampung dua kali dalam sehari.

“Sekali jalan ongkosnya Rp60.000 PP. Kalau jualan hasil kebun seminggu sekali dapat sekitar Rp200.000 – Rp500.000. Tapi kadang juga dapat Rp50.000 bahkan kadang tidak dapat jual sehingga habis buat ongkos,” tuturnya.

Kendati hidup dalam kondisi sulit, Mama Petronella dan warga lainnya mengaku bahagia dalam NKRI. Terlebih saat ini perhatian pemerintah sangat banyak mereka rasakan. Sekolah gratis dari SD sampai SMP, sedangkan SMA bayar Rp60.000 sebulan.
“Ini tidak ada di Timor Leste. Makanya anak-anak saya tak ada yang ikut ayahnya di sana. Anak harus sekolah,” ujarnya.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, Menteri Desa PDT, Transmigrasi Eko Sandjojo mengakui betapa tangguhnya masyarakat di Kabupaten Belu. Usai memimpin upacara, Mendes Eko langsung menyapa warga sekaligus menularkan semangat bahwa semua masyarakat desa, terutama di Belu harus sama-sama keluar dari kondisi sulit.

Masalah kesulitan air, transportasi, dan ekonomi masyarakat harus terus tumbuh. “Desa Nanaet adalah wilayah perbatasan, dan jelas komitmen pemerintahan Presiden Jokowi memprioritaskan pembangunan desa perbatasan. Segera ekonomi desa ini harus maju,” tandasnya.

Banyak program Kementerian Desa bisa masuk ke desa-desa di Belu. Dana Desa juga harus dimanfaatkan untuk mempercepat kebutuhan desa, terutama dalam memajukan ekonomi desa. Langkah kongkrit yang dijalankan, misalnya membangun sumber air untuk menunjang pertanian.

“Setelah air, maka pertanian harus digeber dengan komoditas unggulan yang berskala besar. Kelola dengan baik karena dana desa akan meningkat terus dari tahun ke tahun,” tandas Mendes Eko.

Kunjungi Transmigran

Mendes Eko juga mengunjungi rakyat di daerah transmigrasi. Sebanyak 100 kepala keluarga telah menempati UPT Halituku, Desa Naekasa, Tasifeto Barat, Belu, NTT. Mereka merupakan warga dari kecamatan ataupun kabupaten lain di NTT yang pindah sejak dibukanya permukiman transmigrasi itu tahun 2011.

Adelina Belak, seorang transmigran dari Atambua menuturkan, di UPT ini dia menempati rumah beserta pekarangan seluas 20×40 meter. Di lahan inilah transmigran bertani dan mencari penghasilan.

“Kami menanam pisang, ubi kayu dan ubi jalar, buah mangga, nangka jambu mete juga. Kalau bahan pokok sehari hari kita tidak kekurangan,” tuturnya, saat blusukan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, Rabu (17/8).

Dia mengaku masalah yang dihadapi petani adalah sulitnya mendapatkan air. Jangankan untuk menyuburkan tanaman, buat air minum pun masih sulit didapat.

“Kami kadang jalan sekitar 3 km ke desa sebelah yang ada mata airnya. Dulu ada pipanisasi, tapi sumber airnya mulai habis,” imbuh Adelina.

Terkadang ada juga warga membeli air yang dibawa dengan mobil truk tangki.

“Rp 200.000 dapat dua tangki air, tapi kadang-kadang saja ada,” ujarnya.

Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, masyarakat transmigrasi di NTT ini harus segera lepas dari kondisi sulit. Masalah air harus langsung dicarikan solusi, apakah dengan pipanisasi, ataupun pemberian mobil tangki air untuk dikelola masyarakat.

“Kemudian nanti mobil tangki air ini dirawat. Jadi air beli dengan harga murah buat perawatan saja,” kata Mendes Eko.

Untuk penguatan ekonomi, Mendes Eko meminta masyarakat di UPT Halituku mengembangkan satu komoditas unggulan secara fokus dan konsisten. Ini untuk mengangkat skala ekonomi desa agar komoditas tersebut bisa menjadi andalan penghasilan masyarakat.

“Misalnya kembangkan komoditas cabai. Semua tanam cabai, sehingga nanti orang kalau mau mencari cabai ya ke desa sini. Bulog atau pengusaha swasta pasti mencari kalau sudah ada skala ekonominya,” tandas Eko. (Andreas Nur)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru