JAKARTA – Dua pejabat di lingkungan Kemendikbudristek melakukan sejumlah tindakan untuk mengarahkan pengadaan laptop berbasis Chromebook pada tahun 2019-2020. Pejabat ini adalah Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Sri Wahyuningsih, melalui rekannya Iksan Tanjung, memerintahkan Bambang Hafi Waluyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat SD tahun 2020 untuk memilih pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan sistem operasi Chrome menggunakan metode e-katalog. Arahan ini diberikan pada 30 Juni 2020, bertempat di Hotel Arosa, kawasan Jakarta Selatan.
Karena Bambang tidak bisa menjalankan perintah Nadiem Makarim ini, Sri pun mengganti Bambang dengan PPK yang baru, Wahyu Haryadi.
Pada hari yang sama, Wahyu menuruti perintah Sri dengan mengeklik opsi pemesanan. Hal ini dilakukan Wahyu usai bertemu dengan Indra Nugraha, pihak penyedia dari PT Bhinneka Mentari Dimensi.
Kemudian, Sri juga memerintahkan Wahyu untuk mengubah metode e-katalog menjadi SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah).
“(Wahyu juga diperintahkan) membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek untuk Sekolah Dasar sebanyak 15 unit laptop dan 1 unit connector per sekolah dengan harga Rp 88.250.000 dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar, Selasa (15/7/2025).
Lalu, Sri juga terlibat dalam pembuatan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Tahun 2021 untuk pengadaan tahun 2021-2022 yang menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbasis ChromeOS.
Sementara itu, Mulyatsyah juga menindaklanjuti perintah Nadiem Makarim untuk mengarahkan pengadaan TIK menggunakan ChromeOS kepada Pejabat Pembuat Komitmen dan pihak ketiga (penyedia).
Pada tanggal 30 Juni 2020, bertempat juga di Hotel Arosa di Jakarta Selatan, Mulyatsyah memerintahkan HS selaku PPK Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun 2020 untuk mengeklik pengadaan TIK tahun 2020 pada satu penyedia, yaitu PT Bhinneka Mentari Dimensi.
Lebih lanjut, Mulyatsyah juga membuat Petunjuk Teknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun 2020 yang mengarahkan penggunaan ChromeOS untuk pengadaan TIK Tahun Anggaran 2021-2022. Hal ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021 yang dibuat oleh Nadiem Makarim selaku Mendikbudristek.
Saat ini, ada empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024 Jurist Tan, eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek Ibrahim Arief, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah.
Lalu, Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021 Sri Wahyuningsih.
“Terhadap 4 orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Qohar.
Qohar menjelaskan, keempat tersangka ini telah bersekongkol dan melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Penunjukan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop.
Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit. Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar. Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.
Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3 T.
Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Web Warouw)