Jumat, 4 Juli 2025

Diskriminasi CPNS Bidan Desa PTT, Adalah Kekejaman Negara

Oleh : Eka Pangulimara H

BARU-BARU ini, jagad sosial media turut heboh. Unggahan foto dokumentasi bidan desa dari Muara Jambi, viral berjudul “VIRAL!! Bidan Cantik Melewati Kubangan untuk Sampai ke Sungai Bahar jadi Perbincangan”. Sebut saja namanya Hermanita. Motor yang ditumpanginya tenggelam susuri jalur berlumpur.

Situasi medan kerja semacam ini, lumayan menggejala di tiap-tiap daerah pengabdian bidan desa PTT. Kalau tidak sebrangi jalan berlumpur, ambulans operasional puskesmasnya ikut-ikutan sebrangi sungai stinggi roda kendaraan. Ban motor dirantai, itu pemandangan biasa sehari-hari.

Junjungan Siagian misalnya. Bidan desa PTT berdarah Batak ini, telah miliki seorang putri berdinas Polisi Wanita, putra berprofesi Advokat yang selama ini mengabdi di Dusun Dua Desa Pematang Johar, Deli Serdang.  Tawaran bekerja di sebuah rumah sakit swasta justru Ia tinggalkan. Dengan satu keyakinan dapat turut serta mengabdi dalam program pemerintahan di desa-desa.

Sampai-sampai Kepala Puskesmasnya berseloroh, “Kenapa bu bidan mau ditempatkan di sini? Awakpun jarang-jarang melihat matahari terbit selama ini”, kelakarnya. Junjungan direkrut menjadi tenaga bidan desa PTT saat itu, bahkan melampaui usianya yang sudah tidak lagi belia. Namun, daerah tempat Ia mengabdi, justru kekurangan tenaga bidan desa saat itu.

Menteri Kesehetan RI Nilla F Moeloek juga pernah mengakui, dalam sebuah pertemuan 4 Mei 2016 lalu, bersama FORBIDES Indonesia-Konfederasi KASBI, di kantor Kementrian Kesehatan. Tentang keadaan sulit daerah pengabdian yang jauh dari pembangunan infrastruktur sarana jalan, air bersih, sinyal dan listrik.

Lain lagi Endang Sumarmi. Anak ketigabelas seorang pensiunan RPKAD jaman itu, dan dibesarkan dalam keluarga besar KOPASSUS, terpilih untuk turut serta memimpin perjuangan bidan desa PTT seJawa Timur ini, bukanlah bidan desa PTT sembarang. Rumah tinggal yang bersebrangan dengan rumah Alm. Gus Dur, Presiden Ke Empat RI di Jombang ini, terkenal gigih memperjuangkan hak kepastian kerja kaumnya. Meskipun menurutnya problem pembatasan usia, adalah takdir historis yang mengalamatkan bidan desa PTT jika sampai dijadikan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), merupakan perpindahan status kepegawaian yang tak ubahnya mengeluarkan bidan desa PTT dari mulut buaya, ke mulut harimau!

Pasalnya, jika terdapat di suatu daerah seorang ibu membutuhkan pertolongan persalinan, dan diabaikan oleh seorang bidan desa, jelas merupakan kekejaman seorang bidan desa. Lalu bagaimana jika seorang bidan desa yang bekerja siang dan malam tanpa memiliki kepastian kerja? Ini kekejaman siapa?

Perempuan dan kelahiran baru, adalah hati bidan. Cuma itu saja guratan tema yang berdetak dan terperlihara dalam sanubari seorang bidan desa. Meskipun statusnya terdiskriminasi sejak kelahirannya berlabel PTT.

Maka di situ pasti terdapat persoalan. Masalahnya, ini soal negara, pemerintah dan rakyat yang membutuhkan.

 

Kepastian Kerja

Belum lagi yang selama ini menjadi rahasia umum rekruitmen CPNS. Perpanjangan kontrak kerja selama ini saja, bidan desa PTT kerap dijadikan mesin ATM sejumlah oknum birokrasi di daerah-daerah. Akhir Januari 2017, FORBIDES Indonesia-Konfederasi KASBI menyampaikan persoalan ini kepada Saber Pungli. Surat permasalahan tersebut disampaikan langsung kepada Menkopolhukam RI, Jendral TNI (Purn) Wiranto. Maka pengawalan pemberkasan sampai SK CPNS membutuhkan suatu pengawasan yang melekat. Agar benar-benar terhindar dari politik lading pungli. Di mana bidan desa menjadi proyeksi lahan suburnya saat ini.

Masih tersimpan dokumen negara di ingatan rakyat. Sebuah pengumuman terpasang di sebuah laman website Kementrian Kesehatan, pada tanggal 4 Mei 2016 lalu. Penerimaan Pegawai Negeri Sipil untuk Tenaga Kesehatan. Anehnya, 4.102 orang bidan desa berlabel Pegawai Tidak Tetap (PTT) pusat, diganjal oleh segelintir pihak yang mengaku-ngaku terbelit aturan.

Bagaimana mungkin dalam pemerintahan yang sama, melahirkan fakta sebuah kebijakan yang prakteknya bertolak belakang. Dari 41. 917 orang, hanya 37.815 orang bidan desa PTT (Pusat) yang diseremonikan penyerahan berkas CPNS bidan desa PTT (Pusat), dokter PTT, dan dokter gigi PTT oleh Menteri Kesehatan RI, di Balai Kartini, pada 21 Februari 2017 kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah sebanyak 484 kota/kabupaten peserta undangan.

Sisanya, harus diadukan kembali kepada Kantor Staf Presiden (KSP) RI pada tanggal 8 Maret 2017. Belum lama, lantai dua Bina Graha komplek Istana Kepresidenan didatangi kembali FORBIDES Indonesia-Konfederasi KASBI, dari 22 provinsi yang hadir seIndonesia.

Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki, yang didampingi Deputi IV (Bidang Komunikasi Politik dan Desemiasi Informasi) Eko Sulistyo, Binny Buchori, dan Deputi II (Bidang Kajian dan Pengelolaan Program Prioritas) Yanuar Nugroho, mendengarkan kembali dengan seksama. Terdapat permintaan tunggal tentang kebijakan Presiden Jokowi mengangkat 4.102 orang bidan desa PTT sebagai CPNS.

Peristiwa beramai-ramai ini pernah terjadi semasa Kepala Kantor Staf Presiden dijabat oleh Luhut Binsar Panjaitan, tepatnya pada momentum Hari Bidan Sedunia, 5 Mei 2015 yang lalu, dengan persoalan lebih dari 40 ribuan bidan desa PTT meminta hak kepastian kerja.

Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2017, digunakan sebagai momentum mengingatkan Pemerintahan Jokowi-JK. Kekhawatiran bidan desa, Presiden Jokowi belum mengetahui persis keadaan ini. Sebabnya, pengangkatan khusus CPNS bidan desa PTT (Pusat) adalah sebuah prosesi penyelesaian satu persatu pemerintahan Jokowi-JK. Sehingga memerlukan sebuah penanganan secara khusus pula.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kantor Staf Presiden akan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden Jokowi untuk memberikan solusi dan kebijaksanaan atas kondisi 4.102 orang bidan desa untuk memiliki hak dan kesempatan yang sama, seperti yang dialami 37.815 orang bidan desa PTT (Pusat) yang telah dilakukan proses pemberkasan CPNS-nya terhitung 1 Maret 2017 ini.

Peristiwa 8 Maret menjadi penanda sejarah bagi bidan desa PTT di seluruh Indonesia. Kehadiran Megawati Soekarno Putri, Presiden RI Ke Lima pada waktu itu, berbarengan dengan seluruh para Menteri wanita Kabinet Kerja bersama ratusan bidan desa berlabel PTT dari seluruh Indonesia berkumpul di Taman Ismail Marzuki. Mendengarkan pidato politik Megawati Soekarno Putri dalam momentum Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2015 ketika itu, beliau menegaskan, “seharusnya aturan pengangkatan PNS bidan desa PTT tegak lurus dengan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan bidan desa PTT di negara ini”, tandasnya.

Lalu apalagi yang ditunggu oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebab bidan desa PTT hanya meminta sebuah kebijakan langsung dari para pemimpinnya. Tidak “neko-neko”. Putuskan segera Bapak Presiden di bulan Maret 2017 ini. Agar proses kelahiran CPNS ini tidak sungsang. Bidan desa PTT yang sedikit masa kerjanya  justru lahir lebih dahulu CPNS-nya. Ini darurat diskriminasi, jika tidak ditolong cepat-cepat, bakal ada yang tidak selamat. Dan kalau sampai diabaikan, ini kekejaman siapa? (0).

*Penulis adalah Pembina Federasi Organisasi Bidan Desa (FORBIDES) Indonesia

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru