KARAWANG- Konflik perampasan tanah warga Teluk Jambe oleh PT Pertiwi Lestari berujung ricuh pada Selasa (2/8) di Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Secara sadar PT Pertiwi Lestari menyatakan akan melawan Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang menetapkan status-quo pada areal konflik. Korban berjatuhan setelah buldozer menabrak petani sampai pingsan. Demikian Ketua Serikat Tani Teluk Jambe Bersatu (STTB), Maman Nuryaman kepada Bergelora.com di Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/8).
Ia menjelaskan, ketika buldozer milik PT Pertiwi Lestari mulai membongkar paksa pagar tanah milik petani, perlawanan petani dilakukan dengan memasang badan di depan buldozer. Namun buldozer terus menabrak sehingga beberapa warga pingsan.
“Kapolres bukannya menghentikan perampasan tanah oleh PT Pertiwi Lestari tapi menghadapi warga dengan water cannon,” jelasnya.
Konflik agraria di Kabupaten Karawang yang berlokasi di kawasan Tanah Negara eks Tanah Eigendom Verponding 53, 54, 57, 693 atas nama N.V. Maatschappy tot Exploitatie der Tegalwaroelanden yang masih di tempati masyarakat untuk pemukiman dan pertanian dengan kapasitas ± 8.000 kepala keluarga. Tanah itu diperebutkan oleh PT Pertiwi Lestari dan Perum Perhutani.
Ia menjelaskan, Warga tani masih bertahan dan Kapolres mempesilahkan melapor ke Mabes Polri apabila warga tidak terima perlakuan polisi.
“Surat menteri bukan urusannya kata Kapolres. Jelas Kapolres melanggar aturan dengan berpihak pada salah satu pihak yang berkonflik,” katanya.
Ia melaporkan warga yang pingsan ditabrak buldozer ada Pak Madhari, Bu Anis, Pak Ganda dan Bu Anih.
Kronologi Perlawanan
Sebelumnya, Maman Nuryaman menjelaskan pada hari Minggu (31/7) Kapolsek Teluk Jambe Barat menginformasikan kepda pengurus STTB bahwa PT Pertiwi Lestari akan melakukan pemagaran area yang disengketakan dengan pengawalan 4.000 personel polisi terdiri dari Brimob, Dalmas, dan lainnya. Pada sore hari mobilisasi pasukan polisi sudah mulai dilakukan dengan membangun tenda di lokasi.
Keesokan harinya Senin, (1/8) pukul 08.00 pagi buldozer mulai bekerja diluar pagar areal yang dikuasai masyarakat. Kemudian Kapolres mendatangi posko petani dan menyampaikan tidak akan menggusur tapi hanya pengamanan.
“Kapolres mengundang perwakilan petani untuk pertemuan dengan Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) pada jam 2 siang. Buldozer tetap kerja diluar pagar tanah warga,” jelasnya.
Ia mengatakan dalam rapat antara perwakilan dengan Muspida sudah terlihat jelas keberpihakan Muspida pada perusaahaan. Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang yang isinya memastikan status-quo pada lahan konflik dianggap tidak benar dan menyalahi aturan. Buldosezer tetap bekerja terus menerus sampai larut malam.
Keesokan harinya, Selasa (2/8) Buldozer dan eskavator mulai bekerja lagi dengan pengamanan ketat polisi. Pada pukul 12.00 siang alat berat sempat istirahat dengan kondisi sudah di depan persis pagar tanah warga.
Tepat pukul 15.00 buldozer milik PT Pertiwi Lestari mulai membongkar paksa pagar tanah milik petani, perlawanan petani dilakukan dengan memasang badan di depan buldozer. Namun buldozer terus menabrak sehingga beberapa warga pingsan.
“Kapolres bukannya menghentikan perampasan tanah oleh PT Pertiwi Lestari tapi menghadapi warga dengan water cannon,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa penyelesaian konflik agraria tersebut sebenarnya sedang dalam penanganan Kementerian Agraria dan Tata Ruang berdasarkan Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang kepada Kakanwil BPN Provinsi Jawa Barat dengan Nomor: 1957/020/IV/2016.
Kekerasan yang dilakukan PT Pertiwi Lestari dan pihak kepolisian menurutnya semakin memperkuat dan memperluas perjuangan rakyat tani dalam mempertahankan hak-hak agrarianya yang hingga saat ini belum terpenuhi.
“Karena negara hari ini masih menggunakan cara-cara kolonial dalam menangani konflik agraria dan selalu berpihak pada pemilik modal besar daripada memenuhi hak-hak agraria rakyatnya yang belum sejahtera,” ujarnya. (Yoris SS)