Rabu, 19 November 2025

GEMPOR NIH..! 34 Kader Partai Ummat Gugat Amien Rais dkk Rp24 Miliar ke PN Jaksel

JAKARTA — Sejumlah petinggi Partai Ummat besutan mantan Ketua MPR RI Amien Rais digugat senilai Rp24 miliar atas dugaan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Gugatan dilayangkan 34 kader Partai Ummat dari berbagai wilayah pada 13 November 2025 dan telah terdaftar dengan perkara nomor 1247/Pdt.Sus-Parpol/2025/PN JKT.SEL.

Dari 34 kader selaku penggugat dalam perkara itu, beberapa di antaranya seperti Zul Badri, Niko Fransisco, Irsyadul Fauzi, hingga Abdul Hakim.

Empat tergugat dalam perkara itu yakni, Amien Rais selaku Ketua Majelis Syuro, termasuk menantunya sekaligus Ketua Umum Ridho Rahmadi. Lalu ada Sekretaris Majelis Syura Ansufri Idrus Sambo, dan Sekjen Taufik Hidayat.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengaku siap menghadapi gugatan tersebut. Ridho mengatakan berencana juga berencana melayangkan gugatan balik.

“Sebagai bentuk kesadaran hukum, kami menghormati, dan sangat siap untuk proses selanjutnya. Dan kami akan melakukan gugatan rekonvensi atau gugatan balik,” kata Ridho, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (18/11).

Membubarkan  Diri

Sebelumnya, pengurus Partai Ummat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan membubarkan diri imbas sengkarut di tubuh partai berlambang Bintang Emas besutan Amien Rais tersebut.

“Kita Partai Ummat yang di DIY itu menyatakan membubarkan diri. Secara simbolis, representatif kami kemarin bersama-sama membuang KTA,” kata Eks Wakil Ketua Umum DPP Partai Ummat, Nazaruddin saat dihubungi, Selasa (3/6).

Nazaruddin mengatakan secara keseluruhan ada hampir 500 pengurus struktural Partai Ummat di DIY, dari tingkat provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, dan kelurahan. Kata dia, semuanya telah membubarkan diri.

Adapun pemicunya, menurut Nazaruddin bermula dari keputusan Majelis Syura akhir tahun 2024 yang mendadak dan secara sepihak mengubah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Keputusan ini lahir setelah beberapa kali jadwal rakernas diundur.

Padahal, kata Nazaruddin, saat itu juga tidak ada urgensi untuk mengubah partai AD/ART. Pihaknya kemudian menyadari adanya perubahan besar pada mekanisme pihak melalui perubahan tersebut.

Pertama dan paling krusial adalah dihapusnya Musyawarah Nasional, Musyawarah Wilayah, Musyawarah Daerah, serta Musyawarah Cabang. Demikian pula mekanisme pertanggungjawaban ketua umum, ketua DPW-DPD lewat berbagai permusyawaratan hilang.

“Masa partai politik tidak ada pertanggungjawaban, RT saja ada pertanggungjawaban,” katanya.

Belum lagi soal penempatan tata cara pengurus DPP, DPW dan DPD. Sederet perombakan mekanisme yang memberangus nilai-nilai demokrasi ini membuat sejumlah pengurus berang.

Kata Nazaruddin, pihaknya sekitar bulan Februari 2025 lantas menghadap Ketua Majelis Syura Partai Ummat, Amien Rais yang diklaim menjanjikan rakernas menyikapi aspirasi sejumlah pengurus partai.

Akan tetapi, pada 16 Februari 2025 justru digelar Musyawarah Majelis Syura di Yogyakarta. Agenda ini menghasilkan 6 butir keputusan. Salah satunya membubarkan kepengurusan semua lembaga partai, termasuk Dewan Pengurus Pusat melalui Keputusan Majelis Syura Nomor: 03/MS-Partai Ummat/Kpts/K-S/1I/2025. Keputusan ini mengatur Akhir Masa Jabatan Kepengurusan Partai Ummat Periode 2021-2025 dan Pembentukan Kepengurusan Partai Ummat Periode 2025-2030.

“Ini kan bagi kita ngawur. Kemudian (keputusan) menetapkan Saudara Ridho Rahmadi sebagai ketua umum periode 2025-2030. Lha ini bagi kami tambah ngawur lagi,” kata Nazaruddin.

“Setelah membuat keputusan itu, nampaknya mereka sendiri baru menyadari, kalau begini kan berarti kepengurusan seluruh Indonesia sudah enggak ada, tinggal Ridho Rahmadi seorang saja,” sambungnya.

Selanjutnya, dibuatlah aturan tentang penunjukan pelaksana tugas (Plt) dimulai dari posisi sekretaris jenderal (sekjen). Kata Nazaruddin, ini juga tak diatur dalam AD/ART lama. Sampai kemudian ditunjuklah Plt pengurus partai di seluruh Indonesia.

Dari semua ini, Nazaruddin dan kolega menarik benang merah bahwa perubahan AD/ART tak lain adalah demi melapangkan jalan Ridho, yang tak lain adalah menantu Amien Rais, agar kembali menjadi ketua umum Partai Ummat tanpa mekanisme pertanggungjawaban.

Penetapan Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum untuk periode 2025-2030, menurut Nazaruddin, di lain sisi sebenarnya kala itu juga bermasalah dan tidak sah lantaran didasarkan pada AD/ART yang belum memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum.

Sedangkan dari segi kompetensi, Nazaruddin menilai kepemimpinan Ridho layak dievaluasi menimbang kegagalan Partai Ummat saat Pemilu 2024 kemarin.

“Ya kompleks, mulai dari leadership, pengalaman, ada faktor adab juga,” bebernya.

Berbagai upaya coba ditempuh demi membenahi kondisi parpol, bersama beberapa DPW, atau kepengurusan Partai Ummat dari provinsi lain.

Sebanyak 20 pengurus DPW se- Indonesia menuangkan sikap dalam bentuk tandatangan demi menentang keputusan yang dinilai cacat prosedur dan menyalahi AD/ART partai itu sendiri.

Kendati, upaya Nazaruddin cs terhenti seiring disahkannya AD/ART baru keluaran majelis syura oleh Menteri Hukum per 7 Mei dan diserahkan ke DPP pada 15 Mei 2025.

“Saya akhirnya sampaikan ke teman-teman di DPW yang berjuang bersama saya itu bahwa saya tidak bisa melanjutkan perjuangan ini karena sudah ada pengesahan dari Kementerian Hukum. Tujuan kita ini kan bukan untuk mengambil alih kekuasaan, melainkan meluruskan barang yang bengkok,” paparnya.

Nazaruddin lantas memutuskan hengkang dari Partai Ummat, diikuti jajaran pengurus lainnya di DIY. Klaim dia, sebelum mereka sudah ada pengurus Partai Ummat di dua provinsi lain yang menempuh langkah serupa.

Klaim Solid di bawah Amien-Ridho

Terpisah, Plt Ketua DPW Partai Ummat DIY periode 2025-2030, Ichwan Tamrin Murdiyanta menilai apabila keberatan bahwa perubahan AD/ART oleh Majelis Syura telah melanggar pedoman atau landasan partai merupakan hal yang tidak berdasar.

“Perubahan dan penetapan AD/ART merupakan wewenang Majelis Syura baik ada usulan dari DPP/DPW maupun tidak ada usulan. Hal itu sudah sesuai dengan AD/ART yang lama maupun yang baru,” kata Ichwan di Bantul, DIY, Selasa malam.

Ichwan menegaskan jika kepengurusan DPW DIY dan DPW lainnya periode 2020-2025 sudah berakhir pada 16 Februari 2025 sesuai hasil Musyawarah Majelis Syura, sehingga dibutuhkan Plt guna mengisi kekosongan, sembari membentuk kepengurusan yang definitif hingga bulan Juli 2025.

Plt yang baru juga akan segera menyusun kepengurusan secara definitif sekaligus mengusulkan kepengurusan DPD di tingkat kabupaten/kota.

Ia melanjutkan, DPP akan segera menetapkan kepengurusan seluruh DPW se-Indonesia hingga Juli 2025 termasuk DPW DIY. Rencananya, Plt segera mengajukan susunan kepengurusan untuk mengisi komisi-komisi dan kepengurusan di tingkat kabupaten/kota kepada DPP paling lambat bulan Agustus 2025.

Lebih jauh, Ichwan turut memastikan Partai Ummat tetap solid di bawah kepemimpinan Amien Rais sebagai Ketua Majelis Syuro dan Ridho Rahmadi selaku Ketua Umum Partai Ummat.

“Kami akan terus berjuang dan bekerja maksimal untuk meraih simpati rakyat Indonesia. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada perjuangan Partai Ummat,” katanya.

 

20 DPW Kompak Tolak Menantu Amien Rais Jadi Ketum Partai Lagi

Sebelumnya, sebanyak 20 Dewan Pimpinan Wilayah Partai Ummat menolak dipilihnya kembali Ridho Rahmadi sebagai ketua umum periode 2025-2030 partai politik berlambang bintang itu.

Penolakan itu disuarakan melalui sebuah siaran pers yang dipublikasikan oleh Wakil Ketua Umum Partai Ummat periode 2021-2025, Nazarrudin, Selasa (18/2) malam. Surat itu dibubuhi tandatangan dari 20 dari total 38 Ketua-Sekretaris DPW Partai Ummat se-Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan kepada Majelis Syura, Dewan Pengawas Partai, Majelis Etik, Mahkamah Partai, DPP, DPD, DPC se-Indonesia, juga seluruh kader, anggota, dan simpatisan Partai Ummat.

Dalam keterangan itu, dituliskan bahwa mereka mempermasalahkan SK Majelis Syura Nomor: 05/MS-Partai Ummat/Kpts/KS/lI/2025 Tentang Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Partai Ummat Periode 2025-2030.

SK ini menimbulkan implikasi formal berupa Kepengurusan DPP Partai Ummat Periode 2021-2025 yang sebelumnya ditetapkan melalui SK Majelis Syura Nomor 02/MS-Partai Ummat/Kpts/KS/VIII2023, menjadi tidak berlaku. Demikian pula kepengurusan DPW, DPD, DPC dan tingkat mengomel.

“Sehingga praktis saat ini di jajaran Dewan Pengurus secara formal yang eksis dan legal hanyalah Ketua Umum. Dengan kata lain, hanya terdapat Ketua Umum sebagai satu-satunya pengurus yang sah di seluruh Indonesia,” tulis surat tertanggal 17 Februari 2025 itu.

Lanjut keterangan itu, dampak yuridis dan administratif akibat kekosongan kepengurusan ini sama sekali tidak berpikir dan diantisipasi.

Semua ini disebut sebagai akibat dari upaya perubahan AD/ART yang dilakukan secara terburu-buru dan melepaskan. Semata-mata demi menghindari forum Musyawarah Nasional dan Laporan Pertanggungjawaban yang seharusnya disampaikan oleh Ketua Umum dalam forum tersebut.

“Serta untuk menghilangkan Musyawarah Wilayah, Musyawarah Daerah, dan Musyawarah Cabang sehingga semua tingkatan kepengurusan Partai berada dalam control dan kendali mutlak Ketua Umum,” tulis surat itu.

Lebih lanjut, surat itu menuliskan bahwa penetapan Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum untuk periode 2025-2030 bermasalah dan tidak sah lantaran didasarkan pada AD/ART yang belum memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.

Menantu Amien Rais itu turut disebut belum memberikan Laporan Pertanggungjawaban kepada Forum Musyawarah Nasional selaku Ketua Umum DPP periode 2021-2025.

“Kami dengan tegas menolak dan tidak mengakui keputusan yang menetapkan kembali Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat,” lanjut surat itu.

“Kami menyesalkan sikap dan langkah-langkah yang diambil oleh Majelis Syura melalui Keputusan Nomor 05/MS-Partai Ummat/Kpts/K-S/II/2025, yang dinilai terlalu terburu-buru dan gegabah dalam mengambil keputusan,” sambungnya.

Mereka pun menduga keputusan Majelis Syura sebagai upaya guna memberikan legalitas kepada Ridho, sehingga yang bersangkutan dapat menghindari kewajibannya sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat periode 2021-2025.

“Yaitu mempertanggungjawabkan amanah yang diemban jabatannya tersebut sehingga kegagalannya sebagai Ketua Umum tidak dapat dievaluasi dan dikritisi. Keputusan ini juga kami nilai sebagai rekayasa untuk kembali menetapkan Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum Partai periode 2025-2030 melalui cara-cara yang bertentangan dengan konstitusi Partai dan tatanan dan prinsip-prinsip demokrasi internal di dalam Partai,” tulis surat itu.

Respons Majelis Syura

Sekretaris Majelis Syura Partai Ummat Ustad Ansufri Idrus Sambo menyebut penolakan oleh sejumlah fungsionaris Dewan Pengurus Wilayah (DPW) atas keputusan Majelis Syura parpolnya sebagai hak berdemokrasi dan berpendapat. Dia pun menilai itu lumrah dalam politik.

“Adalah wajar kalau ada keputusan-keputusan yang tidak cocok dengan kelompok tertentu pasti mereka akan bereaksi negatif terhadap keputusan tersebut,” kata Sambo , Rabu (19/2).

Menurut Sambo, Majelis Syura menjadi lembaga tertinggi di Partai Ummat yang memiliki peran sebagai penjaga utama keberlangsungan partai. Mereka berhak menentukan arah perjuangan partai dan memiliki kewenangan memutuskan hal-hal berkenaan dengan prinsip dalam partai.

“Seperti mengubah dan menetapkan AD/ART, memilih, mengangkat dan memberhentikan pengurus lembaga tinggi partai termasuk ketum, sekjen dan seluruh jajaran pengurus DPP, dan lain-lain,” ucapnya.

Sambo menuturkan, Majelis Syura menilai Partai Ummat sebagai parpol yang baru sekali ikut pemilu, sangat memerlukan upaya untuk membangun fondasi partai yang lebih solid dan stabil. Dibutuhkan energi besar serta soliditas pengurus pusat hingga ranting demi menghadapi kembali proses verifikasi partai peserta pemilu dan meraih suara lebih banyak lagi.

Kata Sambo, Ridho dianggap telah terbukti kinerjanya dalam hal menggerakkan mesin partai, termasuk berkoordinasi dengan KPU pusat dan daerah. Alhasil, Partai Ummat mampu lolos verifikasi dan menjadi peserta pemilu legislatif 2024, bahkan mendulang suara cukup dengan mempertimbangkan status partai baru dan oposisi rezim pemerintahan kala itu.

“Berdasarkan penilaian Majelis Syuro, Saudara Ridho Rahmadi dan timnya di DPP, pada pemilu 2024 lalu sudah, dengan pertolongan Allah tentunya, terbukti mampu mengomandoi dan menggerakkan mesin partai dgn berkerja bersama-sama dengan semua pengurus partai di semua tingkatan,” katanya.

Oleh karenanya, melalui mekanisme Musyawarah Majelis Syuro Partai sebagai forum permusyawaratan tertinggi Partai Ummat yang berwenang memilih dan menetapkan Ketum Partai, menilai Ridho Rahmadi masih layak untuk diberikan kesempatan kembali menakhodai parpol dengan memutuskan serta menetapkannya sebagai ketum Partai Ummat periode 2025-2030.

“Agar beliau dapat bentuk kepengurusan Partai yang lebih solid dan kuat untuk bisa berlari lebih cepat dan lebih baik dari yang sebelumnya, sehingga Partai Ummat bisa kembali lolos verifikasi dan menjadi peserta pemilu dan bisa meraih suara dan kursi legislatif yg lebih banyak dari yang sebelumnya, insya Allah,” ungkap Sambo.

Dalam hal ini, Sambo juga merespon soal penetapan Ridho Rahmadi sebagai Ketua Umum untuk periode 2025-2030 yang dianggap bermasalah dan tidak sah lantaran didasarkan pada AD/ART yang belum memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.

Ridho yang tak lain merupakan menantu Amien Rais turut disebut belum memberikan Laporan Pertanggungjawaban kepada Forum Musyawarah Nasional selaku Ketua Umum DPP periode 2021-2025.

Sambo memastikan, perubahan dan penetapan AD/ART Partai Ummat dan juga keputusan-keputusan Majelis Syura lainnya itu begitu sudah disahkan atau ditetapkan. Maka, pada saat itu langsung berlaku secara internal dan mengikat kepada seluruh pengurus, kader dan anggota partai tanpa harus menunggu keputusan Kemenkum.

“Berkaitan dengan ketum Partai Ummat, tidak ada syarat dalam AD/ART yang lama sekalipun bahwa syarat untuk ketum itu dipilih kembali harus menyampaikan laporan pertanggungjawabannya,” kata Sambo.

“Karena yang berhak dan berrwewenang dalam membahas, memilih dan menentukan ketum dan seluruh jajaran kepengurusan DPP adalah Musyawarah Majelis Syuro, sebagai forum permusyawaratan tertinggi tanpa harus melalui forum Musyawarah Nasional. Ini berbeda dengan partai-partai lain di mana kongres, musyawarah nasional atau muktamar adalah forum permusyawaratan tertinggi,” pungkasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru