JAKARTA- Walaupun sudah ada Undang-Undang Keperawatan No 38/2014, namun sampai saat ini Menteri Kesehatan belum mengeluarkan peraturan yang melindungi perawat Indonesia. Padahal era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah berlangsung. Hal ini menjadi kekuatiran para perawat Indonesia yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Demikian disampaikan oleh Dendi Hamdi, Pengurus PPNI Jawa Barat dan Cirebon kepada Bergelora.com dari Cirebon, Senin (1/5).
“Saat ini sangat penting Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang bisa memperkuat posisi perawat Indonesia ditengah globalisasi MEA. Seperti yang diperintahkan oleh Undang-Undang Keperawatan. Anehnya, kami seperti dibiarkan, walaupun Undang-undang sudah ada. Maksudnya apa?” ujar Sekretaris Kabupaten Cirebon ini.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah lewat Menteri Kesehatan perlu menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Pemenkes) yang mengatur konsil keperawatan, pelaksanaan ijin dan penyelenggaraan praktek keperawatan serta kewenangan tindakan keperawatan.
“Sehingga perawat dapat bekerja dengan aman dan nyaman. Serta masyarakat pun mendapatan pelayanan yang baik dan selamat dari perawat profesional Indonesia,” ujarnya.
Ia juga menyesali hingga saat ini sebanyak 81.000 perawat honorer diseluruh Indonesia tidak terlindungi dalam Undang-Undang Keperawatan. Di Jawa Barat sebanyak 12.000 perawat honorer yang bernasib sama.
“Kami bekerja tanpa ikatan kerja yang jelas dan tanpa perlindungan ketenaga kerjaan,” jelasnya.
Sejarah PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) adalah perhimpunan seluruh perawat di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 17 maret 1974. Sebagai persatuan beberapa organisasi keperawatan yang ada sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan nama.
Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Verpleger Boemibatera (PKVB) tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat sangat dihormati masyarakat berkenaan dengan tugas mulia yang dilakukan dalam merawat orang yang sakit. Lahirnya Sumpah Pemuda 1928, mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Verpleger Indonesia (PKVI). Pergantian kata Boemibatera pada PKVB menjadi Indonesia tidak lepas dari semangat nasionalisme Indonesia.
PKVI bertahan sampai tahun 1942, berhubungan dengan kemenangan tentara jepang terhadap sekutu dan dimulainya penjajahan jepang terhadap Indonesia, perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami kemunduran dan disebut zaman gelap keperawatan di Indonesia.
Pelayanan keperawatan mengalami kemunduran karena pekerjaan perawat digantikan oleh mereka yang tidak memahami keperawatan. Demikian pula organisasi profesi tidak jelas keberadaannya.
Bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945, telah tumbuh organisasi profesi keperawatan. Setidaknya ada tiga organisasi profesi antara tahun 1945-1954 yaitu; Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam (Perjurais) dan Sarikat Buruh Kesehatan (SBK). Pada tahun 1951 terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi, organisasi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI) sebagai upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan SBK yang berafiliasi ke PKI (Partai Komunis Indonesia).
Dalam kurun waktu 1951-1959 diadakan kongres di Bandung dan mengubah nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan Indonesia (PDKI) dengan keanggotaannya tidak saja meliputi perawat. Demikian pula pada tahun 1959-1974, terjadi pengelompokan organisasi keperawatan. Diantaranya; Ikatan Perawat Wanita Indonesia (IPWI), Ikatan Guru Perawat Indonesia (IGPI) dan Ikatan Perawat Indonesia (IPI).
Pada tanggal 17 maret 1974 seluruh organisasi keperawatan terkecuali Serikat Buruh Kesehatan bergabung menjadi satu organisasi profesi tingkat nasional dengan nama “Persatuan Perawat Nasional Indonesia” (PPNI). Nama inilah yang resmi dipakai sebagai nama organisasi profesi keperawatan di Indonesia hingga saat ini dan tgl 17 Maret ditetapkan sebagai hari lahirnya PPNI. (Web Warouw)