Jumat, 24 Oktober 2025

GAK NYAMPE KE UMKM…! CELIOS Sebut Menkeu Purbaya Jago Bikin Gimik, Singgung soal Guyuran Rp200 Triliun

JAKARTA – Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menyebut Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, jago membuat gimik dengan gaya ceplas-ceplos dan koboinya daripada Menkeu sebelumnya, yakni Sri Mulyani yang dinilai lebih hati-hati dalam berbicara.

Awalnya, Bhima menyinggung terkait kebijakan Purbaya yang mengguyurkan uang pemerintah Rp200 triliun yang mengendap di Bank Indonesia (BI) untuk disalurkan ke bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Tujuan dana tersebut disalurkan untuk mendukung ketersediaan likuiditas guna mendorong peningkatan penyaluran kredit sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bhima merasa heran dengan kebijakan Purbaya tersebut, karena saat ini, menurutnya pertumbuhan kredit di Indonesia sedang rendah.

Sehingga, kata Bhima, kebijakan itu justru tidak mendorong ekonomi.

“Rp200 triliun dikasih ke bank pemerintah dalam 1 bulan kurang itu 70 persen sebagian sudah disalurkan. Jadi berapa tuh per hari? Ya kan tinggal dibagi aja. Gimana mungkin nyalurkan uang sebanyak itu di saat pertumbuhan kreditnya lagi rendah?,” ucap Bhima dikutip Bergelora.com di Jakarta, Jumat (24/10/2025).

“Banyak yang eksperimental. Saya setuju dengan Bang Hensa tadi, jadi banyak yang masih coba-coba. Kalau dibilang apakah ini mendorong ekonomi, juga enggak,” tambahnya.

Oleh karena itu, Bhima lantas mengatakan bahwa Purbaya memang jago membuat gimik daripada Sri Mulyani.

Namun, menurut Bhima, semua yang dibicarakan Purbaya semenjak menjabat sebagai Menkeu tidak berdampak bagus, termasuk kepada reaksi para investor.

Hanya reaksi publik saja yang tampak senang dengan berbagai kebijakan Purbaya tersebut.

“Buktinya apa? Purbaya memang jago dia bikin gimik tuh dibandingkan Bu Sri Mulyani yang agak hati-hati ngomong, kira-kira gitu. Tapi semua yang diomongin sama Purbaya sebenarnya dari level kebijakan dan reaksi dari para investor, itu juga enggak bagus,” paparnya.

“Reaksi publik aja itu senangnya kelihatan, tapi orang tuh akan ngelihat, ini kok Purbaya dengan akrobatnya seolah menyenangkan dari segi komunikasi publik ya, ceplas-ceplos atau koboi itu,” sambung Bhima.

Meski kebijakan Purbaya mendapatkan respons bagus di mata publik, Bhima mengatakan, kebijakan Menkeu yang mengguyur Rp200 triliun ke bank Himbara itu hingga sekarang tidak dirasakan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Bahkan, Bhima juga menyinggung soal harga beras yang sampai saat ini masih terhitung tinggi.

“Tapi enggak kerasa tuh harga beras masih tinggi. Terus kemudian banyak UMKM nanya, yang Rp200 triliun itu kok enggak ke UMKM ya, kok enggak dirasakan sama UMKM ya, Rp200 triliun itu uang yang besar sekali gitu,” katanya.

“Itu enggak dirasakan sama masyarakat bawah. Jadi orang ngelihat ini uang gimana sebenarnya. Jadi pas Purbaya gantiin Sri Mulyani ‘tesisnya beda dong, saya sama Sri Mulyani’. Sri Mulyani itu jaga defisit di bawah 3 persen ketat, Purbaya ini akan lebih agresif. Nah kira-kira kan gitu statementnya,” ujarnya lagi.

Menurut Bhima, keagresifan Purbaya dalam melakukan terobosan-terobosan itu justru dikhawatirkan tidak akan berdampak pada lapangan pekerjaan atau program-program yang bisa kesejahteraan rakyat.

“Tapi keagresifannya dia, nah itu khawatir masuk ke program-program yang enggak ngaruh ke lapangan kerja, enggak ngaruh kepada program-program yang bisa meningkatkan kesejahteraan,” ucapnya.

Dengan demikian, Bhima mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh Pemerintah akan sulit tercapai di tahun 2025 ini.

“Jadi pertumbuhan ekonominya yang dijanjikan 8 persen itu hampir dipastikan susah tercapai tahun ini,” tutur Bhima.

Purbaya sebelumnya menyampaikan optimismenya bahwa pertumbuhan konsumsi masyarakat pada kuartal IV-2025 akan menembus di atas 5,5 persen, lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,12 persen pada kuartal II-2025.

Optimisme itu, kata Purbaya, didukung oleh kebijakan pemerintah yang gencar memberikan insentif fiskal untuk menjaga momentum ekonomi, salah satunya yakni melalui penempatan dana sebesar Rp200 triliun ke bank Himbara, guna untuk memperkuat likuiditas dan mendorong pembiayaan sektor riil.

“Data retail sales BI mulai naik di bulan terakhir ini, di September. Karena sebagian dampak dari uang yang saya gelontorkan mulai terasa di sistem. Saya pikir Oktober, November, Desember akan lebih terlihat dampaknya di ekonomi,” papar Purbaya.

Purbaya juga menegaskan soal kesiapannya menambah dana likuiditas bila diperlukan.

Pemerintah pun menggelontorkan ragam insentif untuk mendorong daya beli masyarakat, di mana tambahan anggaran tersebut berasal dari pos yang tidak terserap sepenuhnya.

Sebagian dana kemudian dialihkan untuk memperpanjang program bantuan, yang semula direncanakan hanya berlangsung dua bulan menjadi tiga bulan.

Selain itu, bantuan kini juga mencakup kelompok masyarakat di desil 3 dan 4, yang dinilai masih rentan namun sebelumnya belum menerima dukungan dari pemerintah.

Lapor Pak Purbaya

Kebjakan terbaru adalah Lapor Pak Purbaya yang berguna agar masyarakat bisa melaporkan permasalahan terkait pajak dan bea cukai ke Menkeu Purbaya.

Purbaya sebelumnya menyatakan bahwa kebijakannya ini menjadi bagian dari komitmennya untuk memperkuat integritas, transparansi, dan memastikan setiap suara masyarakat didengar langsung.

Untuk mekanismenya, masyarakat nanti dapat mengirim keluhan melalui aplikasi WhatsApp ke nomor 082240406600 yang disediakan khusus untuk pelaporan terkait pelayanan di bidang pajak dan bea cukai.

Kanal ini dibuka sebagai bagian dari komitmen untuk memperkuat integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pelayanan publik di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Dana Rp200 Triliun ke Bank Himbara

Purbaya menyalurkan sekitar Rp200 triliun dari kas negara yang selama ini mengendap di rekening BI ke lima bank nasional, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Indonesia (BSI), Bank Tabungan Negara (BTN).

Dari total dana Rp 200 triliun, Bank Mandiri, BRI dan BNI mendapat alokasi terbesar, masing-masing Rp 55 triliun. Sementara BTN dicairkan Rp 25 triliun, dan BSI Rp 10 triliun.

Tujuan dana tersebut disalurkan untuk mendukung ketersediaan likuiditas guna mendorong peningkatan penyaluran kredit sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dana Rp 200 triliun akan ditempatkan dalam bentuk rekening pemerintah. Purbaya yakin dana itu tidak akan dibiarkan mengendap karena ada biaya (cost) dari penempatan dana tersebut sehingga bank akan terdorong untuk mencari imbal hasil lebih tinggi.

Batalkan Kenaikan Cukai Rokok  2026

Purbaya juga memastikan tidak ada kenaikan tarif cukai rokok pada 2026 mendatang.

Pihaknya, kata Purbaya, tengah menyiapkan sistem khusus industri hasil tembakau (IHT) dengan konsep sentralisasi dengan melibatkan pelaku industri kecil hingga besar.

Harapannya, sistem itu bisa menekan peredaran rokok ilegal yang selama ini tidak membayar pajak.

Meski cukai tidak naik, harga jual eceran (HJE) rokok tetap naik.

Kejar Penunggak Pajak

Selanjutnya, Purbaya menyatakan tengah mengejar 200 penunggak pajak yang sudah berkekuatan hukum (inkracht) dan targetnya negara bisa mengantongi Rp 60 triliun.

Dengan adanya status yang sudah inkracht secara hukum, kata Purbaya, membuat para penunggak pajak besar tidak bisa menghindar lagi.

Hingga saat ini, tercatat ada 84 wajib pajak yang telah membayarkan utang senilai Rp 5,1 triliun.

Dengan demikian, masih ada 116 wajib pajak lagi yang belum membayar tunggakannya. Purbaya pun masih terus akan menargetkan sisanya untuk membayar ke negara hingga akhir tahun.

Ancam Tarik Anggaran Kementerian yang Tak Bisa Belanja

Purbaya juga menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan dana menganggur di kementerian dan lembaga yang serapannya belum optimal.

Dana yang ditarik dari kementerian itu akan segera didistribusikan ke program-program lain yang siap berjalan.

Dengan begitu, kata Purbaya, alokasi anggaran tetap produktif dan berdampak langsung bagi masyarakat.

Tarik Dana MBG yang Tak Terserap Optimal

Selain itu, Purbaya juga menyatakan bakal menarik anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG) jika dananya tidak terserap maksimal, terhitung akhir Oktober hingga Desember.

Purbaya menegaskan, kebijakan ini merupakan bagian dari disiplin fiskal dan efisiensi belanja negara.

Dia mengatakan, nantinya dana yang tidak terserap itu akan dialihkan ke program lain.

“Tetap saya akan nilai sampai akhir Oktober, kalau akhir Oktober saya tahu nanti sampai Desember beberapa triliun tidak terpakai, saya ambil uangnya.”

“Tidak ada bedanya kok, enggak ada yang berubah. Kalau enggak dipakai ya diambil, di sana juga nganggur duitnya, saya sebarin ke tempat lain yang lebih siap,” ujar Purbaya di Balai Kota Jakarta, pada Selasa (7/10/2025).

Desak Pembangunan Kilang Minyak

Purbaya meminta PT Pertamina (Persero) segera merealisasikan pembangunan kilang minyak yang telah lama direncanakan.

Dia mengatakan, langkah ini penting untuk menekan subsidi BBM yang terus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Itu memang kewajiban mereka. Dulu Pertamina punya rencana bangun kilang, ya jalani saja. Jadi enggak perlu silang pendapat,” ujar Purbaya di Direktorat Jenderal Pajak, Rabu (1/10/2025).

Purbaya pun menegaskan, pembangunan kilang bukan hanya soal efisiensi anggaran, tetapi juga soal menciptakan nilai tambah bagi Indonesia.

“Kalau rencana dijalankan dengan cepat, kita bisa hemat subsidi. Dan sebagian value added akan tercipta di sini, bukan di negara lain,” tegasnya.

Purbaya menambahkan, jika kilang dibangun dan produksi dalam negeri diperkuat, maka beban subsidi bisa ditekan dan ketergantungan impor bisa dikurangi secara signifikan.

Pangkas Transfer ke Daerah

Purbaya menyatakan bakal memotong anggaran transfer ke daerah (TKD) 2026.

Namun, sejumlah gubernur dari berbagai daerah yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), meminta agar Purbaya tak memotong anggaran TKD tersebut.

Pasalnya, penurunan TKD 2026 yang dialami oleh banyak pemerintah daerah (pemda) menimbulkan dampak ke belanja daerah. Terlebih bagi pemda yang pendapatan asli daerah (PAD) kecil.

Ketua Umum APPSI sekaligus Gubernur Jambi Al Haris mengatakan, penurunan anggaran TKD 2025 itu membuat tidak sedikit pemda yang bakal kesulitan untuk menggaji pegawai dan melaksanakan program pembangunan daerah.

Purbaya pun memahami keinginan pemda agar beban mereka dikurangi dengan bantuan dari pemerintah pusat.

Namun, untuk saat ini, katanya, dirinya selaku Bendahara Negara masih harus menjaga defisit APBN tetap di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) sesuai ketentuan.

Purbaya kemudian menjelaskan, disiplin fiskal diperlukan mengingat saat ini perekonomian cenderung melambat sehingga dibutuhkan anggaran dari APBN untuk menstimulus perekonomian.

“Saya jaga semuanya dulu. Saya optimalkan belanja, saya optimalkan pendapatan. Saya hilangkan gangguan di bisnis,” ucapnya, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Purbaya pun berjanji akan mengevaluasi kembali postur alokasi anggaran TKD 2026 apabila perekonomian membaik, pendapatan negara bertambah, dan pemda memperbaiki kualitas belanja mereka.

“Pada dasarnya tergantung mereka (pemda) sendiri mau seperti apa ke depan. Kalau mereka bagus, mereka bisa meyakinkan pimpinan kan. Saya juga punya senjata tambahan untuk menjelaskan bahwa seharusnya seperti ini lagi (TKD naik),” tukasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru