JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan pasokan gas bumi yang dialirkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) atau PGN ke industri di wilayah Jawa Barat dan Sumatra telah kembali normal.
Hal itu terjadi setelah pemerintah mengalihkan kuota ekspor gas untuk kebutuhan domestik dan menjadwalkan ulang pengiriman ekspor.
Bahlil menyebut pasokan gas domestik beberapa waktu lalu sempat tersendat karena terdapat kebakaran yang terjadi di salah satu jaringan pipa gas. Akan tetapi, dia tak mengelaborasi lebih lanjut persoalan kebakaran tersebut.
Dalam kaitan itu, Bahlil menegaskan PGN sudah mendapatkan alokasi gas tambahan untuk menambal kebutuhan gas yang sempat tersendat akibat kebakaran itu.
“Sebenarnya enggak ada masalah sampai sekarang, kan? Dan sudah ada [pasokan gasnya], clear. Jadi sebagian yang ekspor kita tidak lakukan. Kita masukkan terus gas yang baru muncul juga,” kata Bahlil kepada awak media, di Kementerian ESDM, Jumat (22/8/2025).
“Kemudian kita suplai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terkait dengan pipa plumbing yang agak sedikit terbakar,” lanjutnya.
Sebelumnya, sejumlah industri mengeluhkan terjadi pengetatan pasokan gas bumi untuk program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Mereka memprotes PGN yang membatasi volume penyaluran HGBT dan mengenakan surcharge atau biaya tambahan yang tinggi pada Agustus lantaran suplai gas harus dialihkan ke regasifikasi gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).
Dalam surat resmi PGN bernomor 048800.PENG/PP/PDO/2025, manajemen menyatakan keadaan darurat tersebut terjadi sejak 15 Agustus 2025, tetapi tidak dijelaskan tenggat kondisi darurat itu.
Usai pengumuman keadaan darurat tersebut, industriawan dari sektor-sektor penerima HGBT ramai-ramai melaporkan pasokan gas dari PGN menyusut. Mereka juga mengeluhkan adanya pembatasan volume penggunaan HGBT menjadi hanya 48% dari alokasi.
Sementara itu, sisa kebutuhan gas sebesar 52% harus dipenuhi dengan pasokan regasifikasi LNG dengan biaya tambahan yang tinggi dari harga dasar.
Kementerian Perindustrian Berang
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, mendengar keluhan pelaku industri, Kementerian Perindustrian pun berang.
Melalui juru bicaranya, Febri Hendri Antoni Arief, Kemenperin menggarisbawahi bahwa HGBT merupakan keputusan Presiden, sehingga tidak seharusnya ada yang menaikkan harga apalagi membatasi pasokan.
Febri membeberkan surcharge yang ditanggung industri akibat pembatasan pasokan gas oleh PGN itu mencapai US$16,77/MMBtu, sangat jauh dari HGBT.
Menurutnya, pengetatan pasokan gas dengan harga khusus akan berimbas terhadap keberlangsungan industri manufaktur.
Dalam perkembangannya, PGN mengumumkan bahwa pasokan gas bumi yang dialirkan ke wilayah Jawa Barat telah kembali normal, setelah sebelumnya sempat tersendat akibat pasokan dari hulu mengalami permasalahan.
Sekadar catatan, pemerintah mematok HGBT hanya sekitar US$6,5—US$7 per million british thermal unit (MMBtu) untuk 7 sektor industri antara lain pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Amanat itu tertuang dalam Kepmen ESDM No.76/2025. Dalam Kepmen tersebut, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sebesar US$7/MMBtu dan untuk bahan baku sebesar US$6,5/MMBtu.
Mekanisme Swap Gas Multi Pihak
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan pasokan gas domestik terjaga melalui mekanisme swap gas multi pihak.
Adapun, mekanisme swap gas multi-pihak mulai dialirkan per 22 Agustus 2025. Langkah ini ditujukan untuk menjaga stabilitas pasokan gas domestik, termasuk untuk kebutuhan sektor industri dalam negeri melalui penyaluran oleh PGN.
Perjanjian swap gas multi-pihak tersebut melibatkan berbagai kontraktor hulu migas dan pembeli gas, antara lain West Natuna Supply Group (Medco E&P Natuna Ltd., Premier Oil Natuna Sea B.V., Star Energy (Kakap) Ltd.), South Sumatra Sellers (Medco E&P Grissik Ltd., PetroChina International Jabung Ltd.), PT Pertamina (Persero), PGN, Sembcorp Gas Pte Ltd., dan Gas Supply Pte Ltd. Perjanjian ini disusun melalui koordinasi erat antar semua pihak untuk memastikan kepentingan seluruh pihak tetap terjaga.
Berdasarkan perjanjian tersebut, sejumlah volume sebesar 27 BBTUD dari West Natuna Gas Supply Group akan dipasok ke PGN, yang mana pengaliran gasnya dilakukan oleh Medco E&P Grissik Ltd. dan PetroChina International Jabung Ltd. ke PGN. Implementasi berbasis skema swap ini dijalankan untuk menjaga kebutuhan domestik dengan tetap memperhatikan komitmen kontraktual lainnya.
Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan pengaliran swap gas multi-pihak ini memastikan tambahan pasokan untuk kebutuhan industri dalam negeri dapat terjaga dengan baik.
“Skema ini hanya mungkin terlaksana melalui kerja sama erat antara kontraktor hulu, pembeli gas, dan pemerintah. Dengan langkah ini, stabilitas pasokan domestik tetap terjamin, sementara kontrak lain yang sudah berjalan tetap terlaksana,” kata Djoko berdasarkan keterangan tertulis, Jumat (22/8/2025).
Dia menegaskan, tambahan gas ini bukan berarti semua industri atau industri baru akan mendapat gas. Pasokan ini untuk menjaga industri eksisting tetap mendapatkan gas. Dia meminta semua harus memahami bahwa minyak dan gas bumi adalah energi tak terbarukan, yang akan habis jika tidak ada penemuan baru.
Meskipun tingkat penemuan eksplorasi di Indonesia telah meningkat dari 10:1, menjadi 10:3, namun risiko tidak ditemukan migas masih 70 persen. Apalagi, pada umumnya, temuan eksplorasi, khususnya gas, berada di remote area terutama offshore.
“Biaya eksplorasi sangat mahal, dengan risiko dry hole 70 persen,” katanya.
Direktur & Chief Operating Officer MedcoEnergi, Ronald Gunawan, menambahkan MedcoEnergi menyampaikan apresiasi atas koordinasi yang dipimpin SKK Migas dan kerja sama seluruh pihak dalam inisiatif ini.
“Disamping itu MedcoEnergi juga berpartisipasi untuk menambah pasokan gas dari wilayah Blok South Sumatra untuk terus berperan aktif menjaga ketahanan energi nasional,” ujarnya. (Enrico N. Abdielli)