Selasa, 7 Oktober 2025

Dr. Hasto Wardoyo, SP.OG.(K): BKKBN Prioritaskan Perubahan ‘Mindset’

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang baru Dr. Hasto Wardoyo, SP.OG. (K). (Ist)

Agenda utama dalam membangun kesejahteraan berbasis keluarga adalah pentingnya perubahan mainset masyarakat dan pemerintah tentang Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Di bawah ini wawancara Web Warouw dari Bergelora.com dan Daniel Tagukawi dari Sinar Harapan.Net dengan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang baru Dr. Hasto Wardoyo, SP.OG. (K) Senin (15/7) di Jakarta.

Bagaimana rencana induk kependudukan secara nasional?

Program   kependudukan   Indonesia   merupakan   bagian   integral   dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, sesuai dengan Program Prioritas dalam Cita ke 5 Nawacita Kabinet Kerja I Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla tahun 2015-2019, dan akan terus menjadi prioritas pada RPJMN 2020-2024. Sebagai bagian dari pembangunan SDM, hasil pembangunan kependudukan,   keluarga   berencana   dan pembangunan   keluarga   akan   memiliki   efek   baik   langsung   maupun tidak langsung  kepada   indikator   keberhasilan   pembangunan  lainnya pendidikan, kesehatan dan bidang ekonomi. Pada   RPJM 2015-2019   telah   ditetapkan   visi   BKKBN   untuk mewujudkan   penduduk   seimbang,   hasil-hasil   kerja   pengendalian kelahiran melalui program KB Nasional telah melahirkan bonus bagi Indonesia,   sementara   bonus   demografi   akan  membuat proses pengasuhan   dan   pendidikan   anak     berikutnya   yang   berkualitas menjadi lebih besar.  Secara   kuantitatif   target penurunan   Total Fertility Rate (TFR)   2,1  dapat   membantu menekan angka kematian ibu hamil dan melahirkan, kematian bayi baru lahir atau neonatal dan angka kematian balita. Jika TFR masih lebih   dari   2,1   atau   batas   seimbang   itu,   slogan  SDGs  yang menginginkan  tidak   ada   satu   pun   warga   yang   tertinggal   dalam pembangunan pada 2030 akan sulit digapai. Mempertahankan PTS mengurangi beban penduduk usia produktif yang  akan   melonjak akibat   meningkatnya penduduk   lanjut usia (lansia).   Kondisi   itu   bisa   menurunkan   kesejahteraan   penduduk, padahal itu adalah tujuan utama SDGs.

Bagaimana upaya nyata BKKBN dalam pengendalian kependudukan selama ini? Dan bagaimana hasilnya?

Program KB Indonesia yang ditangani pemerintah sudah berlangsungselama  hampir  50   tahun,   karena dimulai  pada tahun 1970.   BKKBN diberi mandat untuk mengatur dan mengendalikan penduduk secaraalami,   yakni   pengaturan   kelahiran  dengan jumlah   anak   yang   ideal. Pengendalian kelahiran ditempuh  dengan dua pendekatan, pertama ; dengan mengajak pasangan usia subur menggunakan alat kontrasepsidan   yang   kedua;   adalah   meningkatkan   usia   kawin   pertama perempuan.

Hasil yang dicapai, tidak menggembirakan. Penggunaan kontrasepsimoderen selama lebih kurang 5 tahun terakhir berjalan ditempat, hasil SDKI   2012   peserta   KB   yang   menggunakan   kontrasepsi   moderen sebesar 57,09 % dan mengalami penurunan pada SDKI tahun 2017 menjadi 57,02 %. Hal yang menggembirakan adalah peningkatan usia kawin pertama perempuan   menjadi   lebih   kurang   20   tahun dibandingkan dengan 5 tahun yang lalu sebesar 19 tahun.

Bagaimana peran BKKBN dalam implementasi program SDGs?

SDGs   adalah   komitmen   global   yang   Indonesia   menjadi   inisiator penyusunan   indikator-nya.   Peran   BKKBN   dalam pencapaian   SDG’s tentu   menjadi   strategis.   Peran   utama   BKKBN   adalah   menurunkan angka kematian ibu hamil dan bersalin, menurunkan angka kematian bayi   dan   balita,   menurunkan   angka   kemiskinan   serta   peningkatan kelestarian lingkungan   melalui   pengendalian   kelahiran   dan peningkatan kesejahteraan keluarga.Untuk   itu,   BKKBN   bekerja   dengan indikator   menurunkan   unmet kesertaan   KB,   peningkatan   usia   kawin   pertama   perempuan   atau mengurangi kasus-kasus kawin di usia anak atau di bawah umur, serta peningkatan pendapatan atau ekonomi keluarga.

Bagaimana   seharusnya   dukungan   stakeholders   dalam   pelaksanaan program BKKBN?

BKKBN tidak bisa  menghasilkan  kinerjanya sendiri tanpa   kerjasama dengan   stake-holder,   baik   pemerintah   maupun lembaga   swadaya masyarakat   dan   bahkan   dengan   insan   pers   sekalipun.   Pekerjaan BKKBN   lebih   dominan   pada “demand   creation”   yang   lebih   banyak memerankan   program   penyuluhan,   sosialisasi   dan   konseling   baikuntuk kepentingan   pengendalian   kelahiran   maupun   programpendukung lainnya. Sampai dengan saat ini sudah hampir 120 lembaga/organisasi yang melakukan   kerjasama   dengan   BKKBN   melalui   penandatanganan MOU,   baik   yang   berasal  dari pemerintah,   masyarakat   kampus, maupun organisasi kemasyarakatan dan agama.

Bagaimana pelaksanaan dan evaluasi kebijakan gender?

Kesetaraan gender dalam program KB diarahkan untuk meningkatkan peran   suami   dalam   pembuat   keputusan   istri menggunakan kontrasepsi,   serta   mendorong   secara   aktif   menjadi   peserta   KB. Demikian   juga  daam   program pengasuhan  orang  tua,   peran   Bapak diharapkan dapat sejajar dengan peran Ibu. Program KB juga mendorong kaum perempuan untuk lebih aktif dalam pasar kerja, kepemimpinan politik serta birokrasi. Pengembangan karir perempuan   termasuk  pendidikan   akan   mendorong   kesadaran intelektual masyarakat dalam menerima konsep keluarga berencana.

Bagaimana kebijakan umum dan program prioritas Pak Hasto di masa akan datang?

Kebijakan saya akan tetap diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas   pelayanan   KB   yang   merata,   ini   untuk menurunkan   angkaunmet-need secara bermakna. Disamping itu perhatian kepada remaja atrus diberikan prioritas baik dalam melindungi mereka dari ancaman triad kesehatan reproduksi remaja, sekaligus mempersiapkan remaja yang produktif mengisi periode bonus demografi dan Indonesia emas tahun 2045. Untuk itu bagaimana kita sukses dalam memobilisasi sumber-sumber program   Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)   terutama   petugas   lini   lapangan   dan dukungan pemerintah   daerah.   Memastikan   setiap   fasilitas   pelayanan menjalankan fungsi-fungsi teknis pelayanan dengan sarana prasarana yang   cukup,   sumber   daya   manusia   yang   memadai   dan  sistem informasi yang akurat dan cepat.

Bagaimana   kampanye   sosialisasi   program   BKKBN   akan   dilakukandapat melibatkan masyarakat?

Tokoh   masyarakat   akan   kita   libatkan   secara   langsung   untuk memastikan   pesan-pesan   KKBPK   sampai   kepada setiap   keluarga.Tokoh   agama,   pemuda,   budayawan,   politisi   dan   aparatur   tingkatdesa/kelurahan seperti RW, RT dan dusun dilibatkan dalam kampanye hidup terencana dan produktif dengan program KKBPK. Demikian juga para champions program KKBPK di akar rumput, seperti kader, peserta KB lestari dan peneriman penghargaan dilibatkan dalam perumusan dan pelaksanaan   di   wilayah   masing-masing.   Ini   akan sinergi bersama pemeran media massa, cetak, elektronik dan media sosial.

Kalau dibandingkan, BKKBN dulu sangat populer dibandingkan dengan saat ini. Apa yang terjadi?

Saya mendapatkan pertanyaan yang sama dari berbagai kelompok masyarakat. Dan itu memang yang terjadi. Tapi, kami akan melakukan yang terbaik dalam konisi apapun. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana mengubah mainset masyarakat, sehingga dengan kesadaran sendiri mengikuti program keluarga berencana. Sekarang kan BKKBN seolah hanya soal metode kontrasepsi, padahal itu semua hanya masalah teknis yang juga penting, tetapi itu bisa terjadi kalau ada kesadaran untuk mengikuti program KB. Di sini yang sangat penting itu, perubahan mainset dulu. Ini yang menjadi tantangan bagi kami ke depan. Kalau mainset sudah berubah, maka persoalan teknis itu lebih mudah.

Beberapa waktu lalu, ada “penolakan” program dua anak di Provinsi Bali. Bagaimana Pak Hasto mensiasati kebijakan daerah seperti itu?

Saya pikir, kita semua harus mengacu kepada visi nasional. Misalnya, kalau SD itu lamanya enam tahun, tentu kita tidak boleh mengubah lama pendidikan di SD. Ini juga seperti itu. Kami memahami adanya kearifan lokal, tetapi kita tidak mungkin mengubah program dua anak menjadi empat anak. Karena kebijakan ini juga melalui berbagai kajian panjang. Namun, kami tidak akan berdebat, tapi kami akan silaturahmi kepada Bapak Gubernur. Kami akan menyampaikan berbagai alasan dari sisi medis dan ilmiah. Jadi, silakan kita bisa berdiskusi, tapi kami bukan dalam posisi mau berdebat. Kami hanya menyampaikan berbagai kajian yang kami pahami.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru