Pernyataan Surono ini setidaknya mengacu pada RDKK 2020, di mana terdapat sekitar 13,9 juta petani yang mengusulkan pupuk. Jumlah yang mereka usulkan mencapai 26,2 juta ton. Namun, pemerintah hanya memenuhi kebutuhan mereka sebesar 8,9 juta ton. Kondisi ini kemudian membuat pendistribusian pupuk tidak berjalan efektif dan harga pupuk kemudian dikendalikan oleh mekanisme pasar.
Ono menilai, kondisi ini kemudian menyebabkan banyak data, terutama nama petani yang sudah terdapat dalam RDKK tidak mendapatkan pupuk. Hal ini selanjutnya berimbas pada masalah akurasi data dalam pendistribusian pupuk subsidi.
“Titik kelemahan sampai terjadi kelangkaan pupuk subsidi ini menurut saya berawal dari data. Kemudian oknum-oknum dari mulai agen sampai distributor yang akhirnya menyalurkan pupuk tidak berdasar pada data yang ada,” jelasnya.
Dia menegaskan bahwa solusi yang mesti diperbaiki oleh pemerintah adalah validitas data kebutuhan pupuk. Data tersebut harus valid, termasuk petani yang berhak menerimanya.
Pertama, harus diperbaiki data kebutuhan pupuknya. Pemerintah harus konsisten untuk membuat data yang valid sehingga tidak ada lagi petani yang harusnya tidak mendapatkan secara aturan. “Namun, praktiknya mereka mendapatkan atau sebaliknya, petani yang berhak, tapi mereka tidak mendapatkan,” katanya.
Selanjutnya, setelah data penerima benar-benar valid dan akurat, anggaran yang dipersiapkan pemerintah juga harus cukup dan sesuai dengan data yang diajukan.
“Jadi menurut saya, yang kedua, setelah data itu benar, siapkan anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk itu. Ketiga adalah pengawasan yang ketat kepada distrbutor dan agen atau kios,” tegasnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sementara itu, dalam pengawasan pun, kata dia, tidak bisa dilakukan oleh satu instansi pemerintah saja. Pengawasan memerlukan satuan tugas khusus yang dibentuk secara bersama-sama dengan menggabungkan berbagai instansi terkait. Maka, dengan pembentukan satgas ini, supply chain (rantai pasok) bisa bener-benar tepat sasaran.
“Pengawasan itu melibatkan Kementen, Dinas Propinsi, Dinas Kabupaten, Camat, Kepala Desa, Gapoktan, dan APK. Buat saja semacam Satgas Pupuk atas Task Force Pupuk,” pungkasnya. (Enrico N. Abdielli)