Agenda utama dalam membangun kesejahteraan berbasis keluarga adalah pentingnya perubahan mainset masyarakat dan pemerintah tentang Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Di bawah ini wawancara Web Warouw dari Bergelora.com dan Daniel Tagukawi dari Sinar Harapan.Net dengan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang baru Dr. Hasto Wardoyo, SP.OG. (K) Senin (15/7) di Jakarta.
Bagaimana rencana induk kependudukan secara nasional?
Program kependudukan Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, sesuai dengan Program Prioritas dalam Cita ke 5 Nawacita Kabinet Kerja I Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla tahun 2015-2019, dan akan terus menjadi prioritas pada RPJMN 2020-2024. Sebagai bagian dari pembangunan SDM, hasil pembangunan kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga akan memiliki efek baik langsung maupun tidak langsung kepada indikator keberhasilan pembangunan lainnya pendidikan, kesehatan dan bidang ekonomi. Pada RPJM 2015-2019 telah ditetapkan visi BKKBN untuk mewujudkan penduduk seimbang, hasil-hasil kerja pengendalian kelahiran melalui program KB Nasional telah melahirkan bonus bagi Indonesia, sementara bonus demografi akan membuat proses pengasuhan dan pendidikan anak berikutnya yang berkualitas menjadi lebih besar. Secara kuantitatif target penurunan Total Fertility Rate (TFR) 2,1 dapat membantu menekan angka kematian ibu hamil dan melahirkan, kematian bayi baru lahir atau neonatal dan angka kematian balita. Jika TFR masih lebih dari 2,1 atau batas seimbang itu, slogan SDGs yang menginginkan tidak ada satu pun warga yang tertinggal dalam pembangunan pada 2030 akan sulit digapai. Mempertahankan PTS mengurangi beban penduduk usia produktif yang akan melonjak akibat meningkatnya penduduk lanjut usia (lansia). Kondisi itu bisa menurunkan kesejahteraan penduduk, padahal itu adalah tujuan utama SDGs.
Bagaimana upaya nyata BKKBN dalam pengendalian kependudukan selama ini? Dan bagaimana hasilnya?
Program KB Indonesia yang ditangani pemerintah sudah berlangsungselama hampir 50 tahun, karena dimulai pada tahun 1970. BKKBN diberi mandat untuk mengatur dan mengendalikan penduduk secaraalami, yakni pengaturan kelahiran dengan jumlah anak yang ideal. Pengendalian kelahiran ditempuh dengan dua pendekatan, pertama ; dengan mengajak pasangan usia subur menggunakan alat kontrasepsidan yang kedua; adalah meningkatkan usia kawin pertama perempuan.
Hasil yang dicapai, tidak menggembirakan. Penggunaan kontrasepsimoderen selama lebih kurang 5 tahun terakhir berjalan ditempat, hasil SDKI 2012 peserta KB yang menggunakan kontrasepsi moderen sebesar 57,09 % dan mengalami penurunan pada SDKI tahun 2017 menjadi 57,02 %. Hal yang menggembirakan adalah peningkatan usia kawin pertama perempuan menjadi lebih kurang 20 tahun dibandingkan dengan 5 tahun yang lalu sebesar 19 tahun.
Bagaimana peran BKKBN dalam implementasi program SDGs?
SDGs adalah komitmen global yang Indonesia menjadi inisiator penyusunan indikator-nya. Peran BKKBN dalam pencapaian SDG’s tentu menjadi strategis. Peran utama BKKBN adalah menurunkan angka kematian ibu hamil dan bersalin, menurunkan angka kematian bayi dan balita, menurunkan angka kemiskinan serta peningkatan kelestarian lingkungan melalui pengendalian kelahiran dan peningkatan kesejahteraan keluarga.Untuk itu, BKKBN bekerja dengan indikator menurunkan unmet kesertaan KB, peningkatan usia kawin pertama perempuan atau mengurangi kasus-kasus kawin di usia anak atau di bawah umur, serta peningkatan pendapatan atau ekonomi keluarga.
Bagaimana seharusnya dukungan stakeholders dalam pelaksanaan program BKKBN?
BKKBN tidak bisa menghasilkan kinerjanya sendiri tanpa kerjasama dengan stake-holder, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat dan bahkan dengan insan pers sekalipun. Pekerjaan BKKBN lebih dominan pada “demand creation” yang lebih banyak memerankan program penyuluhan, sosialisasi dan konseling baikuntuk kepentingan pengendalian kelahiran maupun programpendukung lainnya. Sampai dengan saat ini sudah hampir 120 lembaga/organisasi yang melakukan kerjasama dengan BKKBN melalui penandatanganan MOU, baik yang berasal dari pemerintah, masyarakat kampus, maupun organisasi kemasyarakatan dan agama.
Bagaimana pelaksanaan dan evaluasi kebijakan gender?
Kesetaraan gender dalam program KB diarahkan untuk meningkatkan peran suami dalam pembuat keputusan istri menggunakan kontrasepsi, serta mendorong secara aktif menjadi peserta KB. Demikian juga daam program pengasuhan orang tua, peran Bapak diharapkan dapat sejajar dengan peran Ibu. Program KB juga mendorong kaum perempuan untuk lebih aktif dalam pasar kerja, kepemimpinan politik serta birokrasi. Pengembangan karir perempuan termasuk pendidikan akan mendorong kesadaran intelektual masyarakat dalam menerima konsep keluarga berencana.
Bagaimana kebijakan umum dan program prioritas Pak Hasto di masa akan datang?
Kebijakan saya akan tetap diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, ini untuk menurunkan angkaunmet-need secara bermakna. Disamping itu perhatian kepada remaja atrus diberikan prioritas baik dalam melindungi mereka dari ancaman triad kesehatan reproduksi remaja, sekaligus mempersiapkan remaja yang produktif mengisi periode bonus demografi dan Indonesia emas tahun 2045. Untuk itu bagaimana kita sukses dalam memobilisasi sumber-sumber program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) terutama petugas lini lapangan dan dukungan pemerintah daerah. Memastikan setiap fasilitas pelayanan menjalankan fungsi-fungsi teknis pelayanan dengan sarana prasarana yang cukup, sumber daya manusia yang memadai dan sistem informasi yang akurat dan cepat.
Bagaimana kampanye sosialisasi program BKKBN akan dilakukandapat melibatkan masyarakat?
Tokoh masyarakat akan kita libatkan secara langsung untuk memastikan pesan-pesan KKBPK sampai kepada setiap keluarga.Tokoh agama, pemuda, budayawan, politisi dan aparatur tingkatdesa/kelurahan seperti RW, RT dan dusun dilibatkan dalam kampanye hidup terencana dan produktif dengan program KKBPK. Demikian juga para champions program KKBPK di akar rumput, seperti kader, peserta KB lestari dan peneriman penghargaan dilibatkan dalam perumusan dan pelaksanaan di wilayah masing-masing. Ini akan sinergi bersama pemeran media massa, cetak, elektronik dan media sosial.
Kalau dibandingkan, BKKBN dulu sangat populer dibandingkan dengan saat ini. Apa yang terjadi?
Saya mendapatkan pertanyaan yang sama dari berbagai kelompok masyarakat. Dan itu memang yang terjadi. Tapi, kami akan melakukan yang terbaik dalam konisi apapun. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana mengubah mainset masyarakat, sehingga dengan kesadaran sendiri mengikuti program keluarga berencana. Sekarang kan BKKBN seolah hanya soal metode kontrasepsi, padahal itu semua hanya masalah teknis yang juga penting, tetapi itu bisa terjadi kalau ada kesadaran untuk mengikuti program KB. Di sini yang sangat penting itu, perubahan mainset dulu. Ini yang menjadi tantangan bagi kami ke depan. Kalau mainset sudah berubah, maka persoalan teknis itu lebih mudah.
Beberapa waktu lalu, ada “penolakan” program dua anak di Provinsi Bali. Bagaimana Pak Hasto mensiasati kebijakan daerah seperti itu?
Saya pikir, kita semua harus mengacu kepada visi nasional. Misalnya, kalau SD itu lamanya enam tahun, tentu kita tidak boleh mengubah lama pendidikan di SD. Ini juga seperti itu. Kami memahami adanya kearifan lokal, tetapi kita tidak mungkin mengubah program dua anak menjadi empat anak. Karena kebijakan ini juga melalui berbagai kajian panjang. Namun, kami tidak akan berdebat, tapi kami akan silaturahmi kepada Bapak Gubernur. Kami akan menyampaikan berbagai alasan dari sisi medis dan ilmiah. Jadi, silakan kita bisa berdiskusi, tapi kami bukan dalam posisi mau berdebat. Kami hanya menyampaikan berbagai kajian yang kami pahami.