JAKARTA — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan tiga usulan perhitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026 yang telah disepakati Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh (KSPBB). Koalisi tersebut beranggotakan 72 serikat buruh di seluruh Indonesia dan menjadi wadah konsolidasi utama tuntutan buruh terhadap kebijakan upah.
Menurut Said, usulan pertama adalah kenaikan sebesar 6,5 persen, merujuk pada besaran kenaikan UMP 2025.
“Yang (usulan kedua dihitung) dari angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS), yang ketemunya 7,77 persen,” ujar Said Iqbal dalam konferensi pers di Gedung Joang 45, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025).
Ia menjelaskan, angka tersebut berasal dari inflasi 2,65 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen, dengan tambahan faktor indeks tertentu sebesar 1,0.
“Inflasinya 2,65 persen, ditambah 1,0 indeks tertentu kali 5,12 persen pertumbuhan ekonomi jadi ketemu 7,77 persen,” katanya.
Usulan ketiga adalah kenaikan 8,5 hingga 10,5 persen, sebagaimana tuntutan utama dari serikat buruh di lapangan.
Ancaman Mogok Nasional
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Iqbal menegaskan, sekitar lima juta buruh dari ribuan pabrik di berbagai daerah siap melakukan mogok nasional jika pemerintah tidak menerapkan perhitungan UMP 2026 secara proporsional dan adil.
“Mogok nasional tetap menjadi pilihan bagi KSPBB. KSPBB ini beranggotakan 72 serikat buruh dan organisasi kerakyatan, seperti serikat petani Indonesia, kawan sindikasi itu kumpulan kawan-kawan konten kreator, buruh-buruh konten kreator, serikat pekerja kampus,” katanya.
Menurut Iqbal, berdasarkan informasi dari pemerintah, kenaikan UMP 2026 diperkirakan hanya sekitar 3 persen, mengacu pada perhitungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang menggunakan nilai indeks tertentu 0,2–0,7 persen.
Dengan formula itu, kenaikan UMP diperkirakan berkisar 3–6 persen, jauh di bawah tuntutan buruh.
“Sedangkan kami menuntut 8,5–10,5 persen. Jalan tengah yang tentu untuk dirundingkan kan tentu harus ada. Pertama jalan tengahnya 6,5 persen, karena sudah pernah diputuskan Presiden,” tutur Iqbal.
Ia menambahkan, usulan jalan tengah kedua adalah kenaikan sebesar 7,7 persen, hasil perhitungan dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Sementara usulan ketiga, sesuai tuntutan serikat buruh, tetap berada di kisaran 8,5–10,5 persen. Jika tidak ada satu pun usulan yang disetujui, maka aksi mogok nasional akan digelar pada Desember 2025, bertepatan dengan penetapan UMP oleh Menteri Ketenagakerjaan.
“Kami perkirakan Desember (mogok nasional). Karena menteri kan mau menetapkan (UMP 2026) 20 November. Kita persiapan Desember,” ungkapnya.
Iqbal menambahkan, aksi mogok nasional bahkan bisa dilakukan sebelum 20 November. Ia memperkirakan sekitar lima juta buruh akan terlibat dengan menghentikan produksi di lebih dari 5.000 pabrik di 300 kabupaten/kota, dan aksi tersebut berpotensi meluas ke berbagai sektor industri.
Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor menyampaikan bahwa pemerintah sedang merancang formula baru penetapan UMP 2026 yang akan diumumkan pada 21 November mendatang.
“Pemerintah sedang merancang kebijakan pengupahan yang lebih adaptif terhadap dinamika ekonomi nasional dan daerah agar mampu menjaga keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan usaha,” ujar Afriansyah melalui siaran pers Kemenaker, Jumat (31/11/2025).
“Formula baru ini penting untuk menjaga keseimbangan antara daya beli pekerja, keberlangsungan usaha, dan pemerataan ekonomi,” katanya. Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli juga menegaskan formula baru penentuan UMP akan mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2024, termasuk pengembalian upah minimum sektoral (UMS) yang kembali wajib diberlakukan.
“Ya benar, harus (sesuai putusan MK dan poin-poinnya). Itu nomor satu. Jadi pemerintah wajib dan kita kemudian berkomitmen untuk melaksanakan keputusan MK,” ujar Yassierli di Kantor Kemenaker, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Ia menjelaskan, UMP ke depan harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti standar hidup layak dan dinamika ekonomi tiap daerah.
“Di situlah disampaikan bahwa UMP harus mempertimbangkan faktor ini, faktor ini. Makanya kita perlu melakukan kajian, kita perlu juga melakukan dialog sosial, mendapatkan masukan dari berbagai sektor,” jelasnya.
Terkait tuntutan buruh agar UMP 2026 naik 8,5 persen, Yassierli menilai hal tersebut merupakan bagian dari aspirasi yang akan dipertimbangkan dalam rapat Dewan Pengupahan Nasional.
“Itu bagian dari proses, itu ada aspirasi. Tentu aspirasinya kita tampung, nanti kita juga akan mendengarkan dari sektor yang lain, selain kami juga akan melakukan kajian nanti juga semua akan dibahas di Dewan Pengupahan,” tuturnya. (Web Warouw)

