Sabtu, 5 Juli 2025

DPD: Kemunduran Wawasan Nusantara Penyebab Krisis Multidimensi

JAKARTA- Gerakan Revolusi Mental tidak akan berhasil dilakukan, sepanjang wawasan nusantara tidak menjadi bagian penting konsepsinya. Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad menekankan pentingnya wawasan nusantara dalam paparannya di Focus-Group Discussion (FGD) yang diadakan Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI) dengan tema “Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kebijakan Politik Guna Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa Dalam Rangka Ketahanan Nasional” di Jakarta, Rabu (24/2).

“Hari ini pembicaraan mengenai wawasan nusantara menjadi makin relevan ketika kita dihadapkan pada problematika dan tantangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Problematika itu, jika kita identifikasi berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal),” ujarnya.

Mantan Gubernur PTIK itu menjelaskan. Secara internal, reformasi 1998 membawa angin perubahan berupa kebebasan (liberasi) dan demokratisasi yang menghasilkan perubahan sistem politik ketatanegaraan yang menuntut demokratisasi, hak asasi manusia, ekonomi kerakyatan, otonomi daerah, pengelolaan sumberdaya alam berkeadilan, kebhinnekaan, dan kearifan lokal.

“Pada saat yang sama muncul ekses (negatifitas) berupa gejala primordialisme, sektarian, kebebasan yang kebablasan yang melemahkan ikatan (bonding) kita sebagai bangsa” jelasnya.

Farouk menambahkan, Secara eksternal dunia berkembang begitu pesat akibat globalisasi, yang menembus batas negara (boarderless), pergaulan dan hubungan antarbangsa dan antarwarga tidak lagi dibatasi negara akibat perkembangan teknologi informasi yang luar biasa. Akibatnya invasi budaya, nilai, identitas dominan yang mungkin berbeda atau bertentangan dengan identitas karakter bangsa tidak dapat dihindari lagi.

“Problematika di atas menyebabkan pergeseran nilai-nilai fundamental kita dalam berbangsa dan bernegara,” paparnya.

Generasi bangsa mengalami fase transisi yang cukup rumit, dimana nilai/norma lama bangsa belum mereka tangkap lalu hadir reformasi dan globalisasi yang menawarkan nilai/norma baru yang lebih menarik dan “trendy” namun mereka belum sempat menghayati sehingga menimbulkan penafsiran yang keliru. Inilah yang disebut sebagai kondisi ketidakpastian atau“anomie”.

Pun, acapkali negara belum sempat menyesuaikan nilai/norma lama dengan kekinian sehingga generasi bangsa makin enggan mengafirmasi nilai/norma tersebut. Akibatnya terjadi kerentanan dalam kepribadian generasi bangsa.

“Mereka bisa menjadi sangat liberal dan kosmopolit di satu sisi, dan bisa terperosok pada radikalisme di sisi yang lain.” ucap Farouk

Guru Besar Kriminologi UI ini menekankan. Di lain pihak, negara mengalami ‘goncangan’ karena kemampuan ekonomi menurun akibat pembangunan terlalu fokus pada politik. Pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi kepentingan politik karena tidak adanya arah pembangunan nasional semacam GBHN. Padahal pembangunan bangsa seharusnya komprehensif, bukan hanya aspek politik atau ekonomi saja, tapi juga mencakup pembangunan sosial budaya dan karakter bangsa. Akibat pembangunan yang tidak komprehensif ini muncul lah berbagai permasalahan sosial seperti kenakalan remaja, narkoba, seks bebas, pornografi-pornoaksi, perkelahian antarmahasiswa, tawuran antarkampung, LGBT, hingga permasalahan korupsi, intoleransi, kekerasan etnik, terorisme, dan lain sebagainya.

Sebagai Informasi, Rancangan Undang-Undang (RUU) Wawasan Nusantara menjadi prioritas program legislasi nasional (proleganas) tahun 2016 yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru