JAKARTA- Pakar hukum dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf mendesak, aparat penegak hukum mengusut tuntas skandal solar murah dan segera menetapkan tersangka. Menurutnya, langkah ini krusial untuk menegakkan supremasi hukum.
“Iya ke 13 korporasi harus segera dilakukan penyelidikan oleh aparat penegak hukum, dan diusut tuntas untuk menemukan bukti-bukti yang memadai agar yang bersangkutan dapat dijadikan tersangka,” tegas Hudi kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Hudi juga berjanji, hukuman yang berat harus diberikan. Ia menyebut, penegak hukum perlu memberikan sanksi yang berat bagi 13 korporasi yang telah merugikan negara ini sebagai efek jera.
“Sanksi yang berat, seperti hukuman tambahan dengan mencabut izin dan pengembalian kerugian negara,” paparnya.
Sebelumnya, terungkap sebanyak 13 perusahaan diuntungkan dalam kontrak penjualan solar nonsubsidi yang diduga dijual di bawah harga dasar (bottom price), bahkan di bawah harga pokok penjualan (HPP) PT Pertamina.
Temuan ini menunjukkan dalam konflik kasus dugaan korupsi dengan penundaan mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Ia didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023 di lingkungan PT Pertamina (Persero) dan Subholding Pertamina, termasuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
“Para pihak terkait di PT Pertamina (Persero) periode 2018 sampai dengan 2021 serta PT PPN periode 2021 sampai dengan 2023 memberikan harga di bawah harga jual terendah (harga bawah) atas solar nonsubsidi kepada pembeli swasta tertentu.Harga penjualan kepada pelanggan tersebut di bawah harga jual terendah bahkan di bawah harga pokok penjualan (HPP) dan harga dasar solar bersubsidi,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan sidang dalam yang digelar pada Kamis (9/10/2025).
Jaksa menyebut praktik tersebut dilakukan dengan dalih menjaga pangsa pasar industri, namun tanpa mempertimbangkan profitabilitas dan kepatuhan terhadap pedoman tata niaga sebagaimana diatur dalam Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Kelautan PT Pertamina Patra Niaga No. A02-001/PNC200000/2022-S9.
Berdasarkan hasil audit internal dan pemeriksaan jaksa, total keuntungan tidak sah yang diterima oleh perusahaan-perusahaan tersebut mencapai Rp2.544.277.386.935 atau sekitar Rp2,54 triliun.
Berikut daftar 13 perusahaan yang diuntungkan dalam penjualan solar nonsubsidi di bawah harga pasar:
1. PT Pamapersada Nusantara (PAMA) – Grup Astra (melalui PT United Tractors Tbk) – Rp958,38 miliar
2. PT Berau Coal – Sinar Mas Group – Rp449,10 miliar
3. PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) – Delta Dunia Group (DOID) – Rp264,14 miliar
4. PT Merah Putih Petroleum – PT Energi Asia Nusantara & Andita Naisjah Hanafiah – Rp256,23 miliar
5. PT Adaro Indonesia – Adaro Group (keluarga Thohir) – Rp168,51 miliar
6. PT Ganda Alam Makmur – Titan Group (kerja sama dengan LX International, Korea) – Rp127,99 miliar
7. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) – Banpu Group (Thailand) – Rp85,80 miliar
8. PT Maritim Barito Perkasa – Adaro Logistics / Adaro Group – Rp66,48 miliar
9. PT Vale Indonesia Tbk – Vale SA (Brasil) – Rp62,14 miliar
10. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk – Heidelberg Materials AG (Jerman) – Rp42,51 miliar
11. PT Purnusa Eka Persada / PT Arara Abadi – Sinar Mas Group (APP / Sinarmas Forestry) – Rp32,11 miliar
12. PT Aneka Tambang (Antam) Tbk – BUMN (MIND ID) – Rp16,79 miliar
13. PT Nusa Halmahera Minerals (PTNHM) – PT Indotan Halmahera Bangkit & PT Antam Tbk – Rp14,06 miliar.
(Web Warouw)