JAKARTA- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat manajer proyek sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan fiktif di Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PTPP.
Para saksi diperiksa terkait dugaan penyalahgunaan nama pegawai harian lepas PT PP yang digunakan sebagai perusahaan subkontraktor untuk mencairkan dana proyek secara fiktif.
Mreka yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan hari ini adalah Danang Adi Setiadji (Manager Proyek Sulut-1 Coal FSPP), Junaidi Heriyanto (Manager Proyek MPP Paket 7), Darmawan Surya Kusuma (Manager Proyek PSPP Portsite/Manyar Power Line), dan Sholikul Hadi (Manager Proyek Jayapura & Kendari).
“Jadi ada subkon-subkon fiktif begitu ya yang dikerjakan di lingkup PT PP ini, diantaranya menggunakan nama-nama pegawai harian lepas yang bekerja di PT PP, penyalahgunaan identitas.
Tujuannya adalah untuk melakukan pencairan fiktif dari proyek-proyek tersebut,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).
Sebelumnya, KPK mengungkap adanya sejumlah proyek fiktif di Divisi EPC PT PP pada periode 2022–2023. Proyek-proyek tersebut mencakup pekerjaan penggalian (cut), penimbunan (fill) tanah, hingga pembukaan lahan (land clearing) yang kini masih didalami oleh penyidik.
“Ada beberapa memang proyek fiktif, ini masih terus didalami. Jadi seperti contohnya proyek-proyek cut and fill misalnya ya, apa namanya, land clearing seperti itu,” ujar Budi kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).
Menurut Budi, proyek-proyek tersebut tidak tampak secara fisik di lapangan karena tidak ada hasil pekerjaan yang terlihat. Namun, dokumen tagihan atau invoice tetap diterbitkan dan dana proyek tetap dicairkan.
“Jadi tidak begitu terlihat sebelum dan setelah proyek itu dilakukan. Sehingga ketika menerbitkan invoice ya, proyek fiktif tidak begitu terlihat ya apa namanya progres dari apa yang sudah dilakukan dari proyek itu,” ucapnya.
Budi menambahkan, penyidik juga menemukan tidak adanya bukti pendukung (evidence) seperti dokumentasi kegiatan di lapangan. Meski demikian, anggaran proyek tetap dicairkan.
“Karena kita temukan juga tidak disertai evidence, tidak ada data dukung gitu seperti foto sebelum dan sesudah proyek itu dilakukan, sehingga kita tidak bisa melihat. Maksudnya tau-tau ada invoice begitu untuk pencairan sejumlah anggaran, sejumlah dana sesuai dengan nilai proyeknya,” jelasnya.
Dalam modus proyek fiktif ini, oknum di PT PP diduga menunjuk pihak ketiga atau subkontraktor untuk melaksanakan pekerjaan, namun proyek tersebut tidak pernah dikerjakan. Meski bersifat fiktif, dana proyek tetap dicairkan dan mengalir ke sejumlah pihak, termasuk para tersangka.
“Nah kemudian dari pencairan itu kemudian mengalir ke pihak-pihak tertentu, di mana dalam perkara ini KPK juga sudah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka yang diduga menerima aliran-aliran dari pencairan proyek fiktif tersebut,” kata Budi.
Meski begitu, Budi belum mengungkap secara detail jenis proyek fiktif maupun identitas penerima aliran dana. Ia menegaskan, penyidik masih terus mendalami kasus tersebut.
“Nah KPK masih akan terus mendalami, melacak, dan menelusuri pihak-pihak yang diduga terkait, karena diduga ada beberapa proyek fiktif yang dijalankan dalam modus korupsi ini,” jelasnya.
KPK mulai melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek fiktif di Divisi EPC PT PP sejak 9 Desember 2024. Dua hari kemudian, pada 11 Desember 2024, lembaga antirasuah tersebut mencegah dua orang berinisial DM dan HNN bepergian ke luar negeri.
Selanjutnya, pada 20 Desember 2024, KPK resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian negara ditaksir mencapai Rp80 miliar.
Terbaru, pada 25 Juli 2025, KPK mengumumkan telah menyita uang senilai 1 juta dolar Singapura sebagai bagian dari proses penyidikan. Selain itu, penyidik juga menyita uang tunai Rp39,5 miliar yang diumumkan pada Rabu (30/7/2025). (Web Warouw)