Sabtu, 12 Juli 2025

ENG ING EEEENG…! Dokter Hingga Apoteker Pertanyakan Isi RUU Kesehatan, Jadi Prioritas tapi Tak Libatkan Organisasi Profesi

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang sistem kesehatan nasional telah sah diusulkan sebagai RUU prioritas tahun 2023 oleh Badan Legislasi Nasional DPR RI pada 21 September lalu.

Hal ini mendapatkan reaksi dari organisasi profesi kesehatan. Pasalnya, hingga Senin (26/9) mereka belum mengetahui draf RUU tersebut dan tidak pernah diajak berdiskusi.

Senin (26/9), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi seluruh Indonesia (PDGI), Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) yang masing-masing diwakili oleh ketua umumnya berkumpul di kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).

Mereka membahas munculnya RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional yang menjadi prioritas di tahun depan. Padahal naskah akademik yang seharusnya ada sebelum RUU itu diusulkan belum pernah mereka lihat.

“Kalau masuk prioritas harusnya ada naskah akademiknya,” kata Ketua Umum PPNI Harif Fadhilah kemarin (26/9).

Dia merasa janggal ketika organisasi profesi kesehatan yang nantinya juga akan menggunakan UU tersebut tidak diajak berdiskusi menyusun RUU-nya. Bahkan mereka tidak diberikan naskah akademik atau draf RUU tersebut.

Sejauh ini organisasi profesi kesehatan memiliki undang-undang sendiri. ”UU yang ada sudah memberikan dasar yang kuat,” tuturnya.

Dia pun masih menebak-nebak apakah RUU Sistem Kesehatan Nasional ini akan menghapus UU keperawatan yang sudah ada. Jika iya, menurutnya tak ada yang mendesak UU keperawatan dihapus atau diperbaiki. Dia minta agar UU untuk masing-masing organisasi profesi tetap dipertahanlan.

“Yang menjadi kekhawatirkan kami adalah keselamatan pasien,” ungkap Ketua PB IDI dr Adib Khumaidi SpOT pada kesempatan yang sama.

UU yang sudah ada sudah mengatur bagaimana peningkatan sumber daya manusia hingga layanan kepada pasien.

Sama halnya dengan Harif, dia merasa bahwa belum ada hal yang mendesak untuk mengubah UU tentang kedokteran.

Organisasi profesi kesehatan, menurut Adib, khawatir jika RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional ini akan menghapus undang-undang profesi yang sudah ada. Apalagi RUU ini menggunakan sistem omnimbus law. Sebab undang-undang yang mengatur masing-masing organisasi profesi kesehatan sudah berjalan dan berfungsi dengan baik.

”Naskah akademik maupun draf RUU belum secara resmi kami dapatkan,” ujar Adib.

Sehingga organisasi profesi kesehatan tidak merasa dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut.

Adib membeberkan kronologi organisasi profesi kesehatan akhirnya tahu RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional menjadi prioritas di tahun depan dari laman website DPR RI.

Mulanya RUU ini tidak ada dalam prioritas. 29 Agustus lalu di website DPR RI muncul artikel yang menyatakan Badan Legislatif membahas usulan RUU prioritas dan ada RUU sistem kesehatan nasional ini.

Yang membuat terkejut adalah pada rapat 21 September lalu RUU sistem kesehatan nasional ini menjadi prioritas dan termasuk omnimbus law.

Omnibus law sendiri merupakan satu undang-undang yang mengatur banyak hal.

Kepasa Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi turut berkomentar. Menurutnya apa yang dilakukan DPR RI yang tidak melibatkan organisasi profesi dalam membahas RUU yang kedepan akan dipakai, merupakan suatu kemunduran.

”Ini anti demokrasi. Peran civil society diambil negara,” tegasnya.

Dia pun khawatir jika proses di awal ini tidak terbuka, yang dirugikan bukan hanya sumberdaya manusia kesehatan tapi juga masyarakat secara umum yang mendapatkan layanan kesehatan. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru