JAKARTA- Enam hari telah lewat, semenjak kepergian Muhamad Yamin, Ketua Umum SekNas Jokowi, Jumat (22/3). Duka masih terus menggelayut dikalangan kawan dan lawannya. Mereka masih terus saja mengenang Kawan Yamin.
“Ibuku pernah cerita Mas Yamin paling senang lewat Jalan Muhamad Yamin menteng, Jakarta Pusat. Terus aku tanya Mas Yamin sudah kesampaian punya rumah di (Jalan-red) Muhamad Yamin Menteng? Dia tertawa geli sambil ngomong mengkhayal boleh dong …,” Ezki Suyanto, Wartawan Senior mengenang Yamin. Ezki adalah anak dari Almarhumah Ade Rostinah Sitompul, pejuang HAM yang gigih selama masa Kediktaktoran Soeharto.
Yamin juga dikenal sebagai tangan kanan Almarhum Taufik Kiemas, suami Presiden RI (2002-2004) Megawati Soekarnoputri. Yamin sedang memproses pembuatan film tentang Taufik Kiemas lalu pergi tanpa pamit.
“Terakhir ketemu waktu dia mau bikin film Taufik Kiemas. Aku bilang kok aku gak diajak main film? Mas Yamin bilang mukamu orang kaya,– ini film orang susah. Aku tergelak. Aku gak pernah bicara serius dengan Mas Yamin tapi kami selalu satu frekuensi dalam berjuang untuk demokrasi,” ujar Ezki yang pernah berperan sebagai penghubung dari penjara-penjara dengan gerakan bawah tanah di luar dimasa kediktaktoran Orde Baru.

Yamin Aktivis Kiri
Advokat terkemuka Maqdir Ismail, senior Kawan Yamin di Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, aktivis 1978 juga mengenang Kawan Yamin sebagai sebagai pribadi yang kuat. Maqdir Ismail mengenal Yamin ditahun 1980-an, sebagai aktivis Mahasiswa UII.
“Meskipun kami berbeda generasi, saya jauh lebih tua, akan tetapi bagi aktivis Mahasiswa UII – antara Aktivis dan mantan aktivis selalu terbangun “perkawanan” yang tidak pernah terputus. Ketika masih menjadi pengurus Dewan Mahasiswa UII, Yamin oleh kawan-kawannya tidak jarang dikatakan agak ke-kiri-kirian dengan “Gang Rode,”nya, sehingga dia sempat “agak dijauhi” oleh kalangan aktivis lain di Kampus. Ketika itu, saya tidak begitu peduli, sebab, bagi saya, anak muda yang ke-kiri-kirian itu adalah sebagai tanda dari aktivis yang dinamis,” kenang Maqdir.
Menurutnya Yamin adalah pribadi yang sangat menghargai perbedaan dan selalu berusaha membangun perkawanan yang luas.
“Bagi saya Yamin adalah seorang aktivis yang selalu berpihak. Meskipun ada perbedaan keberpihakan, dia selalu bersikap biasa saja dengan kawan-kawan yang berbeda keberpihakan. Dia tetap bersikap biasa dan tetap saling menghormati, meskipun kami berbeda keberpihakan dalam politik, terutama sejak tahun 2014. Dalam pertemuan dan pembicaraan, Yamin acap-kali menyelipkan percakapan dalam Bahasa Komering yang saling kami mengerti. Selamat jalan adinda Yamin. Semoga diberi kelapangan dijalanNya,” tutup Maqdir kepada Bergelora.com beberapa waktu lalu.
Suhartoyo Sastrosuwignyo yang dikenal dengan Aryo Metateater, seorang penyair dari Provinsi Riau juga mengirimkan pesan duka cita sambil mengenang Kawan Yamin.
“Saya kenal Bung Yamin di Palembang sekitar tahun 1993-an. Waktu itu saya mentas teater berkeliling. Ketika mentas di Palembang kemudian sering berinteraksi dgn kawan-kawan seniman dan aktivis di Palembang seperti, Tarech Rasyid, Chairil Syah, JJ Polong, Anwar Putra Bayu,Connie Sema dan lainnya.

Ia mengingat bahwa Yamin selalu mendukung secara penuh semua upaya pemberdayaan masyarakat termasuk didunia seni dan budaya.
“Ketika saya di Palembang untuk bedah novel saya di Walhi Sumatera Selatan Oktober 2018 lalu, Yamin turut mensupport dengan memborong novel saya ‘Metanusantara’ sebanyak 10 buah buku. Meski beliau tidak hadir di acara tersebut namun memesan buku saya melalui panitia dan buku dikirim via JNE ke alamat di Jakarta. Yamin sangant peduli dengan dunia sastra dan budaya serta punya kesetiakawanan yang tinggi. Sikap yang perlu ditauladani. Selamat Jalan Bung Yamin,” katanya.(Web Warouw)

