Jumat, 1 Agustus 2025

HAPUS DISKRIMINASI DONG..! Pengusaha Kritik Keras Rencana Hapus Batas Usia Pelamar Kerja

JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menghapus batasan usia di lowongan kerja tak mendapat sambutan positif dari kalangan pengusaha. Alih-alih menghapus batasan usia di lowongan kerja, pengusaha menilai pemerintah sebaiknya fokus membuat regulasi yang membuat penciptaan lapangan kerja makin berkembang.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menekankan, batasan usia yang dibuat kalangan pengusaha sebetulnya untuk menyikapi bidang-bidang kerja yang membutuhkan kesehatan fisik.

“Mengenai pembatasan usia memang ada bidang-bidang pekerjaan yang berkaitan dengan kesehatan fisik dan kesigapannya,” kata Bob dalam acara Media Briefing Apindo di Jakarta, Selasa (13/5/2025).

Selain itu, Bob menegaskan, penerapan batasan usia juga sebagai upaya pengusaha untuk mengurangi cost seleksi lowongan kerja, bukan bentuk diskriminasi.

“Misalnya lowongannya 10 itu yang datang 1.000. Jadi apa seribu-seribunya harus ditesin? itu kan biaya juga. Akhirnya perusahaan mensyaratkan usia sebagai screening,” ucap Bob.

Penerapan batasan usia dalam lowongan kerja selama ini pun ia tekankan menunjukkan besarnya pasokan tenaga kerja di Indonesia, ketimbang lowongan kerjanya itu sendiri.

Oleh sebab itu, ia menekankan, lowongan kerja di Indonesia masalahnya bukan soal persyaratan melainkan perluasan penciptaan lapangan kerjanya.

“Jadi persoalannya bukan soal pembatasan usia tapi lowongan pekerjaannya yang harus diperbanyak gitu. Kalau di Malaysia kan justru yang pencari kerjaan yang menginterview kita gitu. Mau beri gaji berapa? gaji itu gak cocok. Jadi memang sekali lagi memang lowongan pekerjaannya yang harus diperbesar sebenarnya,” tegasnya.

Hapus Diskriminasi Usia

Kepada Bergelora.co. di Jakarta dilaporkan, Kementerian Ketenagakerjaan ( Kemnaker ) akan segera membuat aturan khusus demi menghapus diskriminasi usia dalam lowongan kerja (loker) di Indonesia.

Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker Darmawansyah menegaskan, melewatkan akan melakukan dua proses utama.

Pertama, Kemnaker akan merevisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Darmawansyah menyebut, Kemnaker sedang dalam tahap melakukan kajian untuk merealisasikan hal tersebut.

Saat ini Kemnaker sedang melakukan kajian untuk menyusun rancangan undang-undang pengganti UU Nomor 13 Tahun 2003 (UU Ketenagakerjaan), katanya kepada , Selasa (13/5).

Dirjen Binapenta & PKK mengaku belum bisa memberikan gambaran detail terkait poin-poin revisi. Ia menekankan, semuanya masih dalam proses kajian.

Meski begitu, Darmawansyah memastikan prosesnya akan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait, termasuk pengusaha hingga serikat buruh.

Sedangkan proses kedua adalah pembuatan aturan turunan oleh Kemnaker. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil undang-undang baru pengganti UU Nomor 13 Tahun 2003.

“Payung hukumnya nanti ada di undang-undang yang baru dan peraturan pelaksana di bawahnya,” tegas Darmawansyah.

Batas usia loker di Indonesia memang menjadi hal yang sering dikeluhkan pelamar. Pasalnya, para pengusaha sering menetapkan batas maksimal usia 25 tahun bagi calon pekerja.

Masalah ini diklaim sejumlah pencari kerja sebagai penghambat dalam mendapatkan pekerjaan. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli juga telah memberikan perhatian khusus terkait ini.

“Kita ingin tidak ada diskriminasi, kita ingin semua lapangan kerja itu terbuka siapa pun,” tegas Yassierli saat ditemui di Plaza BP JAMSOSTEK, Jakarta Selatan, Kamis (8/5).

“Kita mau susur sehingga semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja,” imbuhnya.

Pada tahun 2024 lalu, sempat ada uji materiil UU Ketenagakerjaan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait diskriminasi loker. Poin yang digugat adalah Pasal 35 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan tiap pemberi kerja bisa merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan kerja.

Pemohon mempersoalkan pasal tersebut sebagai isu diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan. Meski begitu, hakim konstitusi menyatakan batas usia pelamar kerja tidak termasuk bentuk diskriminasi.

“Menolak permohonan permohonan untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024 di Gedung MK RI, Jakarta, 30 Juli 2024.

Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan, sesuai Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), tindakan diskriminatif didefinisikan sebagai tindak pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnis, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik.

Oleh karena itu, Arief mengatakan, syarat batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan bukanlah tindakan diskriminatif.

Di sisi lain, seorang hakim konstitusi lain M Guntur Hamzah mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion. Guntur menilai permohonan pemohon harus dikabulkan sebagian.

Ia mengatakan, bunyi Pasal 35 Ayat (1) dapat diubah dan ditambahkan, sehingga pemberi kerja dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan peraturan-undangan.

Jika dilihat dari segi hukum , Guntur menyebut, pasal yang diuji secara umum memang tidak memiliki persoalan konstitusionalitas.

Sedangkan dari kacamata keadilan ( sense of justice ), Guntur melihat norma Pasal 35 Ayat (1) berpotensi disalahgunakan sehingga memerlukan penegasan karena sangat bias terkait dengan larangan diskriminasi in casu dalam persyaratan lowongan pekerjaan.

Kenapa di Indonesia Ada Batasan Umur?

Batasan usia masih jadi tembok besar bagi banyak pencari kerja di Indonesia. Banyak lowongan menetapkan syarat usia maksimal, misalnya 30 tahun atau bahkan 27 tahun. Padahal zaman terus bergerak maju.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menjelaskan, syarat usia muncul karena jumlah pelamar jauh lebih banyak dibandingkan kuota yang tersedia.

“Misalnya buka lowongan untuk 10 orang tapi yang daftar 1.000 orang. Apa iya 1.000 orang itu harus dites satu-satu? Enggak kan? Makanya perusahaan berpikir, ya sudahlah yang di atas 30 tahun enggak usah melamar,” ujarnya, Senin (12/5/2025).

Bob membandingkan dengan kondisi di Singapura. Negara itu jarang mencantumkan batas usia dalam lowongan kerja karena jumlah lapangan kerja jauh lebih besar dari jumlah pencari kerja.

“Di Singapura saja umur 70 tahun juga diterima kerja bersih-bersih karena lapangan pekerjaannya banyak, suplainya sedikit.

Jadi persoalannya bukan di soal usia produktif atau tidak, tapi lapangan kerjanya yang terlalu sedikit dibuka di Indonesia,” kata Bob.

Konsultan karier sekaligus pendiri @Jurusanku, Ina Liem, menilai batasan umur sering dibuat karena perusahaan ingin menjaga budaya kerja antar generasi.

Menurut dia, ada perusahaan yang merasa lebih cocok merekrut generasi milenial dibanding Gen Z.

“Namun ada juga perusahaan dunia digital justru lebih suka merekrut generasi Z selain karena bisa dibayar dengan upah yang minimal, gen Z dianggap lebih kekinian dan cocok untuk perkembangan digital,” jelasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru